Ibadah Awal Tahun Adiyuswa, Doa dan Asa Agar tak Bisu
KOMISI Adiyuswa (manula) GKJ Tangerang, Sabtu (25-01-25) di Ruang Serbaguna Jl Sudirman 52 Tangerang mengadakan ibadah awal 2025 yang dipimpin Pdt Ivan Gilang Kristian.
Membawakan renungan refleksi memasuki 2025, Pdt Ivan mendasarinya dari Pengkhotbah 3:1-15. Intinya, bacaan itu memuat tentang waktu, antara lain disebutkan bahwa untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya. Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal, ada waktu untuk menanam, ada waktu untuk mencabut yang ditanam.
Pdt Ivan menjelaskan sepanjang 2024, manusia telah berupaya untuk mendapatkan yang terbaik. Ia memberikan contoh yang sakit rindu untuk sembuh. Namun, faktanya tidak selalu demikian. Konkretnya, tidak sesuai dengan ekspektasi yang sebelumnya diperkirakan.
Sebelum melanjutkan renungannya, saat menjelaskan hal itu, Pdt Ivan meminta saya untuk bersaksi terkait dengan “sakit” yang saya alami.
Sekadar mengingatkan, sel kanker sejak November 2023 bercokol di pita suara (laring) saya. Februari-Maret 2024, saya sudah menjalani pengobatan melalui radioterapi (radiasi) sebanyak 29 kali.
Hasilnya membaik. Bahkan dokter THT laring menyatakan pita suara saya sudah bersih. Namun, pada November 2024, saya mulai batuk-batuk dan suara saya mulai terganggu lagi. Serak. Parau. Terkadang muncul tenggelam.
Setelah diperiksa ulang secara lebih rinci lewat rontgen dan CT scan kontras, ternyata sel kanker tumbuh lagi di pita suara, bahkan sudah menyebar ke paru-paru.
Saya kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Kanker (RSK) Dharmais. Di rumah sakit ini, selain dibiopsi (untuk laring), paru-paru saya juga dibronkoskopi. Hasilnya? dua-duanya positif kanker.
Tanggal 20 Januari 2025 tempo hari, dokter mengambil keputusan pita suara saya harus diangkat lewat operasi yang telah dijadwalkan tanggal 27 Maret 2025.
Konsekuensinya, menurut dokter, saya bakal kehilangan suara secara permanen, alias bisu. Konsekuensi lain, hidung saya tidak bisa dipakai untuk bernapas. Sebagai gantinya, dokter akan memberikan saluran napas dengan selang yang tembus ke leher.
Ya, benar, sama dengan gambar-gambar yang ada di bungkus rokok. Bedanya, kalau yang lehernya ada di bungkus rokok adalah perokok aktif, sedangkan saya, menurut perkiraan dokter, adalah perokok pasif korban asap rokok.
Saya menerima kenyataan itu. Namun istri, anak-anak dan menantu belum bisa menerima 100 persen kemungkinan-kemungkinan seperti itu.
Saya pastikan, seluruh peserta ibadah awal tahun 2025 Komisi Adiyuswa yang pagi itu mendengar kesaksian saya, juga tidak rela saya kehilangan suara alias bisu dan bernapas lewat saluran buatan di leher.
Tapi, saya siap menerima apa pun yang terjadi jika itu sudah diperkenankan Tuhan. Dia pasti akan memberikan yang terbaik buat saya.
Istri dan anak-anak, termasuk menantu kemudian menyarankan saya melakukan “second opinion” ke dokter onkologi laring. Saya hargai pendapat mereka.
Tanggal 30 Januari 2025 ini saya akan melakukan second opinion atas kondisi laring saya ke dokter onkologi laring di RS Siloam Semanggi, Jakarta.
Pengkhotbah 3:5 tertulis, “Ada waktu untuk membuang batu, ada waktu untuk mengumpulkan batu; ada waktu untuk memeluk, ada waktu untuk menahan diri dari memeluk.”
Seusai ibadah, ternyata banyak adiyuswa yang tidak bisa menahan diri untuk tidak memeluk saya. Mereka memeluk erat-erat saya sambil berlinang air mata, memberikan kekuatan kepada saya. Terima kasih teman-teman.
Bahkan majelis pendamping Komisi Adiyuswa, Dian Marianah (catatan: dia belum adiyuswa, ya) merasa perlu menyeka air mata saya yang mulai menetes di pipi.
Saya terharu, dan secara khusus, dia memberikan kekuatan kepada saya dan istri melalui doa. Kami berdoa di pojokan ruang serbaguna. Dia tidak sungkan-sungkan memegang bagian leher dan dada saya saat memanjatkan doa yang semuanya saya aminkan. Terima kasih Mbak Dian.
Hari itu saya merasakan sukacita luar biasa. Pelukan hangat dan doa-doa yang dilantunkan memberikan andrenalin buat saya untuk tetap semangat, ceria, dan terus berharap dan beriman kepada Tuhan.
Apa yang saya alami, mungkin mirip dengan ilustrasi renungan yang dikirim Ibu Magdalena Siswanti hari ini, Sabtu 25 Januari 2025, ke grup-grup WA.
Mengacu pada film “Dumb and Dumber”, ada seorang pria yang jatuh cinta berat kepada seorang perempuan. Ungkapan cintanya sudah ditolak berkali-kali oleh sang pujaan hati.
Ujung-ujungnya sang pria bertanya, seberapa besar kesempatan yang ia miliki untuk mendapatkan cinta si pujaan hati. Lalu perempuan itu menjawab: seribu banding satu. Anehnya, sang pria justru bersorak gembira mendengarnya. “Itu berarti saya masih memiliki kesempatan, kan?” katanya.
Terkait dengan “sakit” saya, saya juga tetap punya kesempatan dan peluang untuk sembuh. Berbagai cara sudah saya lakukan. Teman-teman, saudara-saudara, para adiyuswa pun terus mendukung dalam doa dengan tulus hati. Kurang apa lagi?
Saat menulis kalimat terakhir “kurang apa lagi” di atas, saya kok melihat, Tuhan Yesus tersenyum menyaksikan berbagai upaya yang dilakukan anak-anak-Nya di GKJ Tangerang untuk kesembuhan saya. Terima kasih buat semuanya. Terima kasih Yesusku.[]