MUNGKIN kesal melihat perilaku mahasiswanya, Melly Riana Sari, dosen fotografi jurnalistik Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta, 6 November lalu menulis unek-unek di kolom status Facebook-nya.
Dia menulis (maaf sudah saya edit) seperti ini: “Kalau ingin maju jangan jadi pengecut atau jadi peminta-minta, atau tukang ngadu. Semua itu harus ada pengorbanan. Bukan duduk manis, atau titip absen, mengerjakan tugas asal-asalan, copas (copy paste), terus bisa mendapat nilai bagus. Semua harus ada perjuangan.”
Dia melanjutkan: “Mata kuliah fotografi jurnalistik bukan pelajaran sepele yang hanya dijadikan pendongkrak nilai. Itu pemikiran dangkal. Untuk menjadi “orang”, perlu proses panjang. Yang instan itu cuma makanan. Silakan beli atau cari nilai di warung saja kalau mau instan.”
Status FB-nya mendapat komentar dari rekan-rekannya. Intinya, mereka menggeneralisasi bahwa motivasi belajar para mahasiswa di zaman sekarang memprihatinkan. Mereka lebih banyak mengejar nilai daripada menggapai pengetahuan dan keterampilan yang kelak akan menghidupi mereka.
Saya tetap berharap stigma seperti itu keliru, meskipun fakta yang saya alami nggak jauh beda dengan Melly. Saat mengajar, saya berusaha masuk kelas tepat waktu. Namun, mahasiswa jarang datang on time.
Dalam kelas editing dan produksi media cetak hari Senin (9 November) lalu misalnya. Di kelas mata kuliah ini tercatat ada 15 mahasiswa, yang hadir hari itu cuma lima orang. Kelima-limanya (100%) masuk kelas di atas pukul 08.00 alias terlambat.
Dari 15 mahasiswa, berdasarkan data kehadiran (absensi), tercatat ada 4 (empat) mahasiswa yang bolos sudah 3 (tiga) kali. Artinya, keempat mahasiswa ini terancam tidak bisa ikut ujian akhir semester (UAS). Mau tidak mau mereka harus mengulang mata kuliah ini.
Berbeda dengan Melly, mahasiswa di kelas saya tidak bisa “nitip absen”, sebab daftar hadir saya edarkan saat mereka melakukan diskusi kelompok. Saya awasi mereka satu per satu saat para mahasiswa tanda tangan pada lembar absensi.
Hari Senin kemarin, saat saya asyik mengajar, tiba-tiba seorang mahasiswa masuk ke kelas padahal kuliah sudah berlangsung lebih dari satu jam. Sesuai kesepakatan, saya persilakan sang mahasiswa keluar kelas. Tapi, ia mengiba-iba dan minta maaf lalu memohon agar diperkenankan mengikuti kuliah. “Mohon, Pak, kali ini saja, sebab saya sudah absen tiga kali,” katanya.
Saya tetap menolak permintaannya. Saya persilakan sang mahasiswa keluar kelas. Yang bersangkutan lantas meninggalkan ruangan dengan muka kusut. Maaf, ya, mahasiswa. Mari kita hormati aturan main. Hormatilah diri Anda sendiri. Jangan jadikan ketentuan “boleh tidak hadir kuliah tiga kali” sebagai target yang hukumnya wajib Anda ambil.
Jika ketentuan itu Anda jadikan target, percayalah, Anda bakal menghadapi masalah. Apalagi jika target itu telah Anda ambil di muka. Padahal sukses akan kita raih jika kita mau membayar (bersusah payah) di muka. Ingatlah catatan dosen Anda di blog ini “sesal kemudian tidak berguna.”
Datang seenaknya sendiri juga dilakukan mahasiswa peserta kuliah manajemen media massa (MMM). Pada kuliah hari Selasa (10 November), tercatat ada 54 mahasiswa yang hadir. Yang datang tepat waktu pukul 08.00 hanya 13 mahasiswa (24%), sedangkan sisanya 41 orang (76%) masuk ke kelas selepas pukul 08.00.
Pada kuliah editing dan produksi media cetak (EPMC) Selasa (10 November), tercatat ada 26 mahasiswa yang ikut kuliah (total di kelas ini ada 35 mahasiswa). Dari 26 mahasiswa yang hari itu mengikuti kuliah, tercatat hanya 4 mahasiswa (15,38%) yang datang tepat waktu, sisanya 22 orang (84,62%) molor. Masih di kelas ini, dari 35 mahasiswa, berdasarkan pengamatan saya, 4 (empat) orang dipastikan tidak bisa ikut UAS Desember nanti sebab absennya sudah bolong lebih dari tiga kali. Sayang.
Berkali-kali saya mengingatkan kepada para mahasiswa bahwa diskusi kelompok di kelas dan mengerjakan tugas secara individu atau kelompok sangat penting. Jika mereka datang terlambat, maka besar kemungkinan mereka tidak bisa mengikuti diskusi yang tengah berlangsung di kelas.
Di kelas EPMC, sebelum saya melanjutkan presentasi, saya minta para mahasiswa lewat kelompok membaca kasus plagiat yang dilakukan koran Radar Bogor atas tulisan seorang penulis di Kompasiana. Saya tentu bermaksud agar para mahasiswa jangan coba-coba melakukan plagiat atau copas saat mereka mengerjakan tugas yang saya berikan. Juga saat mereka kelak bekerja sebagai wartawan. Aksi plagiat sungguh memalukan dan bisa menghancurkan reputasi seorang penulis/jurnalis.
Beruntung Radar Bogor menyadari keteledorannya, lalu minta maaf secara terbuka di koran tersebut kepada sang penulis, dan memberikan sanksi kepada wartawan lepasnya yang melakukan plagiat. Semoga wartawan lepas ini bukan lulusan IISIP Jakarta.
Halo para mahasiswa, sekali lagi, Anda jangan coba-coba mengerjakan tugas secara instan seperti yang disampaikan Ibu Melly. Bayarlah kesuksesan Anda di muka. Berkeringat-keringatlah di masa damai daripada berdarah-darah pada saat perang. Berjerih payahlah saat Anda masih berstatus sebagai mahasiswa dan nikmatilah hasilnya saat Anda sudah bekerja atau meniti karier di masyarakat (dunia kerja) nanti.
Saya pernah mendengar ada dosen yang memergoki seorang joki saat UAS. Sang dosen curiga sebab foto yang tertera di KPSM berbeda dengan sosok mahasiswa yang sedang mengerjakan soal ujian. Beruntung, Anda yang menjadi joki dan dijokikan tidak dilaporkan ke polisi, sebab perbuatan semacam itu masuk katagori kriminal.
Tapi perlu Anda ketahui, banyak dosen yang mengetahui ada praktik perjokian. Mereka lazimnya membuat catatan lalu tidak meluluskan mahasiswa yang minta bantuan joki dalam mengerjakan UAS. Beres, daripada berdebat di kelas dan membuat mahasiswa yang menjadi joki malu. Para mahasiswa, junjunglah tinggi kejujuran.
Evaluasi Tugas: EPMC
Sekarang saya coba mengevaluasi tugas yang dikerjakan para mahasiswa, khusus untuk mata kuliah EPMC hari Senin pukul 08.00. Di kelas ini ada 15 mahasiswa. Yang mengumpulkan tugas hanya 4 (empat) orang (27%), selebihnya 11 mahasiswa (73%) tidak mengumpulkan tugas karena mereka tidak masuk kelas, malas, atau merasa sudah pandai. Baguslah kalau memang merasa sudah lihai menyusun kalimat.
Dari empat mahasiswa yang mengumpulkan tugas, keempatnya (100%) mendapat nilai D. Lagi-lagi kesalahan yang dilakukan para mahasiswa sangat sepele, seperti tidak taat (tidak tahu ?) menggunakan huruf besar dan kecil, mengabaikan tanda baca, dan kalimat yang diedit tidak jelas.
Ada yang mengedit naskah berita seperti ini: Muhammad Yasir (22) mahasiswa jurnalistik, kampus tercinta IISIP Jakarta, memiliki hobi unik. “dengan sebuah puisi dapat mencurahkan isi di hati” ujar yasir.
Halo para mahasiswa, ini lho kalimat yang benar: Muhamad Yasir (22), mahasiswa jurnalistik Kampus Tercinta IISIP Jakarta, memiliki hobi unik, yaitu menulis puisi. “Menulis puisi dapat mencurahkan isi hati,” ujar Yasir.
Mahasiswa lain menulis: Kejadian yang paling berkesan bagi Randi adalah saat mendaki bersama basarnas untuk mencari orang yang hilang di Gunung Lawu, Jawa Tengah, 18 September yang lalu.
Kalimat di atas akan lebih sempurna jika ditulis seperti ini: Pendakian yang paling mengesankan Randi adalah saat bersama Basarnas mencari orang hilang di Gunung Lawu, Jawa Tengah 18 September lalu.
Ada pula mahasiswa yang mengedit kalimat yang hasilnya malah semakin tidak jelas seperti ini: Tidak ada yang lebih mengasikkan dari traveling bareng pasangan, karena itulah Firmanto dan pasangannya Khairiya melakukan segala cara agar bisa treveling bersama seperti halnya menghemat uang pengeluarannya setiap harinya.
Halo para mahasiswa. Sebelum Anda membaca kalimat berikut, silakan baca ulang, ya silakan baca ulang, sekali lagi silakan baca ulang kalimat berwarna kuning di atas. Ya, bacalah ulang kalimat berwarna kuning di atas.
Kalimat di atas akan lebih bermakna jika diedit sebagai berikut: Traveling bersama pasangan, menurut Firmanto, lebih mengasyikkan. Karena itulah Firmanto dan pasangannya, Khairiya, melakukan segala cara agar bisa traveling bersama. Setiap hari, ia dan kekasihnya menghemat pengeluaran.
Pada kuliah EPMC hari Selasa, saya juga memberikan tugas yang sama. Di kelas ini tercatat ada 36 mahasiswa, yang mengumpulkan tugas cuma 21 orang (58%), selebihnya 15 mahasiswa (42%) tidak mengerjakan tugas. Semoga yang 42% ini sudah mahir mengedit naskah berita atau tulisan. Jika saya keliru, berarti ke-15 mahasiswa di atas terancam tidak lulus, bukan lantaran dosen kejam atau sentimen dalam memberikan nilai, tapi semata-mata disebabkan waktu mereka untuk berlatih menjadi berkurang. Ibarat bermain sepakbola, peluang menciptakan gol telah hilang. Lagi-lagi sayang.
Dari 21 mahasiswa yang mengumpulkan tugas, tidak satu pun yang mendapatkan nilai A. Mahasiswa yang memperoleh nilai B ada tiga 3 orang (14%), nilai C 8 orang (38%), nilai D 10 orang (48%).
Berapa pun nilai yang diperoleh, para mahasiswa di atas jelas jauh lebih beruntung daripada yang sama sekali tidak mengerjakan tugas. Pasalnya, mereka mengetahui kesalahan yang dilakukan sebab dosen menandai kata atau kalimat salah yang mereka tulis. Saya menandainya dengan stabilo. Jika kurang atau tidak jelas, mereka bisa bertanya kepada dosen apa maksudnya.
Lewat catatan ini kembali saya tunjukkan kesalahan edit yang dilakukan para mahasiswa. Ada mahasiswa yang menulis/mengedit kalimat seperti ini: Hasan Kamil (21) Mahasiswa Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta, ia mempunyai hobi favorite bermain futsal.
Halo para mahasiswa. Silakan baca ulang kalimat berwarna kuning di atas. Baca jangan cuma sekali. Bacalah berulang-ulang, sehingga Anda bisa menemukan kesalahan pada kalimat tersebut.
Saya tidak habis pikir mengapa Anda ceroboh (ya ceroboh) dalam menggunakan huruf besar dan kecil? Kalimat di atas bisa diedit seperti ini: Hasan Kamil (21), mahasiswa Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta, mempunyai hobi bermain futsal.
Ada lagi yang menulis seperti ini: Avinda Eka Utami (19) seorang mahasiswi Jurnalistik di Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta memiliki niat menjadi seorang pengusaha yang memiliki butik, salon, serta membuka usaha juga di bidang kuliner, Selasa (03/11).
Para mahasiswa jurnalistik IISIP. Ingat dong bahasa jurnalistik yang berkarakter singkat, jelas dan padat. Mengapa Anda menulis kalimat yang di dalamnya terdapat kata-kata yang sama dan diulang-ulang?
Kalimat di atas bisa diedit lagi seperti ini: Avinda Eka Utami (19), mahasiswa jurnalistik Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta, berniat menjadi pengusaha dengan membuka bisnis butik, salon, dan kuliner.
Sulitkah membuat kalimat sederhana yang taat atau patuh pada bahasa Indonesia yang baik dan benar? Tidak! Sekali lagi: TIDAK! Kuncinya, kita harus banyak membaca dan berlatih (menulis). Jika Anda mengabaikan dua hal ini, ya bersiap-siaplah Anda tidak lulus mata kuliah ini dalam UAS nanti.
Saya tidak ingin Anda gagal. Berikut adalah contoh kalimat yang sangat mungkin akan membuat Anda gagal dalam UAS mendatang jika Anda tidak mendiskusikannya dalam kelompok Anda dan tidak berupaya memperbaikinya.
Saya kutip sesuai dengan aslinya sebagaimana Anda telah edit:
1. Tidak ada yang lebih mengasikkan dari Traveling bareng pasangan, Semua orang pasti menginginkan hal tersebut. Contoh saja dari pasangan yg satu ini, mereka adalah Firmanto dan Khairiya, di sela-sela kesibukannya, mereka pasti menyempatkan untuk traveling bersama.
2. Ketika itu mereka berdua ke Gunung Prau, Dieng Jawa Tengah, naasnya ongkos pulang mereka habis, disitu mereka sangat merasa kebingungan untuk bisa pulang dan akibat dari peristiwa tersebut mereka harus bermalam di jalan raya.
3. Diantara gunung yang sudah didaki, Randi paling suka mendaki Gunung Lawu di Jawa Tengah, karena jalan menuju puncak gunung tidak sulit dan pemandangan disekeliling gunung sangat indah.
4. Banyak suka duka yang dialami Randi, sukanya adalah Randi bisa mendapatkan pengalaman baru dari orang-orang baru, mendapat teman baru, menikmati alam yang indah dan kenangan yang tidak akan terlupakan, dukanya adalah saat mendaki tetapi cuaca tidak mendukung, badan terasa pegalpegal karena harus membawa tas yang berat, dan jalan menuju puncak gunung yang tidak bagus.
5. Namun, lain hal dengan Yasir, karena ia termasuk orang yang lebih menutup maka dengan puisi ia bisa mencurahkan segala keresahan dalam dirinya.
6. Fitria Wulandari, gadis keturunan betawi ini rela meluangkan waktu bermainnya demi berlatih silat betawi yang dia pelajari dari ayahnya, “sudah sejak 6 tahun saya mempelajari silat betawi yang diajarkan oleh ayah saya”, ujar Fitria.
7. Selain itu dia juga mempelajari bela diri lain yaitu merpati putih dan taekwondo, walaupun gadis dia tetap tidak merasa minder dengan teman sebayanya yang rata-rata adalah pria.
8. Selain menekuni usaha di bidang kuliner, Avi pun berniat membuka usaha di bidang butik serta salon. “memilii usaha butik, karna saya hobi mengkoleksi pakaian yang unik. Dan ditambah saya berniat membuka salon kecantikan sendiri, itu karena pengalaman saya yang sering ngantri ketika saya berada di salon biasa saya datangi”, ujar perempung sulung dari dua bersaudara ini.
9. Mahasiswa Jurnalistik yang biasa disapa Kamil memiliki kegemaran bermain futsal dan drum disela-sela kesibukanya bersama teman-temannya. Sebagai penggemar futsal laki-laki kelahiran Jakarta tersebut sering mengikuti berbagai turnament yang diadakan disetiap universitas dijakarta.
10. Menurut pendapatnya “ Hobi bermain futsal selain untuk menyalurkan hobinya yang bagus bermain futsal, ternyata hobi bermain futsal menyehatkan badan.” Ujar Kamil.
11. Bhima Pasanova (22) mahasiswa IISIP Jakarta, mengaku salah masuk jurusan perkuliahan, ia lebih tertarik belajar di bidang broadcasting. Dengan begitu, Bhima mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Forum Kreativitas (FoKr) yang bergerak dibidang fotografi.
12. Pria lulusan SMA jurusan IPS ini merantau dari Sumatera Barat ke Jakarta untuk melanjutkan perguruan tinggi.
13. Selain ingin segera bergelar S.Ikom, Ia juga mengungkapkan menjadi Redaktur di koran harian Republika adalah cita-citanya setelah lulus kuliah.
14. “pekerjaan redaktur itu bisa lebih banyak informasi dari narasumber,” Ujar salah satu mahasiswa Jurnalistik ini.
15. JAKARTA, Rizky (25) adalah lelaki yang terbuka dan bukan orang yang suka menyimpan rahasia terutama kepada ayah.
16. pernah suatu ketika ayah rizky berniat untuk menjodohkan rizky dengan wanita yang merupakan anak dari teman dekat ayahnya, Rizky menolak dengan alasan jika dirinya belum keliling dunia maka rizky tidak mau menikah.
17. Menurut rizky desa Shiobawa merupakan desa yang dingin dan memiliki pemandangan yang sangat indah untuk dinikmati.
18. Perempuan yang mempunyai nama jazzy natasya ini adalah mahasiswi institut ilmu sosial dan ilmu politik jakarta.
19. Jeje, begitu kerap ia di sapa awalnya tidak mau masuk IISIP, tapi apa daya perintah orang tua lah yang menjadi alasan perempuan 21 tahun ini, menjadi bagian dari kampus tercinta.
20. Perempuan berkacamata ini sangat ingin melanjutkan kuliahnya di UNPAD Bandung jurusan Psikologi dan sebenarnya jeje mau meneruskan karirnya sebagai pramugari di salah satu maskapai penerbangan di indonesia. Tapi cita citanya ini tidak sambut baik oleh kedua orang tua nya.
21. Jeje merasa kalo ia di santet setelah ia mendatangi tukang pijat dan keluar lah benda yang tak lazim dari tubuhnya, segenggam pasir coklat di temukan di tubuh perempuan yang Bercita cita jadi model ini.
22. Mempunyai Rambut Panjang atau sering disebut gondrong bukan berarti jahat. Andrew Lessil (20) adalah orang yang menyukai kebebasan. Salah satu kebebasan menurut Lessil adalah rambut gondrong.
23. Saat masih sekolah, Lessil merasa terikat karena harus memotong rambutnya secara rutin, karena peraturan sekolah yang mengharuskan rambut para siswa harus pendek.
24. Yuni Purnamasari (21) mahasiswa IISIP Jakarta, mengikuti wawancara personal dengan Rifaldi yang juga seorang mahasiswa IISIP. Lenteng Agung, Jakarta, selasa (3/11).
25. Wawancara berlangsung di ruang kelas 3B4 kampus tercinta, saat wawancaranya yuni mengungkapkan pernah menjadi finalis model tabloid Gaul saat duduk di bangku SMA.
26. Awalnya yuni mengikuti ajang pemilihan model tersebut hanya iseng-iseng.”Sebenarnya saat daftar cuma mau tau, berat badan gue idel gak ya kalo jadi model ? Kira-kira bakal keterima gak ya ?,” Ujarnya.
27. Menurut sang ayah, ia hanya ingin Sultan kuliah Jutnalistik.
28. Akram tinggal di Jl. Rimba Baru kota bogor ini sangat suka berangkat menggunakan kereta. “enakan naik kereta adem, murah pulang-pergi hanya Rp.6000,00,” kata Akram.
29. Hobi Akram tidak hanya main PS, Akram juga mengaku menyukai dunia fotografi, dan karena fotografi Akram masuk IISIP Jakarta.
30. Sebagai seorang perempuan wajib hukumnya untuk tampil cantik di muka umum. Sebagian besar perempuan butuh waktu lama untuk mempercantik dirinya sebelum bepergian, dari memilih pakaian yang cocok hingga “menghias” wajahnya dengan make up.
Para mahasiswa, silakan Anda diskusikan 30 kalimat karya teman-teman Anda di atas. Proaktiflah. Edit lagi. Bekerja samalah untuk mendapatkan kalimat yang baik dan benar.
Evaluasi Tugas MMM
Di kelas mata kuliah manajemen media massa (MMM), saya menugaskan para mahasiswa secara berkelompok agar membuat perencanaan konten media massa cetak. Saya minta perencanaan konten tersebut, termasuk liputannya, dituangkan dalam TOR (Term of Reference).
Di media massa cetak, awak redaksi dan anggotanya, terutama para redaktur harus bisa membuat TOR. Lazimnya TOR berisi maksud dan tujuan liputan, serta garis besar isi. TOR diperlukan untuk pembuatan liputan/laporan utama pada majalah dan edisi khusus di surat kabar.
Dengan TOR, awak redaksi atau pimpinan di redaksi dapat mengetahui apa isi laporan utama majalah atau edisi khusus sebuah koran. TOR juga diperlukan oleh awak bidang usaha, sehingga orang-orang yang bertugas di bidang iklan bisa menjual perencanaan yang disiapkan redaksi dalam rangka mendapatkan iklan.
Dalam TOR harus dijelaskan prakiraan judul (minimal topik yang akan dikupas), siapa nara sumbernya, siapa yang bertanggung jawab, foto-foto atau info grafis yang diperlukan. Bahkan jika dimungkinkan disertakan pula dummy layoutnya.
TOR laporan utama di majalah dan edisi khusus biasanya hanya terdiri dari satu topik. Namun, satu topik ini bisa dipecah dalam beberapa subtopik atau bagian. Di koran subtopik tersebut biasa disebut “kapsul tulisan.”
Contoh jika kasus tragedi pembunuhan di Paris, Prancis dijadikan laporan utama, maka bisa saja liputan tersebut, hasilnya ditulis dalam beberapa kapsul tulisan sebagai berikut:
1. Perkembangan aktual yang terjadi di Paris pascapenembakan yang dilakukan teroris (ISIS). Apa yang akan dilakukan Prancis menyusul kasus tersebut?
2. Polisi Prancis memastikan bahwa salah seorang pelaku penembakan yang kemudian bunuh diri dengan bom adalah Ahmad al-Mohammed. Siapa dia sebenarnya? Mengapa dia menjadi anggota ISIS?
3. Polisi Prancis merilis sosok pria bernama Salah Abdeslam. Dia digambarkan sebagai sosok berbahaya dan bertanggung jawab di balik aksi teror berdarah di Paris, Prancis, akhir pekan lalu. Siapa dia sebenarnya?
4. Antisipasi yang dilakukan pemerintah Indonesia menyusul tragedi Paris. Siapa-siapa saja WNI yang telah ke Suriah memenuhi panggilan ISIS untuk bergabung ke organisasi tersebut?
TOR seperti itulah yang saya harapkan dari para mahasiswa. Namun, entah mengapa banyak mahasiswa (kelompok) yang salah tangkap, sehingga mereka membuat TOR yang isinya aneka ragam liputan, sehingga tidak fokus ke satu topik. Padahal di kelas, saya sudah memberikan contoh laporan utama majalah Tempo yang membuat laporan utama tentang kasus Surya Paloh-Rio Capella dan ditulis dalam beberapa kapsul tulisan, dilengkapi pula dengan data dan bagan/grafis.
Evaluasi PBOB
Khusus untuk mata kuliah penulisan berita olahraga dan budaya (PBOB), tercatat ada 24 mahasiswa. Pada kuliah Kamis (12 November) lalu, mahasiswa yang hadir cuma 12 orang (50%). Selebihnya 50% lagi entah ke mana. Dari 24 orang, tercatat tiga mahasiswa terancam tidak bisa ikut UAS karena sudah lebih tiga kali tidak hadir kuliah.
Dari 12 mahasiswa yang hari itu mengikuti perkuliahan, tercatat hanya tiga orang yang datang tepat waktu. Sembilan mahasiswa masuk kelas di atas pukul 10.30. Saya tidak tahu mengapa mereka terlambat? Sengaja atau tidak sengaja?
Dua pekan sebelumnya saya menugasi mahasiswa agar menulis berita/feature tentang pariwisata. Dari 24 mahasiswa, yang mengumpulkan tugas hanya 15 orang (62,5%), sisanya (37,5%) tidak mengumpulkan. Mereka yang tidak mengumpulkan mungkin sudah pintar dan yakin saat UAS nanti bakal mendapat nilai 100 atau A. Semoga.
Faktanya, dari 15 mahasiswa yang mengumpulkan tugas, tak satu pun mendapat nilai A. Yang mendapat nilai B ada lima mahasiswa (33,3%), memperoleh nilai C ada delapan orang (53,3%), dapat nilai D ada dua mahasiswa (13,4%).
Sebagian besar kesalahan mahasiswa dalam menulis, lagi-lagi sangat klasik, yaitu mengabaikan tanda baca, ceroboh dalam penggunaan huruf besar dan kecil, serta melanggar logika.
Beberapa di antaranya tidak fokus dalam menulis objek wisata. Tulisan yang mereka buat juga tidak atau kurang dalam. Padahal pembaca membutuhkan informasi yang lengkap tentang objek wisata yang ditulis. Dengan begitu setelah membaca, mereka tertarik untuk mengunjungi objek wisata yang ditulis. Panduan menuju ke lokasi wisata juga tidak ditulis secara rinci.
Namun, saya tetap memberikan apresiasi, sebab sebagian besar mahasiswa menulis objek wisata yang belum banyak dikunjungi para wisatawan. Objeknya juga sangat menarik. Yang juga baru dan memiliki nilai, lokasi objek wisata yang ditulis tidak jauh dari Jakarta.
Halo para mahasiswa peserta kuliah PBOB, saya yakin Anda sering bertualang bersama dengan teman-teman Anda ke tempat-tempat baru yang menarik. Jangan biarkan apa yang Anda lihat hilang begitu saja. Lestarikan dengan foto dan tulisan.
Buatlah akun di Kompasiana. Di blog milik kompas.com ini ada ruang pariwisata. Manfaatkan blog ini sebagai ajang untuk berbagi dan berlatih menulis. Tulislah daerah (objek wisata) yang Anda kunjungi menggunakan bahasa Indonesia jurnalistik yang baik dan benar. Baca tulisan-tulisan yang sudah termuat di blog tersebut.
Jika langkah itu yang Anda ambil, percayalah Anda akan menjadi mahasiswa profesional. Jangan kaget jika rezeki akan mengikuti Anda.[]