Catatan Gantyo

Mahasiswa, Maaf, Nilai Anda Rata-Rata Masih 5

0 251
PEKAN lalu saya memberikan tugas kepada mahasiswa agar menulis berita yang materinya bersumber dari catatan saya di blog ini berjudul “Pesan Dosen Reseh kepada Mahasiswa.” Setelah itu saya minta kepada mereka agar mengedit (menyunting) berita yang telah ditulis teman mereka sendiri.

Saya memberikan tugas itu, sebab mereka adalah peserta kuliah editing dan produksi media cetak, mata kuliah yang saya ajarkan. Saya berasumsi mahasiswa sudah paham tentang produk ilmu jurnalistik, seperti menulis berita, menulis feature, reportase, dan sebagainya.

Saya juga berasumsi mereka sudah paham dan fasih menulis menggunakan bahasa Indonesia jurnalistik yang antara lain berkarakter sederhana dan komunikatif, sehingga mudah dipahami oleh pembaca dari latar belakang pendidikan apa pun.

Namun, dugaan saya keliru, sebab hampir semua mahasiswa masih asing dengan penulisan berita, apalagi editing. Maaf, para mahasiswa, saya harus tega memberikan nilai rata-rata 5 atas tugas editing yang Anda kerjakan.

Tak apalah, jangan putus asa, apalagi frustrasi, sebab editing dan produksi media cetak adalah mata kuliah baru buat Anda. Tidak ada terlambat untuk menjadi hebat. Peluang untuk belajar tidak terbatas, ada di mana-mana dan bisa Anda lakukan kapan saja. Bertanyalah kepada kawan Anda yang mendapat nilai bagus (ada yang memperoleh nilai 9). Bertanyalah kepada dosen. Biasakanlah membaca berita-berita yang dimuat koran-koran berkualitas (Kompas, Media Indonesia, Koran Tempo – juga majalahnya –, Republika). Bacalah berita-berita di portal berita (online).

Bacalah buku yang saya tulis Merekayasa Fakta Menjadi Berita yang dipublikasikan oleh Wayangforce dan bisa Anda beli di Play Store (Android Market). Ketahuilah, saya menulis buku tersebut berangkat dari kesalahan-kesalahan yang selama ini dilakukan para mahasiswa yang tampaknya mengalami kesulitan besar manakala harus menulis produk jurnalistik, terutama berita.

Lebih dari 100 hasil tugas mahasiswa telah saya koreksi. Saya tetap menemukan kesalahan yang sama, yaitu:

1. Tidak akurat: Banyak mahasiswa yang tidak akurat dalam menulis kata dan kalimat. Bahkan ada mahasiswa yang tidak bisa membedakan kapan harus menggunakan huruf besar dan kecil. Penggunaan huruf besar dan kecil bahkan dibalik-balik, kata yang huruf pertama seharusnya ditulis dengan huruf kecil malah ditulis dengan huruf besar, sementara yang seharusnya menggunakan huruf besar, keliru ditulis menggunakan huruf kecil.

(Catatan: Seorang editor harus jeli dan paham soal ini. Naskah yang diedit harus dibaca ulang sebelum dipublikasikan. Editor tidak boleh ceroboh. Bahasa Indonesia terus berkembang. Konsekuensinya, seorang editor harus belajar dan mengikuti perkembangan tersebut. Jika perlu baca kembali buku pelajaran bahasa Indonesia saat di SMP dan SMA).

2. Kehilangan substansi: Banyak mahasiswa yang mengedit naskah asli kehilangan substansi (masalah pokok). Hal ini dimungkinkan, sebab penyunting (editor) tidak paham dengan masalah pokok yang akan ditulis.

(Catatan: Seorang redaktur/editor yang kelak bertugas menyunting naskah para reporter harus mengerti duduk perkara terhadap berita yang akan diedit. Jika ia menyunting berita ekonomi (bursa saham misalnya), maka ia harus mengetahui perkembangan harga saham, termasuk istilah-istilah yang digunakan. Jika ia menyunting berita-berita politik, maka ia harus mengetahui perkembangan politik, terutama peristiwa politik yang beritanya ditulis oleh reporter di lapangan. Jika diperlukan, seorang penyunting atau editor harus mengubah substansi atau konten yang ditulis reporter tidak sesuai dengan konteks yang seharusnya diberitakan).

3. Sistematika kalimat kacau: Sejumlah mahasiswa belum bisa menulis kalimat satu dengan yang lain saling berhubungan, sehingga sistematikanya kacau. Alinea atau paragraf satu dengan paragraf berikutnya tidak tersusun sebagai jalinan cerita/fakta yang utuh. Padahal sebuah berita harus punya makna tunggal, sehingga begitu pembaca membaca berita sekali saja, ia sudah bisa menyimpulkan peristiwa apa yang terjadi berikut informasi mengenai sebab akibatnya.

(Catatan: Seorang editor/redaktur media cetak harus sistematis dalam berpikir, sehingga mampu menuangkan kalimat pada tempat yang sebenarnya. Cara yang paling mudah adalah menjabarkan/menjelaskan jawaban atas pertanyaan 5 W dan 1 H).   

4. Mengabaikan unsur 5 W + 1 H: Banyak naskah editing para mahasiswa yang mengabaikan unsur 5 W + 1 H. Ada naskah hasil editing yang tidak lengkap asal usul 5 W + 1 H-nya. Dengan demikian apa yang ditulis dan diedit tidak jelas peristiwa atau materi yang diberitakan terjadi di mana, kapan dan mengapa.

(Catatan: Seorang editor saat bertugas mengedit/menyunting berita harus berpedoman pada 5 W + 1 H. Unsur-unsur inilah yang harus dijadikan tolok ukur. Bertanyalah kepada diri sendiri peristiwa ini dalam konteks apa, terjadi di mana, siapa yang terlibat, dan bagaimana peristiwanya, mengapa ada peristiwa tersebut?)

5. Logika kalimat dilanggar: Nah, ini yang banyak saya temukan pada kalimat berita yang disunting para mahasiswa. Para mahasiswa menulis kalimat tanpa atau mengabaikan logika. Mungkin maksudnya mau bergaya, tapi malah salah. Kalimat-kalimat yang dirangkai pun sulit dipahami. Contoh: Dalam di blognya yang berjudul “Pesan Dosen Reseh kepada Mahasiswa” yang berisi mengingatkan tentang sistem perkuliahan agar mahasiswa bisa menjadi mahasiswa yang profesional.

Pertanyaan: siapa yang mengingatkan dalam konteks kalimat di atas? Selain kacau, kalimat di atas juga tidak logis.

(Catatan: Seorang editor/penyunting harus terus melatih pikiran, sehingga terbiasa membuat kalimat yang logis. Caranya, berpikirlah sederhana, jangan bertele-tele dalam menyusun kalimat. Biasakanlah membuat kalimat pendek-pendek tapi jelas subjek dan predikatnya.

6. Kalimat tidak selesai: Banyak pula mahasiswa yang tidak selesai dalam menulis kalimat. Ini contohnya: “Yang menarik dari blog yang dibuat oleh dosen IISIP Jakarta.” Apanya yang menarik tidak dijelaskan oleh yang bersangkutan.

(Catatan: Seorang redaktur/editor harus fokus saat akan menuangkan sebuah kalimat. Cek ulang, kalimat yang baru saja disunting sudah bunyi belum? Tempatkan atau posisikan diri Anda sebagai pembaca).
Masih banyak kesalahan lain yang saya temukan. Tapi, sekali lagi, tak apalah. Saya maklum, Anda adalah pendatang baru. Pengalamanlah yang akan membuat Anda semakin profesional. Oleh sebab itu sering-seringlah berlatih menulis dan membaca. Buatlah blog, buatlah akun di Kompasiana dan menulislah apa yang perlu Anda tulis.

Apakah semua mahasiswa lemah dalam menulis dan menyunting naskah berita? Tidak. Ada satu-dua mahasiswa yang telah mampu menyunting berita yang hasilnya seperti ini:

Dosen IISIP Ajak Mahasiswa Tertib dan Profesional


JAKARTA (Kata Cakti): Mengawali perkuliahan semester ganjil 2014, Gantyo Koespradono, dosen editing dan produksi media cetak Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta, mengajak mahasiswanya tertib, taat, disiplin dan profesional.

Ajakan itu dituangkan Gantyo dalam catatan berjudul “Pesan Dosen Reseh kepada Mahasiswa” di blog pribadinya, gantyo.blogspot.com, Kamis 4 September 2014.

Dalam tulisannya itu, Gantyo mengungkapkan bahwa mahasiswa memiliki peran sangat penting bagi masa depan bangsa Indonesia, karena berstatus “maha”. “Ke depan, Anda diharapkan menjadi manusia Indonesia yang fokus akan ilmu dan bidang yang Anda geluti sekarang, sehingga Anda gemar melakukan penelitian dan menghasilkan temuan-temuan atau kreativitas baru,” tulisnya.

Dia juga mengajak para mahasiswa agar serius dan fokus dengan ilmu dan bidang yang digeluti. Jika mahasiswa fokus, menurut dia, mereka akan menjadi sarjana yang bukan hanya puas dengan ijazah yang dimiliki, tapi menjadi sarjana yang kehadirannya sangat dinanti oleh bangsa ini.

Dalam catatan tersebut, mantan wartawan Media Indonesia itu bertanya sulitkah sukses menjadi sarjana dan lulus tepat waktu? Dia menjawab, tidak. Untuk menjadi manusia (mahasiswa) sukses, tulisnya lagi: “Anda tidak harus melakukan pekerjaan-pekerjaan besar. Anda hanya dituntut untuk melakukan pekerjaan/hal-hal sederhana.”

Gantyo menyebut ada enam tindakan sederhana yang layak dilakukan para mahasiswa, yaitu pertama mengikuti seluruh perkuliahan dari awal sampai akhir. “Boleh tidak hadir tiga kali dalam satu semester jangan dijadikan target,” katanya.

Kedua, hadir tepat waktu. Ketiga, mengerjakan tugas yang diberikan dosen, sebab banyak mahasiswa yang mendapat nilai A plus karena mengerjakan tugas yang kelihatannya sepele.

Keempat, kreatif dan militan. “Saya kebetulan mengajarkan matakuliah yang bersumber dari ilmu sosial, khususnya ilmu komunikasi. Konsekuensinya, baik dosen maupun mahasiswa harus kreatif dan mengikuti perkembangan zaman. Mari kita sama-sama belajar. Mari kita sama-sama kreatif,” pintanya.

Kelima, banyak membaca. “Ikutilah semua informasi yang ditulis banyak media cetak dan online. Begitu mudahnya orang sekarang membaca berita, sebab semuanya kini telah tersaji sangat cepat dan instan di HP milik Anda,” tulis Gantyo.

Keenam,  menulis. “Jika Anda adalah mahasiswa komunikasi, apalagi jurusan jurnalistik, wajib hukumnya bagi Anda untuk bisa menulis. Agar Anda terampil menulis, segeralah menulis apa yang menurut Anda layak Anda tulis. Jangan menunggu menguasai teori dulu baru menulis,” demikian Gantyo.***


                                                                  

Cepat atau lambat, Anda pasti bisa menulis dan menyunting berita seperti di atas. Mudah, kok, asal Anda mau terus berlatih dan mengerjakan tugas-tugas yang saya berikan.

Pekan ini saya juga masih akan memberikan tugas individual kepada Anda. Jadikan tugas ini sebagai sebuah permainan. Seperti apa? Tunggu sesaat lagi.[]
.

Leave A Reply

Your email address will not be published.