Catatan Gantyo

Menanti Keadilan Sosial Ahok Buat PKL

0 742
Foto: mediaindonesia

AHOK  dalam berbagai kesempatan bilang bahwa ia berkomitmen untuk melanjutkann melayani warga Jakarta demi tegaknya keadilan sosial. Beberapa kali tampil di televisi, ia selalu mengatakan hal seperti itu.

Maklumlah keadilan sosial masih jadi barang langka di Indonesia. Ia ingin sila kelima Pancasila itu terlihat terang benderang di Jakarta.  Ahok tampaknya ingin Jakarta dijadikan projek percontohan sila kelima tersebut.

Salah satu wujud menciptakan keadilan sosial adalah dengan apa yang diistilahkan Ahok sebagai “otak, perut dan dompet”. Konkretnya, otak, perut dan dompet harus penuh dan berimbang. Tidak bisa berat sebelah.

Jika otak, perut dan dompet  berimbang, maka demikian harapan Ahok, warga Jakarta yang dilayani hidupnya sejahtera.

Ahok  memang tidak berjanji tidak akan menggusur atau merelokasi warga Jakarta yang masih tinggal di bantaran kali yang jadi penyebab banjir.

Tapi, penggusuran itu – jika memang harus dilakukan — baru akan direalisasi  kalau sudah ada tempat penampungan baru berupa rumah susun buat mereka yang digusur. Kalau belum, Ahok tidak akan melakukan penggusuran seperti yang dituduhkan kubu sebelah.

Itulah yang dimaksud Ahok dengan keadilan sosial. Persoalannya pakah semuanya sudah berjalan secara sempurna? Tentu saja belum. Oleh sebab itulah kita perlu pilih dia lagi agar bisa melayani warga Jakarta secara tuntas.

Maklumlah, nanggung itu nggak enak. Masih banyak PR yang harus dikerjakan Ahok. Kita harus paksa supaya dia kerja, kerja dan kerja. Dia, kan pelayan, bukan majikan?

Dalam soal pedagang kaki lima misalnya, masih banyak yang harus ditangani.  Lebih dari setahun lalu Ahok memang sudah memberikan kredit kepada ratusan pedagang kaki lima lewat Bank DKI. Masing-masing PKL dapat pinjaman Rp 10 juta.

Program seperti itu perlu dilanjutkan, sebab diakui atau tidak, masih ada komunitas PKL yang sampai sekarang belum hidup tenang berusaha. Banyak di antara mereka yang  “makan tak enak, tidur pun tak nyenyak”.

Fakta seperti itu misalnya dialami oleh puluhan PKL  yang biasa berjualan di sebuah lahan di jalan arteri Lingkar Luar, Cengkareng Timur. Tepatnya di RT 002/RW 002.

Keberadaan mereka praktis belum tersentuh oleh uluran tangan Pemprov DKI, khususnya Kantor Wali Kota Jakarta Barat yang dipimpin Anas Efendi.

Supaya berdagang aman, para PKL di sana pernah minta kepada Wali Kota Jakbar agar menjadikan tempat berdagang mereka sebagai lokasi sementara (loksem) atau lokasi binaan (lokbin).

Mereka berharap Pemprov DKI (Kantor Wali Kota Jakbar) mendirikan loksem agar semuanya serba transparan. Tidak seperti sekarang serba tidak jelas, termasuk pungutan tidak resmi yang ditarik oknum RW setempat.

Sampai saat ini setiap hari para pedagang kaki lima di sana wajib setor ke “preman” RW sebesar Rp 25.000 per hari per lapak. Hitung-hitung  pungutan tidak resmi yang dipungut ke para PKL itu total bisa Rp 40 jutaan per bulan.  Tidak jelas uang sebanyak itu masuk ke kas Kantor Walkot Jakbar atau ke kas resmi RW.

Para PKL itu berdagang di sana hitung-hitung sudah 23 tahun. Persisnya mereka membuka lapak di sana sejak 2013. Total ada sekitar 40 orang PKL.

Saat masih menjadi Gubernur Jakarta, Joko Widodo pernah menjanjikan akan membina para PKL itu secara resmi. Agar tidak terus membayar pungutan tanpa pertanggungjawaban, mereka cukup membayar Rp 3.000 per hari melalui Bank DKI.

Itu jelas kabar menggembirakan buat puluhan PKL di sana sebab “retribusi” yang mencekik leher Rp 25.000 bakal hilang.

Dilatarbelakangi itulah mereka membuat proposal agar lokasi dagang mereka dijadilan lokasi sementara (loksem) atau lokbin (lokasi binaan).

Sesuai dengan prosedur, mereka mengajukan proposal ke Kantor Kecamatan. Tapi sampai sekarang tidak jelas kabarnya. Karena tak jelas nasibnya, para PKL lalu memberanikan diri mengajukan proposal yang sama ke Kantor Wali Kota.

Ternyata juga tidak ada respons. Tak ada jawaban mengapa niat untuk menjadikan lokbin tak kunjung  muncul.

Mereka kemudian berinisiatif mengundang Plt Gubernur DKI Jakarta. Hari Jumat (24 Maret) lalu Sumarsono datang dan blusukan ke lokasi para PKL itu.

Di depan para PKL, Sumarsono berjanji,  Pemprov  DKI Jakarta akan membangun loksem untuk pedagang yang berjualan di depan Ruko Greenland, Cengkareng, Jakarta Barat itu.

Ia memberikan waktu satu hingga dua bulan kepada Wali Kota Jakarta Barat untuk mencarikan lahan milik pemerintah daerah yang dapat dijadikan sebagai lokasi berjualan. Persoalannya, para PKL sudah nyaman berjualan di sana meskipun belakangan ini agak sepi.

Para pedagang curiga mereka akan digusur sebab ada main mata antara oknum pemerintah dengan pengembang yang katanya memiliki ruko di sekitar para PKL itu berjualan.

Persisnya para PKL itu berjualan persis di  depan kompleks ruko tersebut  di sebelah Ramayana Cengkareng  belakang Pasar Cengkareng.

Sumarsono mengatakan, ruko dibangun oleh pengembang Greenland. Kini, pengelola merasa terganggu dengan lapak yang masih berdiri itu.

Oleh sebab itulah sambil menunggu tempat penampungan yang baru, Pemprov DKI membangun loksem di tempat mereka berdagang.

Konkretnya, para PKL minta agar Pemprov jangan main gusur. Ini jelas PR buat Ahok yang kini msih cuti dalam rangka Pilkada.

Jika kelak ia terpilih, maka persoalan ini harus segera diselesaikan dengan mendepankan prinsip keadilan sosial.[]

Leave A Reply

Your email address will not be published.