TEBAR PESONA PARA CALON PRESIDEN 2009

SAFARI politik Ketua Umum DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri ke beberapa kota di Pulau Jawa sepanjang pekan yang lalu (19-23 November 2007) mengundang reaksi dari ‘lawan-lawan’ politiknya. Mereka menganggap Megawati juga menebar pesona. Sebuah istilah yang pernah dilontarkan Megawati untuk menyinggung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menurut dia cuma bisa berkunjung ke mana-mana menemui rakyat, tapi tidak berbuat apa-apa.

“Tebar Pesona Para Calon Presiden 2009” kami angkat sebagai tema pada acara “Obrolan Sabtu” kerja sama Media Indonesia dan Radio Ramako di Marios Place, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (24 November 2007). Dalam acara yang saya pandu ini — bersama produser acara Bayu Setiyo Nugroho — kami menghadirkan nara sumber Hasto Kristiyanto (Wakil Sekretaris BP Pemilu PDIP), Idrus Marham (Ketua Panitia Kerja RUU Pemilu DPR); dan Tri Yulianto (Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat).

Ketiga nara sumber — semuanya anggota DPR — masih muda-muda, bersemangat. Idrus yang diundang sebagai ketua Panitia Kerja RUU Politik malah larut, menempatkan dirinya sebagai anggota Partai Golkar. Datang ke Marios Place, dia mengenakan jaket kuning. Bisa dimaklumi, saat diskusi berlangsung, Partai Golkar sedang mengadakan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) yang juga banyak membahas tentang strategi partai berlambang pohon beringin itu menghadapi Pemilu 2009.

Hasto Kristiyanto yang berkapasitas sebagai Wakil Sekretaris Badan Pemenangan Pemilu PDIP tentu berkepentingan mengatur safari politik Megawati ke berbagai kota di Jawa Timur. Hasto mengatakan, apa yang dilakukan Megawati ke Jawa Timur sebagai sesuatu yang wajar, sekaligus bentuk tanggung jawab Megawati terhadap konstituennya.

Bertemu dengan masyarakat di pelosok, menurut Hasto, Megawati menampung berbagai aspirasi yang muncul di bawah. “Ini merupakan tanggung jawab Mbak Mega terhadap rakyat dan juga tanggung jawabnya sebagai ketua umum partai yang juga berkewajiban melakukan komunikasi politik kepada konstituen,” katanya.

Namun fakta di lapangan, sebagaimana banyak ditulis banyak surat kabar, di daerah yang dikunjungi, Megawati ternyata telah melakukan kampanye dan minta kepada anggota masyarakat agar memilihnya sebagai presiden pada Pemilu 2009. Pemilu masih dua tahun lagi, tapi Megawati sudah mencuri di tikungan.

Yang juga sangat disayangkan, menurut Idrus Marham, saat bertemu dengan konstituennya, Megawati sepertinya terlalu menyederhanakan persoalan. Benar, bangsa Indonesia sampai sekarang masih menghadapi banyak persoalan. “Tapi, kan nggak bisa, dia langsung ngomong, kalau begitu pilih saja saya,” kata Idrus mengutip pernyataan Megawati.

Idrus mengatakan, mengunjungi dan menemui konstituennya di daerah memang menjadi tanggung jawab sebuah partai politik untuk memberikan pendidikan politik kepada rakyat. Namun, katanya, hal itu harus dilakukan secara elegan dan memerhatikan etika politik. “Di daerah jangan ngomongin orang, dong,” tegasnya.

Dalam rangka pendidikan politik, menurut Idrus, kewajiban parpol untuk menjelaskan konsep dan program politiknya kepada rakyat, jangan justru menyudutkan parpol atau tokoh lain. Jangan menjadi opisisi untuk melakukan politik balas dendam.

Hasto menegaskan, safari Megawati ke berbagai daerah tidak untuk menebar pesona, tapi untuk menebar kinerja. Akan halnya Tri Yulianto. Dia mengatakan untuk mendapat simpati publik, tokoh politik atau Presiden SBY tidak perlu menebar pesona. Menurut dia, dari sononya, SBY memang sudah memiliki pesona. Kewajiban SBY dan Wakil Presiden Jusuf Kalla sekarang ini untuk menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi bangsa, seperti pertanian, kesehatan, dan pengangguran.

Hasto menambahkan, safari Megawati ke daerah sudah menjadi program PDIP. Setelah Pulau Jawa, menurut dia, kegiatan serupa akan dilanjutkan ke kota-kota lain di luar Pulau Jawa.

Namun yang menarik, ketiganya sependapat bahwa partai-partai politik ke depan perlu bersama-sama mengedepankan bangsa. “Jangan berpolitik untuk tujuan kekuasaan. Tapi berpolitiklah untuk kepentingan bangsa,” kata Idrus.

Gantyo Koespradono

Comments (0)
Add Comment