TATKALA TEMAN MINTA MOTIVASI

“JUJUR, saya memang malas,” kata Cri Qanon Ria Dewi, teman saya di kantor, Senin (26 November 2007). “Tolong dong motivasi saya agar lebih bersemangat,” pintanya. Kalau soal malas, saya pun dapat dikatagorikan sebagai pemalas. Sesekali pekerjaan di kantor saya tunda penyelesaiannya, atau sengaja menunda menyelesaikan masalah yang akhirnya malah memunculkan masalah baru.

Namun kalau soal belajar akan hal-hal baru, saya mencoba untuk mematahkan sang malas; perasaan malas saya coba buang jauh-jauh. Dalam rangka belajar, saya coba membuka blog ini. Sampai hari ini, Selasa (27 November 2007), blog saya ini baru berusia satu minggu. Saya punya kemampuan menulis, tapi karena dihinggapi perasaan malas, kemampuan menulis terkalahkan oleh ketidakmauan. Ya, ketidakmauan.

Jika pun kemudian di bloger ini banyak tulisan saya, itu semua adalah upaya saya untuk membunuh aktor bernama “si pemalas.” Masih dalam rangka membuang rasa malas, saya mencoba belajar untuk menyelami kehidupan banyak orang dan bertanya dalam hati: mengapa orang lain sukses, saya tidak? Mengapa orang lain terkenal, saya kok biasa-biasa saja? Mengapa pada usia muda, orang tersebut sudah mampu berprestasi, saya kok begini-begini saja? Mengapa perempuan itu lebih tegar daripada saya (laki-laki) yang seharusnya lebih tegar dan berani menghadapi risiko/tantangan?

Saya menyadari betul, tanpa mau belajar, kita pasti akan tertinggal. Zaman terus berubah, tidak lagi dalam hitungan tahun, tapi detik. Lihat saja apa yang terjadi di dunia maya; informasi teknologi (IT) berkembang demikian pesat. Mohon maaf, bermain-main dengan Google Map (World), saya merasakan diri saya seperti Tuhan, karena bisa melihat dunia dengan segala isinya hanya dari layar monitor komputer.

Belajar dari kecanggihan IT, seorang pedagang tekstil di Tanah Abang, Jakarta Pusat, bahkan memutuskan untuk tidak lagi membangun kiosnya yang beberapa waktu lalu terbakar. Dia menggantikan kiosnya dengan membuka web. Dari sinilah dia justru banyak mendapatkan order.

Masih dalam rangka belajar, mau tidak mau saya harus mengagumi Ane Ahira, gadis asal Bandung yang dengan situsnya Asian Brain, dia bisa menjual apa saja. Kagum tentu tidak cukup. Agar juga bisa menyelami lika-liku bisnisnya, saya pun memutuskan untuk mengintip bisnis berikut trik dan sistemnya dengan menjadi anggota. Iuran Rp 200.000 per bulan bagi saya tidaklah berarti dibandingkan ilmu marketing yang dia berikan kepada para anggotanya. Setelah masuk ke dalamnya, sistem dan IT yang digunakan memang benar-benar luar biasa. Kalau kita mau berjerih payah sedikit saja, ke depan kita bisa berbisnis dan mengendalikannya dari rumah atau tempat tidur kita.

Persoalannya, kita memang malas, tidak mau tekun, dan maunya mengambil jalan pintas, meskipun bisnis yang ditawarkan Ane Ahira sebenarnya juga merupakan jalan pintas menuju kebebasan finansial; sebuah kebebasan yang dirindukan banyak keluarga di Indonesia.

Kembali kepada permintaan teman saya yang menurut pengakuannya sendiri sering dihinggapi rasa malas. Malas memang relatif seperti halnya seorang pria melihat perempuan cantik. Cantik menurut pria satu berbeda dengan pria yang lain. Meskipun banyak orang mengatakan Dian Sastro cantik, belum tentu semua pria mengaminkannya.

Soal teman saya yang satu ini, faktanya, dia terkesan acuh tak acuh. Berkali-kali saya mengirim e-mail untuk urusan dinas kepadanya, tapi tak satu pun dibalas. Begitu pula saat saya mengirim pesan pendek (SMS), sering dia hanya membalas dengan satu “OK” untuk setiap urusan serumit apa pun. Saya berharap, mudah-mudahan dia hanya perempuan “gaptek” (gagap teknologi) yang gampang memberikan terapi pengobatannya.

Saya tidak tahu harus bagaimana saat dia minta kepada saya untuk memberikan motivasi. Saya kemudian ingat buku Time to Change yang ditulis Hari Subagya. Dalam salah satu babnya, dia menuliskan pengalamannya saat bepergian dari Jakarta ke Salatiga. Persisnya seperti ini:

Suatu hari saya sedang melakukan perjalanan dari Jakarta ke Salatiga dengan mengendarai mobil. Perjalanan begitu menyenangkan, karena berangkat jam 24.00 WIB. Malam itu begitu indah, karena bersamaan dengan malam takbiran.

Kami sekeluarga pulang kampung. Memang lebih enak mengendarai mobil sendiri, karena kami bisa jalan-jalan ke Yogyakarta, Solo atau kota-kota sekitar. Belum lagi mobil bisa menjadi “lemari” pakaian selama kami dalam perjalanan. Maklum, di kampung halaman nanti, kami harus berkumpul dengan lebih dari 50 orang: ayah, ibu, kakak, adik, ipar dan keponakan.

Sungguh pemandangan yang sangat indah saat matahari mulai terbit. Saat itu kami sedang berada di Tol Kanci. Bagaikan perjalanan menuju tempat persembunyian mentari saat itu. Luar biasa! Matahari tepat di hadapan, dan kami menuju ke sana. Inilah yang saya namakan menyambut pagi. Matahari tampak sangat besar di pagi itu dengan warna yang masih merah. Dalam hati saya berbisik: “Hari ini adalah hariku.”

Jalan tol Kanci begitu lengang, karena memang hari itu Hari Raya Lebaran. Semua orang pasti sedang sibuk menyiapkan diri dan keluarganya untuk pergi menjalankan Salat Ied. Saya pun mengejar agar jam enam nanti bisa menemukan tempat yang baik untuk Salat Ied bersama orang-orang.

Saya perhatikan proses matahari terbit, mulai dari temaram malam menuju pagi hingga tampak bulat penuh. Dunia ini memang benar-benar berputar. Sudah ribuan tahun dunia ini terus berputar. Hari ini kehidupan berulang kembali. Hari ini Anda memiliki kesempatan untuk melepaskan diri dari kungkungan masa lalu yang membelenggu, terutama pikiran Anda. Anda jauh bisa lebih baik. Yakinkan diri, Anda bisa lebih baik.

Hari ini Anda memiliki pilihan, apa yang akan Anda bawa dan apa yang akan Anda tinggalkan. Hari ini kesempatan Anda untuk mengubah kehidupan Anda menjadi lebih baik. Hari ini adalah akumulasi hari-hari yang telah Anda lalui. Anda membawa pengalaman, membawa banyak alasan untuk lebih maju. Dan membawa energi lebih banyak daripada hari-hari sebelumnya.

Hari ini Anda bisa kalau Anda mau. Seandainya Anda memiliki kesadaran bahwa hari yang lewat tidak dapat kembali lagi, maka Anda tidak akan membuang begitu saja hari yang telah Anda lalui. Sekarang saatnya Anda mulai perubahan itu, karena hanya hari ini dan sekarang inilah milik Anda, dan Anda bisa melakukannya.

Putuskan “saraf keinginan menunda” yang ada pada diri Anda. Yakinkan setiap saat, hari inilah waktu yang tepat untuk memulai.

Gantyo Koespradono

Comments (0)
Add Comment