Setidaknya itulah ‘benang merah’ pendapat yang diungkapkan motivator Arvan Pradiansyah dalam acara Friday Spirit yang disiarkan Radio Ramako, Jakarta, Jumat (14 Desember 2007).
Menurut Arvan, sabar seringkali dimaknai oleh banyak orang dan diekspresikan dengan mengurut dada. Itu memang tidak sepenuhnya salah, tetapi definisi sabar yang seperti ini, kata dia, kurang tepat, sebab sabar menjadi sesuatu yang dilakukan secara terpaksa. Sabar seolah-olah hanyalah berkaitan dengan penderitaan hidup. Padahal sabar merupakan sesuatu yang perlu dinikmati. Sabar bahkan adalah kunci untuk menikmati hidup.
Sabar sering diidentikkan dengan susah. Padahal, kata Arvan, ketika seseorang sedang dalam keadaan senang pun, juga harus sabar. Sayangnya, banyak orang yang tidak sabar manakala senang datang. Tentang yang terakhir ini, Arvan memberikan contoh, banyak orang yang tidak melakukan check dan re-check saat menerima SMS yang mengabarkan bahwa dia menerima hadiah, padahal itu hanya SMS tipu menipu.
Dikaitkan dengan peristiwa politik, Arvan memberikan contoh, banyak tokoh calon presiden atau calon kepala daerah yang terlanjur bersenang-senang begitu mengetahui bahwa dari hasil penghitungan sementara, dia memenangi pemilihan, padahal hasil tetapnya tidak seperti itu.
Dalam kehidupan sehari-hari, betapa banyak anak muda jatuh dalam dosa ketika sedang senang-senangnya berpacaran, karena tidak sabar, mereka melakukan hubungan intim yang belum waktunya dilakukan, sehingga menyebabkan sang pacar hamil alias LKMD (lamaran keri meteng dhisek – lamaran belakangan karena hamil duluan).
Saatnya kita memberikan makna yang berbeda terhadap kata ”sabar”. Arvan Pradiansyah dalam acara yang on air pada pukul 07.00-08.00 itu mengungkapkan setidaknya ada lima definisi baru tentang ”sabar” agar kita bisa memaknai sabar dan menjalankannya dengan lebih sungguh-sungguh. Kelima makna sabar itu adalah:
- Menyatukan badan dan pikiran di satu tempat. Kalau badan dan pikiran Anda berada di satu tempat, Anda pasti akan menikmati hidup Anda. Tapi apa yang terjadi bila badan dan pikiran kita berada di tempat yang berbeda. Bukankah hal ini sering terjadi pada kita? Apa yang Anda rasakan ketika badan Anda sedang berada dalam kendaraan di jalan raya yang macet sementara pikiran Anda sudah sampai di kantor? Badan di kantor tapi pikiran ada di rumah? Badan di rumah tetapi pikiran berkelana ke kantor? Anda pasti akan merasa stres bukan? Anda pasti akan kehilangan kesabaran. Kalau ini yang terjadi Anda tidak akan menikmati apa pun yang sedang Anda lakukan.
- Menunda respon. Maknanya, kalau kita dimaki jangan balas memaki. Jika ada mobil yang menyalip mobil kita saat kita berada di jalan raya, jangan balas menyalip. Menurut Arvan, otak kita mempunyai dua unsur, yaitu neokortex dan amikdala. Neokortex berfungsi memberikan respon positif. Prosesnya amat cepat, sekitar 5-7 detik. Sedangkan amikdala reaktif dan cenderung negatif. Dalam praktek, amikdala sering mengambilalih atau membajak neokortex, sehingga tindakan atau respon kita sering negatif yang wujudnya bisa marah, dendam dan sebagainya.
Dalam soal ini, Arvan mengungkapkan, orang yang sabar mampu mengendalikan dirinya dan menunda respon jangka pendeknya untuk mendapatkan kenikmatan jangka panjang. Sebaliknya orang-orang yang tidak sabar senantiasa bersikap reaktif dan cenderung tergoda untuk hanya melihat kepentingan jangka pendek. Hal inilah yang membuat mereka sering “berdosa” dan melakukan kesalahan. Karena bukankah, definisi “dosa” dalam manajemen modern adalah mendapatkan kenikmatan jangka pendek dengan mengorbankan kepentingan jangka panjang?
- Menikmati prosesnya bukan hasilnya. Kebanyakan manusia modern berfokus pada hasil. Di kantor atasan kita sering mengatakan, ”Show me the money”, ”Show me the result”. Padahal berfokus pada hasil inilah yang seringkali membuat kita resah, susah dan gelisah. Selain itu “hasil” sebenarnya berada di luar kendali kita. Ini berbeda dengan proses. Proses sepenuhnya ada dalam kendali kita, karena itu berfokus pada proses akan menghasilkan suatu kenikmatan, sebuah perasaan memegang kendali. Orang yang sabar adalah orang yang berfokus pada proses dan menikmati semua prosesnya satu demi satu.
- Menyesuaikan tempo kita dengan tempo orang lain. Artinya, kita harus mampu mengendalikan diri dan siap mengikuti irama orang lain. Dalam teori komunikasi, seorang komunikan (kita) harus bisa berorientasi (bersimpati) kepada komunikan (orang lain).
- Menikmati kekalahan. Artinya apabila kita bisa menikmati kekalahan, maka kita akan mengetahui arti sebuah kemenangan. Jika kita sakit, kita akan menghargai betapa nikmatnya kesehatan. Dari sinilah kesabaran mendorong orang untuk bersyukur
Arvan mengatakan, sabar bukanlah kata kerja pasif, tapi kata kerja yang dinamis dan aktif. Sabar tidak identik dengan ‘nrimo’ (bahasa Jawa). Konkretnya, jika kita gagal dalam berusaha, bukan berarti kemudian kita diam dan tak melakukan apa-apa lagi. Kesabaran justru memotivasi kita untuk melakukan sesuatu tadi dengan cara yang berbeda. Thomas Alfa Edison, Colonel Sanders adalah contoh orang yang sabar meskipun berkali-kali gagal melakukan sesuatu. Dengan kesabarannya mencoba, akhirnya mereka meraih sukses. Bagaimana dengan Anda?
Gantyo Koespradono