DITTA Rachmawati, teman saya di Facebook, Sabtu (23 Maret 2013) mengirim pesan pribadi kepada saya. Dia bertanya bagaimana caranya menulis ebook dan memasarkannya.
Dia mengajukan pertanyaan itu dalam rangka membantu temannya yang bingung saat mengikuti konferensi internasional di Irlandia. Dalam konferensi tersebut, menurut Ditta, sang teman menjadikan buku cetak yang ditulisnya sebagai referensi.
Tak disangka-sangka, banyak peserta dari berbagai negara yang tertarik dengan buku yang ditulisnya. Repotnya, pada saat itu, teman Ditta, tidak tahu bagaimana menjawab pertanyaan dari para peserta apakah buku tersebut, ada yang ditulis dalam format ebook? Para peserta dari mancanegara itu rupanya lebih menggemari – mungkin juga sudah terbiasa – membaca buku dalam bentuk ebook daripada buku dalam bentuk tercetak di atas kertas (buku konvensional).
Ditta minta saya memberikan masukan setelah mengetahui saya menulis ebook berjudul Merekayasa Fakta Menjadi Berita di www.wayangforce.com. Jauh sebelumnya, saya juga sudah menulis beberapa buku (ebook) di www.papataka.com.
Buku Merekayasa Fakta Menjadi Berita yang ada di wayangforce, untuk sementara ini hanya bisa dibaca lewat iPad, tablet berbasis Android dan telepon pintar berandroid.
Jika Anda penasaran, silakan download aplikasi wayangforce di Android Market. Setelah wayangforce teraplikasi di tablet Anda, silakan ketik “merekayasa fakta menjadi berita”, maka Anda akan menemukan buku yang saya tulis di sana.
Sebagian besar masyarakat kita memang belum terbiasa membaca buku melalui iPad atau jenis tablet dan telepon pintar lainnya. Demikian pula, masih banyak penulis yang lebih bangga jika buku yang ditulis tercetak di atas kertas dan terpajang di toko buku besar. Jika ini yang dilakukan, seolah ada gengsinya.
Diakui atau tidak, masyarakat kita (mungkin juga para dosen dan mahasiswa) masih menyimpan pikiran/paradigma lama bahwa mereka akan lebih pas disebut sebagai pembaca buku (mungkin juga kutu buku) jika sudah membaca buku setebal bantal di perpustakaan.
Ada yang berpendapat membaca buku lewat media baru (tablet dan sejenisnya) nggak asyik, nggak praktis, karena nggak bisa dibawa ke mana-mana?
Sebuah alasan, yang menurut saya berlebihan. Pasalnya, membaca buku via media baru, justru lebih praktis dan bukunya bisa dibawa ke mana-mana, bahkan saat sedang berada (maaf) di toilet. Yang dibawa ke mana-mana bukan hanya satu buku, tapi ribuan buku, sekalian dengan lemarinya, bahkan ruang perpustakaannya.
Ada pula yang bependapat membaca buku via tablet tidak enak, sebab nggak bisa dilipat-lipat. Siapa bilang? Untuk sementara ini tablet memang tidak bisa dilipat-lipat, tapi dalam waktu dekat, Samsung bakal mengeluarkan tablet yang elsatis dan bisa ditekuk-tekuk atau digulung.
Oleh sebab itu, saya bisa memahami jika teman Ditta yang sedang mengikuti konferensi internasional di Irlandia itu ditanya oleh para peserta, mana ebook-nya.
Buku yang saya tulis Merekayasa Fakta Menjadi Berita memang ada versi cetaknya, diterbitkan penerbit Kurnia Esa. Namun, karena penerbitnya hanya mendistribusikan buku tersebut di kampus-kampus, orang awam tidak bisa membelinya di toko buku.
Setelah saya revisi dan saya lengkapi dengan materi tentang citizen journalism, saya kemudian memutuskan memublikasikan buku versi baru itu secara online berbasis ebook di wayangfoce. Dengan begitu, siapa pun bisa membeli buku tersebut dari mana dan kapan pun, tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.
Para penggiat citizen journalism bisa belajar bagaimana menulis berita dan produk jurnalistik lainnya dengan membaca buku tersebut. Harga buku tersebut Rp 50.000. Menurut saya, harga ini relatif lebih murah jika Anda harus membeli buku tersebut di toko buku yang pastinya Anda harus mengeluarkan biaya ekstra untuk transpor beli bensin, bayar parkir, atau mentraktir teman.
Bahasa yang saya gunakan di dalam buku tersebut sangat sederhana, menggunakan bahasa sehari-hari layaknya saya sedang berbicara dengan mahasiswa saya di dalam kelas. Teman dosen berkomentar, “kok seperti cerpen, ya?” Sementara beberapa mahasiswa bilang, “bapak bisa saja, lucu. Enak ngebacanya.”
Lewat pesan pribadi, kepada Ditta, saya menjelaskan mengenai proses penerbitan ebook lewat wayangforce, termasuk soal bagi hasil (bukan royalti) yang pastinya lebih menguntungkan daripada menerbitkan buku (cetak) bersistem royalti
Jika setelah membaca tulisan ini, Anda tertarik untuk menerbitkan ebook, saran saya, naskah ebook Anda sebaiknya dibaca atau diedit dulu oleh teman Anda yang mengetahui soal tata bahasa, sebab Wayangforce tidak menyiapkan jasa editor. Sebelum buku Anda diterbitkan (untuk yang pertama kali), pihak iTunes akan memverifikasi penulis/penerbit lebih dulu. Setelah lolos dari iTunes, barulah wayangforce menerbitkannya setelah Anda menandatangani MoU antara Anda dan Wayangforce.
Semoga catatan ini dapat memberikan wacana baru bagi teman Ditta yang bertekad mengikuti jejak saya, juga Anda yang berkecimpung di dunia tulis menulis dengan cara baru. Sukses untuk Anda semua.*
thanks pak hehe sangat membantu info-infonya… kalau ada yang mau terbitkan buku pak Gantyo deh cocok banget buat editornya :D.. tapi mmg sih baca buku dengan format e book simple banget muat banyak buku dalam satu tool 😀