Editorial Media Indonesia: Inkonsistensi Pemimpin

1. PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) soal Susno Duadji: “Polisi dan jaksa, tegakkan hukum seadil-adilnya.” 2. SBY soal GKI Yasmin: “Semua pihak duduklah bersama mencari jalan keluar.”

 Lha, hukum mau dibawa ke mana? Berikut editorial Media Indonesia, edisi Selasa 30 Mei 2013: 

KEJAKSAAN Agung pun resmi memasukkan Susno dalam daftar pencarian orang (DPO). Artinya, purnawirawan perwira tinggi polisi bintang tiga itu menjadi buron. Segenap aparat kejaksaan dan kepolisian di seluruh negeri diminta menangkap dia.

Eksekusi Susno yang terkatung-katung menimbulkan kegeraman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Setelah kembali ke Tanah Air seusai kunjungan kerja ke luar negeri pada Jumat (26/4), Presiden menginstruksikan kepolisian dan kejaksaan untuk menegakkan hukum seadil-adilnya terhadap Susno.

Kita mengapresiasi kesigapan Presiden. Instruksi itu memperlihatkan sensitivitas Presiden mengenai adanya ketidakpastian hukum setelah putusan Mahkamah Agung menolak kasasi Susno. Perintah itu bermakna Susno harus dieksekusi karena sudah ada putusan final dan mengikat.

Namun, sikap berbeda diperlihatkan Presiden Yudhoyono dalam kasus Gereja Yasmin di Bogor, Jawa Barat. Meski putusan Mahkamah Agung memenangkan Gereja Yasmin, Presiden bukannya memerintahkan agar putusan itu dieksekusi, melainkan meminta semua pihak duduk bersama mencari jalan keluar terbaik setelah terjadi reaksi penolakan atas putusan itu. Akibatnya, kasus Gereja Yasmin hingga saat ini terkatung-katung.

Presiden juga meminta para menteri asal parpol berkonsentrasi dalam tugas sebagai pejabat negara. Jika tidak bisa membagi waktu dan harus menyukseskan tugas politik, para menteri diminta mundur. Akan tetapi, Presiden sebagai Ketua Umum Partai Demokrat justru mencalonkan lima menteri dari Demokrat sebagai caleg.

Sejujurnya contoh-contoh itu bermuara pada satu hal, yakni adanya inkonsistensi. Sikap yang tidak konsisten itu menimbulkan ketidakpastian hukum, selain memperlihatkan adanya kepentingan tersembunyi.

Sikap inkonsistensi itu semakin kentara karena Presiden selalu berkilah tidak akan mengintervensi hukum. Namun, dalam dua kasus yang sama-sama telah berstatus in kracht van gewijsde, sikap Presiden justru berbeda.

Berkali-kali melalui forum ini kita ingatkan bahwa ketegasan Presiden untuk memerintahkan para pihak agar melaksanakan eksekusi atas vonis hukum sama sekali bukanlah intervensi.

Ketegasan pemimpin muncul jika sang pemimpin tidak memiliki kepentingan lain kecuali menciptakan rasa adil bagi warganya. Jika pemimpin memiliki agenda-agenda tersembunyi, akan muncul banyak kilah yang kelak akan terlihat tumpang-tindih alias tidak konsisten.

Karena itu, para pemimpin harus satu kata dan perbuatan. Satunya kata dan perbuatan ialah sebuah konsistensi. Melontarkan pernyataan dan sikap yang sama untuk kasus-kasus hukum yang sama-sama sudah diputus lembaga peradilan merupakan sebuah konsistensi pula.

Negara ini ialah negara hukum. Meski banyak pejabat hukum dipilih melalui proses politik, mereka tetaplah hamba-hamba hukum yang semestinya setia mengabdi kepada hukum, bukan kepada politik. Jika hukum hanya dijadikan perias politik dan pematut citra diri, perlahan negara ini terkubur dalam malapetaka ketidakadilan.

Comments (0)
Add Comment