BERSAMA dengan teman-teman dari Media Indonesia dan Metro TV, saya hari ini (Rabu 1 Mei 2013) memberikan pelatihan jurnalistik – dikemas dalam acara Workshop Komunikasi Massa dan Jurnalistik — di depan para pejabat eselon I dan II Pusat Diseminasi Iptek Nuklir-Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) di Wisma Batan, Cipanas, Puncak, Jawa Barat.
Selain kami (Direktur Pemberitaan Metro TV Suryopratomo, presenter Nazwa Shihab, Direktur Pemberitaan Media Indonesia Usman Kansong, wartawan senior MI Abdul Kohar dan Ade Alawi), ada pula Prof Dr. Ibun Hamad, pakar komunikasi dari Universitas Indonesia.
Dalam pelatihan yang berlangsung tiga hari itu, saya diminta mengajarkan materi menuangkan gagasan lewat blog. Itu berarti, kepada para peserta, saya harus menjelaskan bagaimana membuat blog. Sesuatu yang tidak asing bagi anak-anak muda sekarang, tapi terasa baru bagi generasi “jadul”, apalagi bagi para pejabat yang lazimnya menyerahkan soal-soal teknis seperti itu kepada sekretaris atau stafnya.
Sampai sedemikian jauh, saya belum tahu, dari 20 pejabat eselon I dan II yang ikut dalam lokakarya yang diselenggarakan Batan bekerja sama dengan Media Indonesia itu, berapa banyak yang telah memiliki blog dan otomatis menjadi penggiat citizen journalism.
Setelah saya bertanya kepada para peserta, ternyata sebagian besar belum pernah membuat blog, menjadi blogger dan aktif menulis di new media (dunia maya). Saya bisa maklumi, sebab para pejabat itu sebagai abdi negara tentu memiliki kesibukan sendiri mengurus soal-soal yang berkaitan dengan pengembangan energi nuklir, sesuatu yang selama ini dikesankan oleh banyak orang sebagai sesuatu yang menakutkan (membahayakan).
Nah, menghadapi cara pandang keliru soal nuklir inilah yang seharusnya diluruskan oleh orang-orang yang tahu “jeroan” nuklir dan manfaatnya kepada masyarakat melalui (antara lain) lewat tulisan, foto, video dan sebagainya. Media apa yang paling praktis digunakan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat? Ya, lewat web pribadi. Bentuk yang paling sederhana adalah blog (bisa blogspot, wordpress, tumbler, dan masih banyak lagi).
Portal-portal berita seperti detik.com dan kompas.com, dan lain-lain, juga memberikan keleluasaan penuh kepada anggota masyarakat untuk ngeblog guna menyalurkan gagasan-gagasan brilian. Sayang, kalau peluang yang sudah diberikan secara terbuka, tidak kita manfaatkan.
Fakta tak terbantahkan, sebagaimana tertulis dalam proposal panitia penyelenggara lokakarya, perkembangan komunikasi massa semakin pesat dari hari ke hari. Pun demikian dengan perubahannya yang cakupannya tidak lagi hari, tapi detik.
Dunia sekarang menjadi kampong global tak berbatas. Setiap informasi yang terjadi dan bersumber dari siapa pun dan di belahan bumi mana pun, sekarang bisa diakses dengan begitu mudah oleh siapa pun.
Dengan segala gemerlap kemajuan di atas, tentu saja, begitu pengantar panitia penyelenggara, “tentu saja kita tidak ingin menjadi penonton. Akan tetapi kita harus berpartisipasi dalam memberikan informasi dan pemikiran berharga kepada khalayak.”
Wujudnya? Para pejabat Batan ya harus terlibat aktif dalam fenomena citizen journalism (jurnalisme warga), social media, e-paper, dan konvergensi media. Esensi dari konvergensi adalah percampuran dari media, telekomunikasi dan computer yang bergabung menjadi satu dalam berbagai bentuk media dengan format digital.
Benar apa yang disampaikan panitia penyelenggara dalam lampiran suratnya kepada kami yang dipercaya menjadi pelatih/instruktur, bahwa menulis artikel ilmiah popular di media massa dewasa ini merupakan hal yang biasa dilakukan oleh seorang yang mempunyai hobi menulis. Hal ini akan menjadi lebih menarik jika penulisnya adalah seorang pejabat atau pakar di bidang iptek nuklir.
Pejabat eselon I dan II sudah memulainya dengan melakukan langkah kecil, mengikuti pelatihan jurnalistik yang dipercayakan kepada Media Indonesia. Dalam urusan pernukliran agar tersosialisasi dengan baik di masyarakat, kalau bukan mereka yang melakukannya, lantas siapa? Kalau tidak sekarang, kapan lagi?[]
ada kesalahan makna, pusat diseminasi adalah salajsatu es II dan sebaiknya es I, II dan III Badan Tenaga Nuklir Nasional. workshop diselenggarakan atas kerma antara pusat diseminasi iptek nuklir dan Media Indonsia.
serta pakar komunikasi Ibnu Hamad, tks
Kondisi generasi "jadul" yang ingin komunikasi lewat dunia maya berbanding terbalik dengan generasi "new wave". Mereka ingin para pejabat sering turba dan diskusi langsung. Hmmm, perlu jembatan komunikasi lagi?