Surat Terbuka Buat Komjen Budi Gunawan: Ksatrialah

BAPAK Komjen Budi Gunawan yang saya hormati. Izinkan saya lancang menulis surat terbuka ini di saat banyak orang juga melakukan hal yang sama, karena tidak mungkin bertemu langsung dengan Bapak. Semoga surat ini sampai ke Bapak. Meskipun tidak sampai, ya tidak apa-apa, yang penting, saya sebagai manusia yang dikaruniai Tuhan akal dan budi bisa mengungkapkan isi pernyataan kepada Bapak dan diketahui manusia-manusia lain melalui perantaraan media sosial.
Saya mohon maaf, sebab sebelum Presiden Joko Widodo (Jokowi) memilih Bapak sebagai calon tunggal Kapolri, saya tidak mengenal Bapak. Saya baru tahu siapa sesungguhnya Bapak, setelah banyak orang (mungkin lebih dari 70 persen rakyat Indonesia) tidak setuju Bapak dicalonkan jadi Kapolri, sebab (maaf) Bapak punya rekening jumbo yang di dalamnya terera angka yang tak jelas asal usulnya, apalagi setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bapak sebagai tersangka.
metrotvnews
Benar, Pak, setelah lembaga antikorupsi yang kini Bapak tidak sukai itu menetapkan Bapak sebagai tersangka, saya baru mengetahui, Bapak ternyata pernah menjadi ajudan Megawati Soekarnoputri saat ia menjadi presiden. Dari latar belakang Bapak, orang bodoh pun akhirnya sontak menjadi pintar dan lihai menganalisis bak seorang akademikus bahwa Bapak dipromosikan menjadi Kapolri pasti atas usulan perempuan yang pernah Bapak kawal.
Percumalah Bapak membantah analisis-analisis yang mendekati kebenaran tersebut. Percuma juga Bapak membantah bahwa promosi Megawati atas diri Bapak menjadi Kapolri tidak didukung partai-partai yang selama ini mengusung Jokowi sebagai presiden. Sampai mulut Anda berbusa pun membantah sinyalemen tersebut, rakyat tidak akan percaya, apalagi setelah media massa mengungkap bahwa Bapak-lah yang selama ini membantu dan memberikan dukungan kepada PDIP dalam proses pencalonan Jokowi sebagai presiden dan “menjegal” keinginan Ketua KPK Abraham Samad menjadi calon wakil presiden mendampingi capres (waktu itu) Jokowi.
Ah, sudahlah, Pak. Tak usahlah mendendam kepada Abraham Samad. Yang sudah biarlah berlalu. Bapak sudah ditetapkan sebagai tersangka. Saya dan pasti rakyat di negeri ini menyesali atas peristiwa ini dan sayangnya Bapak terlibat di dalamnya. Gara-gara kasus ini, sungguh, Pak, kata “percaya kepada polisi” seolah hilang dari kamus bahasa Indonesia. Masyarakat  seolah tak mengenal kata-kata itu lagi, karena tak lagi berlaku buat institusi, tempat di mana Bapak selama ini mengabdi.
Dituduh punya rekening obesitas, Bapak lantas berontak dan lewat tim hukum, Bapak kemudian mempraperadilankan KPK. Berusaha “menjunjung tinggi” hukum, langkah itu memang sewajarnya Bapak tempuh, meskipun saya ragu, apakah cara itu efektif untuk kemudian menghasilkan cerita atau fakta baru bahwa Bapak bersih dan angka Rp 56 miliar yang ada di rekening Bapak itu bersumber dari bisnis Bapak atau warisan nenek moyang Bapak.
Jika pengadilan kelak ternyata bisa membuktikan bahwa rekening gendut Bapak bersumber dari bisnis yang Bapak lakukan (bersama keluarga), bukankah hal itu akan memunculkan masalah baru? Bukankah pejabat atau abdi negara dilarang berbisnis saat masih aktif menjabat? Jika bisnis keluarga Bapak jadikan alasan untuk menjelaskan asal usul rekening  jumbo Bapak, itu berarti Bapak telah menyalahgunakan jabatan Bapak.
Membaca Majalah Tempo edisi 19-25 Januari, saya dan sebagian masyarakat menjadi tahu sepak terjang Bapak di insitusi Polri, termasuk lika-liku dana jumbo yang mengalir ke rekening Bapak dan orang-orang dekat Bapak. Tempo memfitnah Bapak? Silakan bantah, dan kalau perlu gugatlah majalah itu jika Bapak benar.
Maaf, Pak, kalau saya menggurui Bapak. Kejujuran itu milik pribadi. Ia bagaikan sebuah harta. Jaksa, hakim, apalagi KPK tidak bisa mengambil “harta” itu dari Bapak. Karena kejujuran itu milik Bapak, maka hanya Bapak dan Tuhan-lah yang paling tahu. 
Maaf, Pak, saya tidak tahu apa agama Bapak? Jika Bapak seorang Muslim, jadilah Muslim yang baik. Hormati dan jagalah wibawa Nabi Muhammad SAW yang Bapak jadikan junjungan dan teladani hingga kelak Tuhan memanggil Bapak. Jangan kotori dan nodai ajaran-ajarannya. Sayangilah Beliau.
OK, saya bisa pahami untuk meneladani Beliau memang berat. Jika memang begitu, sebagai langkah awal, Bapak bisa meneladani dulu Wakil Ketua Bambang Widjojanto yang oleh teman-teman Bapak di Bareskrim telah dijadikan tersangka dalam kasus kesaksian palsu. Informasi yang saya dengar, Bambang Widjojanto mengundurkan diri sebagai komisioner KPK, karena dia tahu diri berstatus tersangka.
Oleh sebab itu, jika memang Bapak seorang negarawan dan anggota Bhayangkara sejati yang berjiwa ksatria, sebaiknya Bapak juga mengundurkan diri sebagai calon Kapolri sampai status hukum Bapak terang benderang. Jika memang Bapak merasa tidak bersalah, berharaplah hanya kepada Tuhan, sebab hanya Dia-lah yang sanggup memberikan pertolongan kepada umat-Nya yang mau bersimpuh di hadapan-Nya.
Bapak Budi Gunawan yang saya hormati.
Perlu Bapak ketahui, masalah yang Bapak  hadapi sekarang sesungguhnya adalah pendorong Bapak untuk melakukan langkah  penting yang akan membawa Bapak lebih dekat kepada gol dan tujuan Bapak yang jauh lebih besar. Saya percaya, tanpa masalah, Bapak  tidak akan terdorong untuk mencoba berbagai hal. Jangan batasi kemampuan yang Bapak miliki.  Percayalah, Tuhan akan menyertai Bapak selama Bapak beriman kepada-Nya dan mematuhi perintah-perintah-Nya.
Jika ada pertanyaan, siapa “orang terkuat” di Indonesia sekarang ini? Jawabnya, siapa lagi kalau bukan Bapak. Bayangkan, seorang presiden sekaliber Jokowi dan seorang ketua umum partai besar Megawati (ditambah para ketua umum parpol lain) mendukung Bapak sebagai calon tunggal Kapolri. Sayang memang dukungan mereka tak berimbang dengan reputasi yang Bapak miliki, sehingga menurut banyak orang, dukungan kolega Bapak itu berubah menjadi salah langkah. Tak apalah, ini bukan salah Bapak.
Sadarilah, Pak, Bapak kini menjadi orang sangat penting di negeri ini. Negeri ini hancur atau tetap tegak tergantung kepada Bapak, bukan bergantung kepada presiden apalagi para ketua umum parpol yang bernaung di bawah Koalisi Indonesia Hebat. Tidak, Pak, tergantung kepada Anda. Jika Bapak tetap bersikukuh berstatus sebagai calon Kapolri, maka sesungguhnya sikap dan keteguhan hati Bapak bisa “membunuh” Jokowi, juga Megawati. Musuh-musuh Jokowi tidak perlu repot berpikir bagaimana “membunuhnya.”
Coba, Bapak amati berbagai opini yang berkembang di luar lingkungan Bapak. Apa pun yang dilakukan Presiden Jokowi, selalu dianggap salah (jangan-jangan memang salah). Hari ini (Senin 26 Januari 2015) beredar kabar bahwa Presiden Jokowi akan membentuk tim independen untuk menyelesaikan kasus KPK-Polri yang diakui atau tidak dipicu oleh kasus yang menimpa Bapak. Langkah bijak Jokowi ini pasti akan dianggap tidak bijak, sehingga dengan mudah orang mengatakan: “Lha ke mana itu sembilan anggota dewan pertimbangan presiden yang baru dilantik seminggu yang lalu? Apa kerjanya?” 
Bayangkan, Pak, hanya gara-gara kasus Bapak (jangan samakan dengan pribadi Bapak), semua orang terbawa-bawa ikut bersalah dan dianggap tidak bekerja. Kasihanilah Pak Jokowi dan para pembantunya.
Bapak Budi Gunawan yang semoga tidak resah.
Sadarilah, Pak, banyak orang (apalagi “musuh politik”) yang ingin menjerumuskan Presiden Jokowi menyangkut pencalonan Bapak sebagai Kapolri. Beralasan Bapak tidak berkenan mengundurkan diri dan menghormati konstitusi, Presiden disarankan agar segera melantik Bapak sebagai Kapolri, lalu beberapa hari kemudian memberhentikan Bapak.
Saran itu dimunculkan, sebab dalam Pasal 11 ayat (5)  UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian disebutkan: “Dalam keadaan mendesak, Presiden dapat memberhentikan sementara Kapolri dan mengangkat pelaksana tugas Kapolri dan selanjutnya dimintakan persetujuan DPR.” 
Penjelasan pasal tersebut menyatakan: “Yang dimaksud dengan dalam keadaan mendesak ialah suatu keadaan yang secara yuridis mengharuskan presiden menghentikan sementara Kapolri karena melanggar sumpah jabatan dan membahayakan keselamatan negara.”
Bapak Budi Gunawan, kalau memang itu yang dilakukan Presiden Jokowi, pasti akan memunculkan cercaan dan menganggap Jokowi plinplan. Saya yakin Bapak pasti sudah membaca apa yang ditulis ahli hukum tata negara Refli Harun di majalah Tempo edisi 25 Januari-1 Februari 2015 bahwa bila Bapak diangkat lalu diberhentikan, banyak orang akan memersoalkan, sumpah jabatan apa yang Bapak langgar? Bagaimana mungin baru disumpah, Bapak sudah dinilai melanggar sumpah jabatan. Terlebih perbuatan Bapak diembel-embeli dengan membahayakan keselamatan negara.
Rumit bukan? Sekali lagi, kasus Bapak menghadapkan Presiden Jokowi pada masalah layaknya judul film Warkop DKI “Maju Kena Mundur Kena”.  Oleh sebab itu saya sependapat dengan saran Refli Harun, sebaiknya Bapak mengundurkan diri. Jangan sampai persoalan menjadi bertambah rumit manakala nanti KPK menahan Bapak. Konflik antara KPK yang didukung mayoritas rakyat dan Polri pasti akan semakin besar.
Siapa yang menentukan perseteruan itu segera berakhir? Bukan, Pak, bukan Menko Polkam yang kini banyak bicara itu? Bukan Presiden Jokowi. Bukan Megawati. Bukan pula para ketua umum partai politik pendukung Bapak. Sang penentu adalah orang penting di negeri ini, yaitu Bapak. Ya, seorang ksatria yang taat beragama bernama Budi Gunawan.
Saya yakin Bapak-Ibu Anda memberi nama Bapak setelah melalui pergumulan yang sangat dalam. Orang tua Anda memberi nama Anda Budi tentu dikandung maksud kelak setelah dewasa dan menjadi “orang”, Anda menjunjung tinggi budi pekerti, perbuatan baik dan akhlak mulia. Orang tua Anda memberi nama belakang Gunawan tentu berharap putra tercintanya kelak kalau sudah sukses dapat menjadi anak yang berguna bagi banyak orang, terutama bangsa, negara dan agama. Dalam Islam, “gunawan” juga mengandung makna mensejahterakan.
Bapak Gunawan ksatria Bhayangkara. Saya percaya Bapak tahu dan sadar akan makna nama Anda. Rakyat Indonesia menunggu keputusan Anda, sehingga bangsa ini menjunjung tinggi budi yang baik untuk meraih kesejahteraan. Jangan malah membuat kami lelah.
Sukses untuk Bapak. Salam untuk keluarga. Semoga Tuhan memberikan ketabahan dan membukakan pintu hati Bapak untuk kebaikan negeri ini.[]
Comments (0)
Add Comment