SORAK-SORAK bergembira. Itulah gegap gempita yang muncul dalam dua pekan ini begitu Presiden Joko Widodo (Jokowi) “tersandung” kasus pencalonan Komjen Budi Gunawan (BG) sebagai Kapolri dan berekor panjang menjadi drama “KPK Vs Polri.”
Persoalan yang menimpa Jokowi dijadikan momentum lawan politiknya — juga oleh mereka yang tempo hari tak memilihnya dalam pemilu presiden — sebagai pembenaran atas pilihan politiknya.
“Betul, kan, apa yang saya katakan bahwa Jokowi itu tidak pantas jadi presiden. Dia itu orang bodoh yang tidak punya pengalaman memimpin. Jadi wali kota dan gubernur saja nggak becus, kok mau jadi presiden. Dia itu nggak lebih dari petugas partai. Makanya waktu itu saya bilang jangan pilih dia jadi presiden. Sekarang kamu nyahok, kan?”
metrotvnews.com |
Setidaknya kata-kata seperti itu yang hari-hari ini dilontarkan banyak orang, terutama oleh mereka yang pada pilpres tempo hari tak sudi memilih Jokowi. Jangankan mereka yang tak memilihnya, mereka yang jelas-jelas mendukung Jokowi pun melakukan aksi balik badan, dan memanfaatkan media sosial untuk cuci tangan layaknya Pontius Pilatus di zaman Yesus.
Pernyataan pribadi yang dimeteraikan di status akun pribadinya “saya menyesal telah memilih Jokowi” dijadikan sebagai medium untuk mengungkapkan “pengakuan dosa” yang sebenarnya bermakna: “Maaf, mulai saat ini saya tidak ikut bertanggung jawab atas apa yang dilakukan presiden pilihan saya.”
Tidak tanggung-tanggung, tokoh PDIP sekaliber Effendi Simbolon pun mengungkapkan secara terbuka yang menyudutkan Jokowi bahwa Jokowi terlalu prematur menjadi presiden.
Pernyataan itu pun disambar media massa dan dijadikan berita panas lalu diberitakan sambung menyambung. Pemberitaan semacam itu pastinya sangat diharapkan oleh lawan-lawan politik Jokowi sebagai bagian episode untuk mempercepat jatuhnya pemerintahan Jokowi yang ditargetkan dua tahun, syukur-syukur kurang dari itu.
Pencalonan BG sebagai Kapolri dan kemudian disambar KPK dengan menjadikan BG tersangka kasus rekening gendut memang jadi makanan empuk yang siap disantap lawan politik Jokowi untuk memojokkan Jokowi. Ditambah tindakan polisi yang menersangkakan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto membuat masalah yang harus ditanggung Jokowi semakin berat.
Mereka yang tidak senang atau nyinyir kepada Jokowi terus bersorak-sorak gembira, dan apa yang dilakukan Jokowi pasti salah. Berikut “kesalahan” Jokowi di mata lawan politiknya:
1. Penunjukan tim independen untuk mengurai kasus Polri-KPK sebagai tindakan berlebihan, karena tidak memanfaatkan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), lha buat apa Wantimpres yang baru saja dilantik?
2. Wantimpres yang anggotanya dilantik pekan lalu pesanan dari partai-partai pendukung, dan hanya sebagai tempat penampungan para pensiunan. Ini membuktikan bahwa Jokowi benar-benar adalah boneka.
3. Siang tadi (Kamis 29 Januari) Jokowi bertemu dengan Prabowo Subianto di Istana Bogor. Pertemuan itu membuktikan Jokowi takut dikeroyok DPR jika ia mengajukan nama baru calon Kapolri ke DPR setelah Tim 9 minta kepadanya agar tidak melantik Budi Gunawan.
4. Jokowi tidak punya sikap dan pendirian, karena selalu minta kepada pihak lain memberikan rekomendasi jika ia menghadapi masalah yang tidak bisa diputuskan sendiri, termasuk dalam kasus Polri vs KPK.
5. Jokowi dalam cengkeraman para ketua umum partai politik pendukungnya, terutama Megawati dan Surya Paloh. Jokowi tidak bisa menolak jika kedua orang ini minta sesuatu kepadanya.
6. Jokowi cuma bisa ngomong. Nama kabinetnya adalah Kabinet Kerja, tapi para pembantunya yang dipercaya menjadi menteri sampai sekarang belum bekerja.
7. Ada survei yang membuktikan bahwa meskipun baru berusia 100 hari, pemerintahan Jokowi memiliki prestasi lumayan luar biasa dibanding pemerintahan sebelumnya. Ah, lembaga survei yang mengadakan survei dan mengunggulkannya dibayar oleh timnya Jokowi.
8. Jokowi tidak tegas, karena tidak segera membatalkan pencalonan BG sebagai Kapolri padahal jelas-jelas telah ditetapkan sebagai tersangka kasus rekening gendut oleh KPK.
Tapi, pikiran negatif di atas tidak ada artinya apa-apa jika dibandingkan dengan konspirasi yang ditengarai sedang dilakukan pihak-pihak tertentu yang secara terstruktur, sistematis dan massif akan menggulingkan Jokowi dengan cara yang seolah-olah konstitusional. Adalah Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan, pengamat intelijen, yang mengungkapkan gelagat itu sebagaimana dipublikasikan di situs islamtoleran.com hari ini (Kamis 29 Januari).
Mendasari analisisnya berdasarkan teori dan cara-cara yang dilakukan di dunia intelijen, Prayitno mengungkapkan bahwa kasus Polri-KPK merupakan bagian dari rekayasa atau strategi pihak tertentu yang tidak menghendaki Jokowi menjadi presiden. Operasi intelijen ini sengaja dirancang agar Jokowi jatuh sama persis dengan saat Gus Dur lengser dari tampuk kekuasaannya sebagai presiden.
KPK versus Polri, masih menurut Prayitno sengaja diatur sedemikian rupa, sehingga Jokowi mengalami kesulitan saat harus memutuskan akan terus melantik atau membatalkan Budi Gunawan sebagai Kapolri. Konspirasi jahat itu mengatur sedemikian rupa, sehingga apa pun yang diputuskan Jokowi salah, sehingga ada alasan bagi DPR memakzulkan Jokowi.
Silakan Anda baca sendiri analisis Prayitno Ramelan di sini: http://www.islamtoleran.com/ada-konspirasi-jahat-untuk-menjatuhkan-jokowi/
Saya berharap semua itu tidak akan terjadi.[]