Lelaki Santun Itu Bernama Jonru Ginting

LELAKI berkumis tipis yang duduk di depan saya ketika itu tidak banyak bicara. Ia begitu santun dan tekun mendengarkan “tuan rumah” yang mengundang saya dan laki-laki itu menjelaskan tentang bukunya yang baru terbit.

Belakangan saya baru tahu, laki-laki santun itu adalah Jonru Ginting yang tak disukai pendukung Jokowi (saat pilpres), karena tulisan-tulisannya di media sosial dianggap tidak santun dan (katanya) menebar kebencian.

 

Lelaki itu belakangan juga tidak disukai banyak orang, terutama para netizen, karena komentar-komentarnya di media sosial (medsos) dianggap menghasut, sinis dan mengandung “kebencian” kepada kelompok minoritas dan bersentimen SARA.

“Tuan rumah” yang saya maksud adalah Arvan Pradiansyah, motivator dan penulis sejumlah buku. Waktu itu tahun 2012. Arvan mengundang saya dan Jonru Ginting, juga penulis dan penggiat media lainnya, dalam rangka peluncuran buku barunya berjudul I Love Monday. 

Sambil makan siang di Kafe Betawi yang berlokasi di Plaza Indonesia Jl Thamrin, Jakarta Pusat, kami berbincang-bincang tentang banyak hal. Jonru duduk satu meja dengan saya. Saya dan Jonru terlibat pembicaraan dengan topik yang sangat dekat dengan kami, yaitu dunia tulis menulis dan perbukuan.

Jonru sangat bersemangat berbicara ketika saya bertanya kepadanya tentang profesinya sebagai penulis dan “guru” menulis. Ia mengaku punya lembaga pendidikan dan pelatihan menulis.

Dalam kesempatan itu, ia juga mengungkapkan kegelisahannya sebagai penulis, yang menurut dia, kurang dihargai oleh penerbit, karena penerbit hanya memberikan royalti tak seberapa kepada penulis. Selain itu, katanya, banyak penerbit yang tidak rutin dan transparan dalam memberikan laporan tentang berapa banyak buku yang telah terjual kepada penulisnya.

Dilatarbelakangi kenyataan itulah, Jonru belakangan lebih senang menerbitkan bukunya secara indie (self publishing). Dia kemudian menunjukkan kepada saya buku berjudul Cara Dahsyat Menjadi Penulis Hebat. Buku yang ditulisnya itu kemudian diberikan kepada saya.

Cara dia bicara tidak sekeras cara ia menulis. Karena itu saya agak terkejut ketika banyak orang menyimpulkan Jonru sebagai penulis yang tidak punya etika dan tidak punya sopan santun sebab buah pikirannya yang dituangkan ke dalam tulisan sarat dengan fitnah dan insinuasi.

Ironis memang. Orang-orang yang membencinya kerap menyebarluaskan tulisan-tulisan Jonru yang penuh kebencian itu ke medsos sebagai bukti/alasan untuk mengecamnya. Tanpa disadari, orang-orang yang tidak senang dengannya secara tidak langsung telah semakin melambungkan namanya.

Semua soal itu telah menjadikan Jonru sebagai penulis hebat. Ia telah berhasil membuktikan apa yang ditulis di dalam bukunya bagaimana cara dahsyat menjadi penulis hebat. Ia tidak saja berteori, tapi juga mempraktikkannya.

Sebagai orang yang berkecimpung di dunia tulis menulis, saya memberikan apresiasi kepada Jonru yang telah memilih jalur “sesat” dalam dunia kepenulisan. Ia memilih semua itu dengan sadar dan penuh risiko. Boleh jadi inilah bentuk perjuangan laki-laki bernama asli Jon Riah Ukur Ginting ini. Terus terang, saya tidak berani melakukan seperti apa yang dilakukan Jonru.

Jonru Ginting berjuang lewat tulisan meskipun buah pikirannya yang dituangkan lewat rangkaian kata-kata  di medsos sering dianggap ngawur oleh banyak orang. Lelaki kelahiran 7 Desember 1970 ini rupanya sudah gemar menulis ketika dia masih belajar di sekolah dasar.

Ia mulai menekuni dunia penulisan sejak tahun 1990. Semasa masih menjadi mahasiswa di Universitas Diponegoro Semarang, ia juga aktif dalam kegiatan pers  kampus. Jonru pemilik  web PenulisLepas.com, BelajarMenulis.com, Ajangkita.com. Ia menjadi pelopor menulis via internet di Indonesia SekolahMenulisOnline.com, dan pendiri layanan self publishing DapurBuku.com.

Pada tahun 2009 ia pernah menjuarai Super Blog Internet Sehat Blog Award. Karena itu banyak orang tidak habis pikir mengapa Jonru kerap mempublikasikan tulisan-tulisan yang dinilai tidak sehat. Orang pun akhirnya maklum, mengapa jalan “sesat” yang belakangan ia pilih, sebab laki-laki ini aktif di sebuah partai politik.

Namun, sekali lagi, saya menghargai pilihan laki-laki yang kini tampaknya lebih aktif menulis beraliran (genre) keras ketimbang bergenre santun. Karena itu saya tidak ikut-ikutan menandatangani petisi melalui Change.org agar dia dipenjarakan karena tulisannya.

Idealnya, buah pikiran yang dituangkan lewat teks harus dilawan lewat/dengan teks. Persoalannya, “musuh-musuh” Jonru pastinya tidak tega melawan teks yang dibuat Jonru dengan teks serupa. Tak elok membalas “kejahatan” dengan “kejahatan.”

Oleh sebab itulah sebuah petisi berjudul “Jebloskan Jonru Ginting ke Penjara” di situs Change.org langsung disambut para netizen. Adalah seorang bernama Hendrik Wibowo yang membuat petisi tersebut.

Alasan Hendrik sebagaimana dijelaskan di change.org, sepak terjang Jonru di dunia maya telah membuat resah sejak  Pilpres 2014 lalu. “Sepak terjangnya di dunia maya makin ke sini sudah makin mendekati tahap keterlaluan. Menuduh Quraish Shihab sebagai syiah, mengedit spanduk untuk menjelekkan Jokowi, mendiskreditkan NU dengan isu Islam Nusantara sesat, memprovokasi masyarakat untuk membenci Ahok, adalah segelintir contoh dari perbuatan buruknya yang selalu dia tutupi dengan istilah dakwah membela kebenaran,” tulis Hendrik.

Puncak kekesalan Hendrik adalah fitnah yang dibuat Jonru baru-baru ini dan disebarluaskan lewat medsos.  “Jonru terang-terangan memajang sebuah fitnah. Ia menuduh seseorang bernama Heru Santoso sebagai admin dari situs islamtoleran. Padahal nyatanya hanya sama namanya, orangnya 100% berbeda! Orang ini, Heru Santoso, akan menjadi sasaran kebencian dari orang yang terlanjur termakan fitnah yang sempat dipajang oleh Jonru Ginting di fanpage-nya,” ungkap Hendrik.

“Mari kita sama-sama mendukung Heru Santoso untuk melaporkan Jonru ke pihak kepolisian dengan tuduhan pencemaran nama baik lewat media sosial. Sekaligus menghentikan segala fitnah, provokasi, penggiringan opini dari pria bernama lengkap Jon Riah Ukur Ginting ini yang banyak orang prediksikan sanggup membuat anak bangsa menjadi saling membenci satu sama lain, dan keutuhan NKRI bukan tidak mungkin akan mulai runtuh secara pelan-pelan,” ajak Hendrik.

Tak sampai hitungan sepekan, petisi itu telah ditandatangani 40.000-an orang. Saya tidak tahu apakah Jonru gentar dengan petisi tersebut. Saya juga tidak tahu, apakah Jonru justru akan melakukan perlawanan.

Sebagai penggiat dunia tulis menulis, saya berharap lelaki ini bisa lebih santun saat menulis sesantun sosoknya ketika saya berjumpa dengannya. Seorang penulis sekaliber Jonru pasti punya hati yang sangat lembut. Hanya iblis saja yang tidak rela seorang manusia berhati lembut.[]

 

Comments (1)
Add Comment
  • Ron

    ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ஜ۩۞۩ஜ▬▬▬▬▬▬▬▬▬
    Tulisan yang bagus Pak.

    Ya dalam setiap insiden selalu seperti dua sisi koin, tidak semua orang bisa melihat kedua sisinya. Cara untuk melambungkan nama seperti ini, anehnya semakin populer saja belakangan ini di Indonesia.

    Sayangnya, para pengiat cara ini kurang memperhatikan dampak yang lebih jauh tentang "kerusakan" yang mereka buat, tetapi setiap manusia memang memilih jalan dan cara hidupnya masing-masing.
    ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ஜ۩۞۩ஜ▬▬▬▬▬▬▬▬▬