Evaluasi Debat Pertama Kandidat Gubernur DKI

DEBAT kandidat calon gubernur DKI Jakarta episode pertama yang berlangsung di Hotel Bidakara Jakarta, Jumat (13 Januari) malam, berjalan dengan baik.

Ketiga pasangan calon gubernur tampil percaya diri. Di luar dugaan, pasangan nomor urut 1 (Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni), terutama Agus tampil sangat percaya diri.

Setelah mendapat kritik pedas dari para netizen selama masa kampanye di lapangan, malam tadi, Agus benar-benar memanfaatkan panggung debat kandidat untuk menunjukkan kepada publik siapa sesungguhnya dia.

Boleh jadi Agus tampil percaya diri lantaran datang ke arena debat, dia didampingi sang ayah bunda, Susilo dan Ani Bambang Yudhoyono.

Penampilan Agus bahkan (maaf) lebih oke ketimbang sang ayah saat berbicara. Agus lebih berapi-api. Banyak orang yang terkejut dengan penampilan Agus.

Agus yang kalem telah menjadi orator. Sangat mungkin perubahan penampilan pada diri Agus karena tim suksesnya mempermak habis anak muda ini agar tampil meyakinkan saat debat.

Akan halnya Anies Baswedan. Seperti yang diduga banyak orang, ia pintar merangkai kata dan itu diperlihatkan saat berdebat dan menjawab pertanyaan dari pasangan calon lain.

Ia bahkan “agak emosi” ketika Ahok mengkritik bahwa Anies lebih banyak berteori dan berbicara daripada berkarya. Dia mengatakan bahwa kata-kata itu penting. Seorang pemimpin harus banyak berkata-kata. “Tanpa kata-kata Jakarta bisa rusak,” katanya.

Tidak jelas apa korelasi kata-kata dengan kerusakan Jakarta. Namun, kita memberikan apresiasi kepada Anies, karena ketika menjawab pertanyaan Agus tentang keamanan dan pelanggaran hukum, Anies mengungkapkan selama negeri ini dipimpin presiden (10 tahun), pelanggaran hukum didiamkan dan dampak buruknya terasa hingga sekarang.

Bagaimana dengan Ahok? Ia dan pasangannya, Djarot Saiful Hidayat, beruntung, sebab punya banyak data. Menjawab pertanyaan moderator (Ira Koesno) dan dua pasangan calon lain, data itulah yang dikeluarkan guna memberikan argumentasi. “Program kami selalu kami ukur dengan angka,” kata Ahok di sesi terakhir.

Oleh sebab itu keduanya juga tampil percaya diri. Ahok mampu menjaga emosi dan kata-kata ketika mendapat “serangan” dari pasangan calon lain, sedangkan Djarot tetap bersahaja, tidak meledak-ledak.

Dalam debat malam tadi, posisi Anies dan Agus memang lebih diuntungkan, karena mereka tidak punya beban. Dengan begitu, mereka lebih leluasa mengkritik hasil kerja Ahok-Djarot. Bahkan ketika pasangan Agus dan Anies saling bertanya, materi pertanyaan dan jawabannya selalu mengarah pada “kekurangan” yang masih terlihat di Jakarta sekarang.

Debat kandidat berlangsung selama dua jam lebih. Mengikuti debat tersebut, fokus debat lebih banyak membicarakan soal keberadaan warga Jakarta. Muncul kesan, semua warga Jakarta miskin dan mereka tinggal di bantaran kali, kolong jembatan, dan kampung-kampung kumuh. Oleh sebab itulah Agus Yudhoyono merasa perlu menggerojok uang Rp 1 miliar ke setiap RW setiap tahun.

Menyimak pembicaraan Agus dan Anies, semua warga Jakarta itu selain miskin, juga tidak pernah mengenyam bangku sekolah. Berapa persen sih jumlah mereka? Lalu warga Jakarta yang kelas menengah ke atas mau dibawa ke mana?[]

 

Comments (0)
Add Comment