HAJI PONIMAN KASTURO BELAJAR BERTOBAT

0 271

“DIRI kita sekarang adalah produk dari apa yang kita pikirkan kemarin,” kata orang bijak. Saya kerap tidak mengerti, mengapa bobot kesuksesan setiap orang berbeda-beda. Yang juga kerap tidak saya mengerti “demi panggilan”, banyak orang melakukan “pertobatan” yang sangat revolusioner, bahkan berani untuk tidak populer dan hidup (menurut saya) tidak enak.

Saya punya teman seorang bankir. Lebih dari 10 tahun yang silam dia meniti karier di sebuah bank mapan. Gaji pastinya lebih dari cukup, begitu juga masa depannya. Namun di tengah perjalanan, dia bukan hanya banting setir, tapi banting haluan. Dia memutuskan untuk mengakhiri kariernya sebagai bankir dan menekadkan menjadi pendeta.

Menjadi pendeta, lagi-lagi ini menurut cara pandang saya (belum tentu benar), tidak enak. Yang dihadapi hanya persoalan, karena harus menggembalakan jemaat yang “tuntutannya” beraneka rupa.

Pun demikian dengan apa yang saya dapatkan ketika saya memberikan pelatihan penulisan kepada para pemuka agama di kota Kebumen, Jawa Tengah saat liburan kemarin (20 Juli 2009).

Di acara itu, tanpa direncanakan — apalagi disengaja — saya bertemu dengan seorang bernama Poniman Kasturo. Usut punya usut, dia ternyada adalah adik kelas saya sewaktu kuliah di Sekolah Tinggi Publisistik (sekarang Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta).

Ah, betapa keterlaluannya saya. Dia ternyata telah berteman dengan saya di Facebook. Permohonannya untuk berteman dengan saya telah saya approval lumayan lama. Karena itu saya harus berlapang dada membenarkan apa yang dikatakannya bahwa saya sombong ketika dia berdialog dengan saya. Sorry, ya Poniman.

Berkopi darat secara tidak sengaja dengannya di Kebumen, terasa hidup ini sangat singkat dan cepat berubah. Perubahan itu begitu revolusioner. Setidaknya itulah yang saya peroleh setelah mengetahui siapa sebenarnya sosok Poniman Kasturo.

Benar kata orang bijak di awal catatan ini, diri kita sekarang adalah apa yang kita pikirkan kemarin, dan siapa kita di kemudian hari adalah apa yang kita pikirkan sekarang.

Poniman Kasturo adalah anak kampung alias “cah ndeso.” Dia dilahirkan di Desa Prembun, Kebumen, 40 tahun-an yang lalu. Selepas SMA, dia melanjutkan kuliah di STP/IISIP Jakarta. Tak sanggup bayar kuliah, karena orangtuanya tidak mampu, Poniman kemudian dipekerjakan di kampus dengan tugas aneka rupa, mulai dari urusan administrasi mahasiswa, penanggung jawab kebersihan ruangan rektor dan kantin hingga sekretaris rektor.

Nama Poniman Kasturo tentu terasa aneh di telinga para mahasiswa yang terbiasa dengan nama Johny, Robert, Albert, Rahadian dan nama-nama “impor” lainnya. Karena itu, Poniman sering diolok-olok rekan-rekannya sesama mahasiswa.

Yang saya tahu, dihadapkan dengan fakta seperti itu, Poniman tenang-tenang saja. Olok-olok seperti itu sering dibalas dengan senyuman. Dia memang tidak banyak omong dan cenderung pendiam; atau mungkin (saat itu) rendah diri. Sesekali saya melihat dia sedang menyapu dan mengepel lantai sekretariat kampus yang lokasinya di Lenteng Agung, Jakarta Selatan.

Lulus dari perguruan tinggi swasta itu, Poniman Kasturo kemudian dipercaya menjadi dosen di sini. Sempat pula mengajar di perguruan tinggi lain. Setelah itu, saya tak tahu apa yang dilakukan Poniman. Hal ihwal tentang Poniman baru saya ketahui hari Senin (20 Juli) kemarin.

Poniman sekarang bukan lagi Poniman Kasturo 20 tahun yang lalu. Dia bukan lagi sosok yang pendiam dan rendah diri. Profesi awal sebagai akademisi dia telah tinggalkan beberapa tahun silam. Profesi barunya adalah pengusaha, konsultan dan pembicara publik. Sampai sekarang dia menjabat sebagai Ketua Umum Pengembangan Kepribadian Indonesia (HIMPRI). Belum lama berselang dia juga terpilih sebagai Ketua Umum Komite Olahraga Kabupaten (KOK) Kebumen periode 2009-2012. Dia juga sudah naik haji.

Banyak perusahaan besar yang memakai jasanya sebagai konsultan untuk melakukan pelatihan pengembangan diri dan kepemimpinan. Nama boleh ndeso, tapi Poniman bangga dengan nama pemberian orang tuanya. Bersama-sama temannya asal Kebumen, dia mendirikan yayasan Poniman Center.

Lewat yayasan ini, Haji Poniman Kasturo bermimpi masyarakat kampung halamannya sukses dan percaya diri, lalu mandiri seperti dirinya. Dia rindu masyarakat Kebumen berani berpikir positif hari ini untuk melahirkan Kebumen yang cerdas dan makmur di hari esok.

Caranya? Entahlah, biarlah Poniman Kasturo yang berpikir dan belajar. Yang pasti dia bangga menjadi cah ndeso, syukur-syukur bisa pulang kampung melalui sebuah “pertobatan.” *** 

Leave A Reply

Your email address will not be published.