Catatan Gantyo

Berharap kepada Kadin agar Jokowi tak Jadi Kambing Hitam

0 314
EKONOMI Indonesia kini tengah terpuruk. Harga kebutuhan sehari-hari terus naik bak deret ukur, sementara pendapatan masyarakat cenderung statis dan kalau pun naik bak deret tambah. Nilai rupiah atas dolar AS juga terus tergerus. Harga dolar negeri Paman Sam itu bahkan sudah menembus ke angka Rp 13.000.

Saya bukan ekonom. Entah bagaimana korelasinya, pengaruh global itu sangat dirasakan para ibu rumah tangga yang sehari-hari berkubang dengan kebutuhan pokok rumah tangga yang harganya terus naik. Repotnya, dalam suasana seperti itu, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang tidak populer, antara lain menaikkan tarif listrik, gas, BBM dan menggenjot pajak.

Dalam situasi seperti itu, yang paling gampang adalah menjadikan pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai kambing hitam.

Kakak saya di Semarang dua pekan lalu mengabarkan bahwa bude kami (usianya 80-an tahun) baru saja menjual rumah satu-satunya di kawasan Jl Erlangga, tidak jauh dari Simpang Lima. Rumah laku terjual Rp 1,2 miliar. Tapi bude kami kecewa, sebab ia harus membayar pajak penjualan atas rumah tersebut sebesar Rp 200.000.000. “Gimana, sih, pemerintahan Jokowi bisanya kok cuma memeras rakyat kecil,” kata Bude sebagaimana dikutip kakak saya.

Saya mencoba merenung, sampai sekarang (mudah-mudahan keliru) pemerintahan baru memang belum sempat membuat gebrakan yang berdampak positif terhadap ekonomi rakyat. Saya juga belum mendengar sampai sejauh mana pemerintahan Jokowi menggalang kemitraan dengan para pelaku usaha dan industri-industri yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin).

Ke mana Kadin? Bukankah institusi ini punya peran penting untuk membangun perekonomian negeri? Undang Undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri menetapkan bahwa seluruh pengusaha Indonesia di bidang usaha negara, usaha koperasi dan usaha swasta secara bersama-sama membentuk organisasi Kamar Dagang dan Industri sebagai wadah dan wahana pembinaan, komunikasi, informasi, representasi, konsultasi, fasilitasi dan advokasi pengusaha Indonesia.

Masih menurut UU tersebut, pilar-pilar ekonomi  tersebut  dipersatukan dan disinergikan dalam rangka mewujudkan dunia usaha Indonesia yang kuat dan berdaya saing tinggi yang bertumpu pada keunggulan nyata sumber daya nasional, yang memadukan secara seimbang keterkaitan antar-potensi ekonomi nasional, yakni antar-sektor, antar-skala usaha, dan antar-daerah, dalam dimensi tertib hukum, etika bisnis, kemanusiaan, dan kelestarian lingkungan dalam suatu tatanan ekonomi pasar dalam percaturan perekonomian global dengan berbasis pada kekuatan daerah, sektor usaha, dan hubungan luar negeri.

Secara tidak sengaja, belum lama ini saya berkenalan dengan Maxi Gunawan, seorang pengusaha yang kini menjabat sebagai Ketua Komite Tetap Hubungan Kerja Sama Lembaga Internasional Kadin Indonesia.

Dalam beberapa kali pertemuan, ia banyak bercerita tentang posisi Kadin yang sangat penting dalam memajukan perekonomian negara agar masyarakat sejahtera. Bisa dibayangkan, apa jadinya sebuah negara tanpa partisipasi dunia usaha yang telah menciptakan banyak lapangan kerja.

Sayang memang, menurut dia, meskipun diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 1987, belum semua pengusaha dan dunia usaha menjadi anggota Kadin. Ke depan, kata dia, Kadin harus ditata atau dikelola dengan lebih baik. Anggota pengurus Kadin di tingkat pusat, kata Maxi, jumlahnya ribuan, sehingga satu dengan yang lain tidak saling mengenal.

Dalam situasi seperti ini, sangat mungkin para pengurusnya lebih mementingkan usahanya sendiri-sendiri daripada kepentingan anggota, terutama di daerah yang tergabung dalam Kadinda. Padahal, Kadinda punya posisi cukup sentral dalam memajukan ekonomi di daerah. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat harus dimulai dari daerah, begitu argumentasi Maxi. Konkretnya, desa mesti mengepung kota. Artinya, para pelaku usaha di daerah (Kadinda) harus diberdayakan. Maxi mengistilahkan, mereka harus “diopeni” (dirawat).

Jika di bidang politik, pemerintah punya mitra yang sejajar dan strategis (DPR), maka di sektor ekonomi, kemitraan strategis pemerintah adalah Kadin. Jika begitu, posisi ketua umum Kadin sama sejajar dengan presiden? Boleh jadi begitu.

Maxi Gunawan
Penasaran dengan Maxi Gunawan, saya pun berusaha mencari tahu, siapa sebenarnya dia. Dari berbagai sumber, saya mendapatkan informasi, ternyata Maxi Gunawan, selain sebagai pengusaha, ia kini masih menjabat sebagai ketua Dewan Pertimbangan Partai NasDem. Ia duduk di posisi ini menggantikan Rachmawati yang hengkang ke Partai Gerindra.

Jauh sebelum itu, ia ternyata sudah aktif di pengurusan Kadin Indonesia. Ia selalu dipercaya untuk urusan luar negeri. Posisinya sekarang di Kadin adalah Ketua Komite Tetap Hubungan Kerja Sama Lembaga Internasional.

Kendati demikian, Maxi Gunawan selama ini dikenal sebagai pengusaha yang banyak mendukung produk dan brand lokal agar bisa dikenal oleh dunia internasional melalui kerja sama pengusaha dan pemerintah. Di dunia usaha, bisnisnya meliputi perdagangan minyak dan komoditas, perbankan, agrikultur, properti, transportasi, hingga makanan dan minuman.

Ia telah berpengalaman panjang di dunia usaha dengan menjadi komisaris dan senior eksekutif di PT Bank Nusa International dan PT Bank Nasional. Bukan cuma itu, ia juga pernah menjadi anggota direksi di Mindo Petroleum Co Ltd (HK), Mindo Komoditi Trading Co Ltd (HK), Permindo Oil Trading Co Ltd (HK).

Maxi Gunawan memiliki pengalaman panjang selama 10 tahun dengan Algemene Bank Nederland (ABN Bank) di Belanda dan Indonesia, dua tahun dengan Panin Bank sebagai senior eksekutif.

Laki-laki yang punya hobi bermain musik ini juga pernah menjadi penasihat senior untuk ArcelorMittal di Indonesia. Ia juga pemegang saham di perusahaan media dan penerbitan, hotel, perusahaan pertanian, jasa, energi dan perdagangan. Di industri makanan dan minuman ia adalah wakil ketua di PT Trans Ice di bawah Transcorp Group.

Tak banyak yang tahu, ia adalah anggota Dewan ASEAN Business Advisory Council (ASEAN BAC), sekaligus ketua panitia pengarah dialog Eropa Indonesia Bisnis (EIBD) dan ketua komite pengarah Uni Eropa-ASEAN Business Summit. Di Kadin, ia juga pernah aktif sebagai ketua Indonesia Hotel & Restaurant Asosiasi (PHRI) untuk investasi dan lisensi.

Rupanya, Maxi juga pernah menjabat sebagai Ketua Umum Persatuan Boling Indonesia dua periode (2001-2005 dan 2005-2010).  Di bawah kepemimpinannya, boling Indonesia meraih sejumlah prestasi, antara lain mendapatkan  3 medali emas di SEA Games XXIII/2005 di Manila, Filipina.

Pada event Asian Games 2008 di Doha, Qatar, boling Indonesia meraih 1 emas dan 1 perunggu. Tiga medali emas dan tiga medali perak juga diperoleh Indonesia dalam kejuaraan Asian School Tenpin Bowling Championship.

Mencoba melakukan otokritik, Maxi Gunawan mengatakan, ke depan Kadin harus semakin terbuka, sehingga mampu menjadi sahabat bagi para pelaku usaha, tidak saja usaha kecil menengah (UKM), pengusaha besar, tapi juga koperasi. Diakui atau tidak, katanya, peran mereka inilah yang mampu menginternasionalkan produk-produk lokal Indonesia.

Maxi Gunawan menegaskan, saatnya Kadin Indonesia bangkit dan berubah, sehingga menjadikan Kadinda-Kadinda berperan serta di kancah perekonomian nasional. Untuk itu, masih menurut dia, Kadin harus mampu menjadi jembatan yang menghubungkan antara dunia usaha, terutama di daerah dan pemerintah. “Kadin tidak bisa lagi elitis dan hanya dimonopoli orang-orang pusat,” ujarnya.

Apa pun yang dikatakan Maxi, masyarakat menunggu sinergitas antara dunia usaha dan pemerintah, sehingga ekonomi Indonesia tidak semakin gonjang-ganjing dan ujung-ujungnya rakyat dijadikan objek dalam rangka pendapatan negara.[]

Leave A Reply

Your email address will not be published.