WRITENOW| KOMPAS POLITICAL GATHERING| DAN STRATEGI MEMASARKAN PARPOL ALA HERMAWAN KARTAJAYA
WRITENOW (28 Agustus 2008): Hermawan Kartajaya, pakar marketing Indonesia, Rabu (27/8) malam memberikan masukan kepada para petinggi partai-partai politik peserta Pemilu 2009 bagaimana memasarkan parpol kepada calon pemilih dalam acara Kompas Political Ghathering di Bentara Budaya.
Lebih dari separuh pengurus inti parpol peserta Pemilu 2008 hadir dalam acara yang digelar harian Kompas itu, termasuk Wakil Presiden Jusuf Kalla yang juga ketua umum DPP Partai Golkar.
Sebelum Hermawan menyampaikan paparannya tentang strategi memenangkan pasar (menang pemilu), pakar politik Daniel Dhakidae mengungkapkan bahwa Pemilu 2009 merupakan babak baru bagi bangsa Indonesia dan merupakan ajang terakhir bagi politisi yang ada saat ini. Artinya, demikian kesimpulan Daniel, Pemilu 2009 benar-benar berbeda dan harus dijadikan momentum bagi para elite partai untuk melakukan perubahan.
Apa yang diungkapkan Daniel senada dan seirama dengan apa yang disampaikan Hermawan Kartajaya. Dia memberikan contoh Kompas sekarang yang keberadaannya sangat jauh berbeda dengan Kompas 1998, karena mengedepankan hubungan yang tidak lagi secara vertikal, tapi secara horisontal.
Konkretnya, Kompas tidak bisa lagi ‘angkuh’ sepeti dulu. Perubahan yang paling nyata dilakukan Kompas adalah Kompas.com yang memberikan keleluasaan kepada siapa pun untuk mengungkapkan opininya ke Kompas. Dalam strategi komunikasi dan marketingnya, Kompas memanfaatkan kekuatan komunitas dan menerapkan strategi komunikasi yang horisontal. Menurut Hermawan Kartajaya, cara pendekatan secara horisontal ini jauh lebih efektif daripada secara vertikal.
Oleh sebab itu, kata Hermawan Kartajaya, jika parpol mau eksis di kalangan calon pemilih, mau tidak mau harus berani mengubah strategi pemasarannya. Dengan kata lain gaya atau pola pemilu-pemilu sebelumnya tidak bisa digunakan untuk Pemilu 2009.
Banyak alasan yang diungkapkan Hermawan mengapa strategi marketing parpol dalam rangka memenangi Pemilu 2009 mesti diubah. Beberapa di antaranya parpol sekarang benar-benar berada di titik nadir. Sangat mungkin — beberapa hasil survei bahkan sudah membuktikan — jumlah golput akan semakin besar. “Masyarakat sekarang sudah lelah menghadapi parpol,” katanya.
Jumlah parpol yang demikian banyak (44 buah) juga tidak memungkinkan masyarakat untuk mengenal satu demi satu parpol yang akan bertarung memenangi pasar Pemilu 2009. Oleh sebab itu, elite partai harus bisa mengenal dengan tepat siapa target pasarnya. “Yang bukan target pasar, lupakan,” tegas Hermawan Kartajaya.
Ada perumpamaan menarik yang diungkapkan Hermawan Kartajaya. Dia bilang, untuk menyasar target pasar, jangan menggunakan model Rambo yang asal main tembak mentang-mentang punya peluru banyak. Tapi gantilah menembak ala Rambo dengan cara ala sniper yang pelurunya sedikit tapi tepat mengenai sasaran. Dalam bahasa marketing, “low budget high impact.”
Persoalannya, siapkah parpol menjalankan strategi pemasaran ala sniper sebagaimana disarankan Hermawan Kartajaya. Pasalnya, model kampanye parpol selama ini masih dengan gaya dan pola lama, yaitu pasang spanduk, umbul-umbul, dan bendera yang sering mengundang cercaan banyak orang.
Dalam pilkada misalnya, hampir selalu para calon gubernur, walikota atau bupati berpose mengenakan peci dengan harapan mengundang simpati umat Islam, padahal peci tidak identik dengan Islam. Pilkada gubernur tidak ubahnya seperti pemilihan lurah dan pernah ada masa di mana kotak suara yang memenangi pemilihan meskipun sang calon lurah telah mengeluarkan banyak uang.
Gantyo Koespradono