Catatan Gantyo

WRITENOW: KEMBALI BERBISNIS DENGAN TUHAN

2 304
WRITENOW (Kamis 16 Oktober 2008): Saya langsung ingat Paul Zane Pilzer saat Lehman Brothers, bank investasi nomor empat terbesar di Amerika Serikat bangkrut. Pilzer dalam bukunya “Tuhan Ingin Anda Kaya” mengungkapkan bahwa sampai kapan pun Tuhan tidak akan membuat umat-Nya miskin asal manusia sadar bahwa Tuhan Mahakaya dan kekayaannya itu siap diberikan kepada manusia asal manusia mau berusaha.

Zane Pilzer mengungkapkan, karena Tuhan kaya, maka apa yang ada di bumi ini tidak akan pernah habis, dan Tuhan selalu menghadirkan orang-orang pintar yang berhasil menemukan energi-energi baru. Memberikan contoh, Zane Pilzer mengungkapkan, di saat manusia bingung ‘katanya’ kehabisan sumber energi (minyak), muncul temuan teknologi baru di bidang energi alternatif. Mobil pun telah menggunakan teknologi yang hemat energi.

Sumber yang tidak akan pernah habis yang diberikan Tuhan kepada manusia adalah tanah (pertanian). Celakanya, banyak negara (mungkin juga Indonesia) yang menganggap enteng dan mengabaikan dunia pertanian. Beralasan, sebab pada saat Tuhan menciptakan dunia dengan segala isinya, Dia memerintahkan kepada manusia agar mengolah tanah untuk mempertahankan hidup. Firman seperti ini ada di setiap kitab suci agama apa pun.

Dalam perjalanan berikutnya manusia sudah lupa dan mengusahakan sesuatu yang sebenarnya ‘tidak nyata’, seperti pasar uang, saham dan surat utang yang lebih dari satu abad ‘diternakkan’ oleh Lehman Brothers. Banyak orang, terutama para agamawan, menganggap bermain saham dan sejenisnya sebagai judi.

Mencari uang seperti itu memang tidak lazim, sebab orang yang ‘berjerih payah” (investor) di sini tidak mengeluarkan keringat untuk mendapatkan uang, tapi menunggu ‘nasib baik’ — sesuatu yang sebenarnya tidak disukai Tuhan.

Lehman Brothers dan para kapitalis ditegur Tuhan? Saya tidak tahu, sebab bukan kapasitas saya untuk menjawabnya. Yang pasti dalam bukunya, Zane Pilzer mengungkapkan, jika kita ingin kaya, garaplah tanah, tempat di mana Tuhan menyiapkan harta karun buat manusia.

Zane Pilzer orang Amerika keturunan Yahudi. Dalam soal ini — terlepas kita memiliki sentimen atau tidak — kita pantas berkaca kepada Israel yang makmur, karena rakyatnya mengusahakan tanah yang cuma seuplik.

Saya punya teman mantan TNI yang pernah tinggal di Israel lebih dari sebulan dalam rangka ‘menjemput’ pesawat tempur yang dibeli Indonesia dari AS semasa pemerintahan Presiden Soeharto. Dia menyatakan kagum, sebab dunia pertanian di Israel sangat maju. Buah-buahan yang tumbuh di negeri itu, seperti anggur dan sebagainya sangat ranum dan rasanya benar-benar “mak nyuuus.”

Oleh sebab itu terkait dengan krisis keuangan global yang mengimbas ke Indonesia, beralasan jika Ketua Asosiasi Bank Syariah Indonesia Riawan Amin menyatakan, masyarakat saatnya sadar untuk mengganti sistem ekonomi yang dijalankan saat ini dengan sistem ekonomi syariah. Pasalnya, sistem ekonomi yang dijalankan sekarang sarat dengan hal-hal ilusi yang menyesatkan.

Krisis yang terjadi di Amerika Serikat, menurut Riawan sebagaimana dikutip Kompas (Kamis 16 Oktober 2008), karena barang yang diperdagangkan itu tidak riil. Yang mengherankan, meskipun tidak riil, masih banyak orang yang percaya dan mau membeli. Akhirnya, pada satu titik, sistem ini akan runtuh sendiri karena penuh dengan kebohongan.

Sahabat mengajak mengelola bumi

Seorang sahabat Rabu (15 Oktober 2008) pagi mengirim SMS ke saya. “Mas, apa e-mail Mas. Saya mau kirim e-mail, penting,” begitu pesan singkatnya.

Saya tentu penasaran, ada apa? Begitu e-mailnya masuk, saya mendapat informasi bahwa dia sekarang sedang mengusahakan lahan perkebunan milik Departemen Kehutanan yang selama ini menganggur di daerah Purwakarta, Jawa Barat. Dia mengajak saya untuk melakukan hal yang sama.

Sahabat saya menjelaskan bahwa dia sekarang menguasai 100 hektare lahan kehutanan di atas hamparan bukit yang tidak begitu tinggi. “Saya beli hak garap petani (selama ini lahan itu atas izin Kehutanan digarap oleh petani) Rp 1.000 per meter persegi atau Rp 10 juta per haktare,” katanya.

Dia menjelaskan, sejak empat bulan terakhir, “saya memang rajin memburu lahan kehutanan yang mau dilepas hak garapnya. Secara tidak sengaja saya ketemu di lokasi itu. Nah di luar yang 100 hektare itu, saya sebelumnya sudah membebaskan 12 hektare lahan kehutanan yang teknis, air banyak dan bisa panen setahun tiga kali. Sekarang saya sudah menanam kacang panjang satu hektare, cabai lagi proses 5.000 M2, cabai rawit 2 hektare dan sisanya padi organik.”

Dari lahan yang sekarang disewanya seluas 100 hektare, sebagian akan ditanami pohon sengon putih yang bibitnya murah, pemeliharaannya gampang, penyakitnya sedikit, pasar sangat memburu dan panennya hanya 5 tahun.

Mertua saya di Temanggung juga membudidayakan tanaman sengon di lahannya yang tidak begitu luas. Benar, setelah berusia 5 tahun, pohon sengon sudah bisa dipanen.

Sahabat saya mengatakan akan mempetak-petak lahan yang 100 hektare menjadi masing-masing 5 hektare. Lahan 5 hektar inilah yang ditawarkan kepada saya dan teman-teman lain yang mau berinvestasi di sektor itu.

Bagaimana hitungan ekonominya? Dia mengajukan formula seperti ini:

1. Dalam 1 hektare kita menanam sebanyak 3.300 sengon dengan ukuran 1 X 3 (biar bisa tumbuh lurus dan bisa tumpang sari dengan kacang panjang dan lada).

2. Harga per bibit sengon Rp 700 per pohon.

3. Biaya penyiapan lahan 10 orang a Rp 25.000 per hari selama 1 bulan.

4. Pupuk dasar hanya kotoran ayam harga per karung Rp 5.000 isi 30 kg. Satu lubang butuh 1 kg.

5. Selama 5 tahun kita melakukan panen 3 kali; 2 kali penjarangan dan 1 kali panen besar.

6. Harga kayu sengon per Rp 800.000/M3.

7. Majalah Trubus mencatat per hektare butuh biaya produksi Rp 20 juta sampai Rp 30 juta.

8. Sementara hasil panen bersih per hektare dengan asumsi hanya 80% yang bisa dipanen (biasanya kegagalan hanya 0,2%) adalah sebagai berikut: [(3.300 X 5) X 80%] X Rp 800.000 = Rp 10,5 miliar (atau Rp 2 miliar per tahun).

9. Dalam soal keamanan, pihak Kehutanan siap dan ikut mengamankan dan menjadi supervisi kita.

10.Kontribusi ke Kehutanan 25% dari hasil panen.

Jika tertarik, tulisnya, kumpulkan kawan-kawan yang mau sharing investasi. Jika kita membeli lahan 5 hektare misalnya, maka meski kepemilikan masih di tangan Kehutanan, secara turun temurun hak garap tetap kita kuasai, bahkan bisa diwariskan. Semua ini diatur hitam di atas putih.

Mendapat e-mail dari sahabat saya itu, kembali saya ingat Zane Pilzer. Inikah cara Tuhan yang menginginkan kita kaya sesuai dengan yang dikehendaki-Nya? Inikah saatnya kita kembali berbisnis dengan Tuhan? Sebagai ungkapan syukur, orang Kristen mengembalikan 10% dan Islam 2,5% (zakat) kepada Tuhan? Tolong bantu saya menjawabnya.

Gantyo Koespradono

2 Comments
  1. Anonim says

    Pak Gantyo, apakah Pak Gantyo sudah mendapatkan teman untuk patungan atau malah diambil sendiri?

  2. Anonim says

    Untuk pohon sengon setahu saya satu hektar maksimalnya hanya untuk 600 pohon. Jadi Keuntungannya ga sebesar itu, sampai milyaran.Atau memang ada teknik tanam yang lain sehingga bisa ditanam sampai ribuan pohon dengan diameter batang yang besar?

Reply To Anonim
Cancel Reply

Your email address will not be published.