Catatan Gantyo

SAYA MENGAJAK MAHASISWA AGAR LIAR

2 348

SAYA kali ini permisif kepada mahasiswa dalam menulis “produk jurnalistik” dan membiarkan mereka menuangkan secara liar pikiran mereka dalam sebuah tulisan.

Saya sengaja tidak membatasi mereka dengan tema, kecuali harus patuh kepada bahasa Indonesia jurnalistik yang antara lain memiliki karakter singkat, jelas, padat, logis dan demokratis.

Produk jurnalistik — juga karya tulis lainnya — asal muasalnya bersumber dari pikiran. Wartawan melihat peristiwa, dia lalu berpikir apa yang harus ditulis dari peristiwa tersebut dan layak dipublikasikan. Wartawan berpikir kata pertama apa yang akan dipakai saat menulis lead, apakah bersumber dari apa (what), siapa (who), di mana (where), kapan (when), mengapa (why), atau bagaimana (how).

Pikiran itu liar. Itulah hebatnya otak manusia. Fisik berada di suatu tempat, tapi pikiran bisa berkelana ke mana-mana. Beberapa mahasiswa saya tanya, apa yang Anda pikirkan beberapa detik yang lalu, dan masing-masing memberikan jawaban berbeda. Ada yang berpikir tentang makanan, uang jajan, kegiatan kampus, dan dosen.

“Sekarang silakan tulis sesuatu yang Anda pikirkan beberapa detik yang lalu dan rangkailah menjadi kalimat atau tulisan yang mudah dipahami pembaca dengan berbagai latar belakang pendidikan, budaya, sosial dan sebagainya,” kata saya kepada mahasiswa Universitas Esa Unggul yang saya dampingi belajar bahasa Indonesia jurnalistik di Kampus Emas, Jakarta, Kamis (3 November 2011).

“Maksimalkan pikiran liar Saudara. Lengkapi pikiran atau ide Saudara dengan fakta-fakta pendukung, sehingga tulisan Anda punya nilai tambah,” kata saya lagi sebelum mereka memulai menulis.

Tugas menulis bagi sebagian besar mahasiswa tampaknya seperti mengangkat beban 500 kg. Beberapa di antara mereka terdiam tak tahu apa yang harus dilakukan. Beberapa mahasiswi menatap langit-langit siapa tahu benda yang ditatap bisa membantu merangkai kata-kata. Yang lain clingak-clinguk.

Dipaksa dosen harus menulis apa yang dipikirkan, para mahasiswa akhirnya bisa juga menulis sesuatu yang saya kutip sebagian sebagaimana adanya di bawah ini:

1. Kadang saya berfikir di saat Dosen BIJ pak Gantyo mengajar. Bagaimana Beliau bisa menyusun kalimat-kalimat; menumpahkan pikirannya itu ke dalam tulisan. Seperti tidak ada beban. Sedangkan saya di minta untuk menulis semua yang ada di pikiran saya itu sangat sulit.

(Kalimat di atas, tentu akan lebih bagus jika ditulis seperti ini: Saat mendengar Gantyo, dosen bahasa Indonesia jurnalistik, mengajar, saya terkadang berpikir, bagaimana dia bisa menyusun kalimat dan menumpahkan kata-kata serta pikirannya ke dalam sebuah tulisan. Dia sepertinya tidak punya beban, sedangkan saya saat diminta untuk menulis apa yang saya pikirkan, kok mengalami kesulitan).

2. Senayan, membuat Saya trauma akan kejadian di senayan, yang baru saja Saya alami. Sangat sedih bila saya ingat kejadian itu, dimana pada saat itu saya MC di Senayan. Saat itu pula dua BB saya hilang. acara saya pending dan saya panik, bahkan seluruh panitia dan parner MC saya pun panik. bukan hanya handphon saya yang hilang handphon parner saya pun hilang. hanya tangis dan kecewa yang Saya rasakan, tetapi saya tidak berlarut dalam kesedihan. Saya bertidak profesional dalam pekerjaan Saya. Esoknya, Saya masih ingat kejadian itu, karena banyak memory tersimpan di dalam BB itu.

Catatan: Kalimat yang ditulis mahasiswa di atas susunannya agak kacau. Penulis juga abai terhadap tata cara bagaimana menggunakan huruf besar dan kecil. Yang bersangkutan juga tidak tahu kapan dan di mana harus menggunakan huruf besar dan kecil. Contoh “saya” selalu ditulis dengan huruf besar (“Saya”). Selain itu penulis tidak akurat dalam menunjuk objek “Senayan”, persisnya di mana?

Pikiran mahasiswa di atas akan lebih cantik jika ditulis seperti ini:

Hilangnya dua buah BlackBerry dalam waktu bersamaan di sebuah tempat di kawasan Senayan beberapa hari lalu membuat saya trauma.

Hari itu saya diundang untuk membawakan sebuah acara. Dipercaya sebagai MC, saya tentu senang. Namun sukacita saya ini segera sirna dan membuat saya panik setelah mengetahui dua BB, ponsel cerdas saya hilang.

Pada hari dan tempat yang sama, ponsel partner saya yang juga akan bertugas sebagai MC pun hilang. Saya lalu memutuskan untuk menunda rencana tugas saya memandu acara. Saya tidak tahu harus berbuat apa kecuali sedih, kecewa dan menyesali peristiwa itu. Pasalnya di BB tersimpan banyak file dan nomor kontak.

Nasi sudah menjadi bubur, saya tidak boleh terus menerus larut dalam kesedihan. Belajar menjadi profesional, saya harus melupakan peristiwa itu.

3. Setelah saya mengikuti kuliah Bahasa Indonesia Jurnalistik banyak pertanyaan yang hinggap di benak saya. Pak Gantyo menerangkan tentang bahasa asli Indonesia yang telah pudar serta cara penulisan atau gaya penulisan tiap media masa. Saya ingin bertanya tentang alasan sebuah bahasa bisa terlupakan serta kenapa seseorang bisa melupakan bahasa aslinya. Serta apakah setiap media masa yang menyampaikan berita menggunakan gaya bahasa yang mungkin tidak berbobot tetapi apakah setiap berita yang disampaikan memiliki bobot atau tidak.

Catatan: Kalimat yang disusun mahasiswa di atas tidak begitu jelas, karena si penulis mengabaikan susunan kalimat yang baik dan benar. Penulis juga tidak menuntaskan pikiran yang hendak ditulis menjadi kalimat yang utuh, sehingga buah pikirannya sulit dipahami. Selain itu penulis tidak akurat (misal massa ditulis masa)

Mungkin maksud mahasiswa di atas adalah seperti ini:

Banyak hal yang ingin saya tanyakan kepada Gantyo, dosen bahasa Indonesia jurnalistik, setelah saya mengikuti kuliahnya.

Dalam kuliah itu dosen menjelaskan banyak kata asli Indonesia yang lama tidak digunakan dan belakangan “dihidupkan” lagi oleh media massa.

Saya ingin bertanya kepadanya, mengapa masyarakat melupakan bahasa aslinya sendiri dan mengapa setiap media massa punya gaya bahasa yang berbeda-beda dalam menyampaikan berita?

Mengapa mahasiswa mengalami kesulitan dalam mengungkapkan pikirannya dalam sebuah tulisan? Beberapa di antaranya karena mereka jarang membaca, tidak fokus lantaran bingung fakta apa yang akan ditulis. Terlalu banyak data dan sebaliknya kurang data juga membuat mahasiswa bingung apa yang akan disampaikan lewat tulisan.

Terus berlatih menulis adalah salah satu solusi supaya mahasiswa pintar mengungkapkan pikiran, sehingga mampu menjadi komunikator yang andal. Selamat belajar.***

2 Comments
  1. adivictory says

    BLOGnya keren pak..

  2. Unknown says

    Ulasan2nya menarik, nice share. salam kenal.

Leave A Reply

Your email address will not be published.