Catatan Gantyo

GKJ Expo, Revolusi Mental Orang Kristen Jawa

1 495
Catatan Gantyo Koespradono

ORANG-ORANG Jawa Kristen di Indonesia melakukan “revolusi mental” lewat kegiatan GKJ Expo 2014 yang diselenggarakan di Istora Senayan, Jakarta, Sabtu (29 November 2014).

Mereka menyelenggarakan event tersebut guna memperingati hari ulang tahun ke-83 Sinode Gereja Kristen Jawa (GKJ). Berbagai gereja Kristen Jawa yang berada di bawah payung Sinode GKJ, mulai dari gereja yang berada di pelosok desa sampai kota berkumpul di Istora Senayan sejak pagi hingga petang tadi berusaha eksis untuk ambil bagian guna menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang Kristen Jawa yang juga “eksis” sebagai entrepreneur.

Ibadah Raya HUT ke-83 Sinode GKJ
Gereja Kristen Jawa (GKJ) Expo (jika tidak salah) adalah kali pertama orang-orang Jawa Kristen di tanah Jawa menggelar acara seperti ini, yaitu mengadakan ibadah raya secara masal sebagai ungkapan syukur karena organisasi besar yang menaunginya (Sinode GKJ) berulang tahun yang ke-83, sekaligus menunjukkan eksistensi bahwa orang-orang Jawa Kristen bisa berbisnis.

Untuk diketahui, sejak orang Jawa Kristen hadir di tanah Jawa berkat “misi budaya” dan “religi” KH Sadrach pada tahun 1.800-an, praktis tidak banyak orang Jawa Kristen yang memelihara talenta berdagang (berbisnis). Di kalangan umat Kristen Jawa, terpelihara semacam “keyakinan” atau “iman” yang diwariskan secara turun temurun bahwa berdagang adalah “dosa” karena di dalamnya ada uang/laba. Bisa dipahami, sebab di dalam Alkitab ada tertulis bahwa cinta uang adalah akar kejahatan.

Oleh sebab itu jangan heran jika banyak orang Jawa Kristen yang menjadi anggota komunitas gereja Kristen di berbagai daerah (tidak terkecuali di Jabodetabek) berprofesi sebagai pegawai negeri, guru, karyawan swasta (orang gajian), perawat, dan bidan. Profesi dan pekerjaan seperti itu diyakini sebagai sesuatu yang mulia, karena di dalamnya mengandung pelayanan (sosial). Ya, miriplah dengan Yesus dan para murid-Nya yang diyakini sebagai hamba dan pelayan sesama manusia.

Peserta GKJ Expo 2014
Lewat GKJ Expo 2014, Sinode GKJ dan juga “provokator” acara tersebut mengajak umat Kristen asal Jawa untuk “out of the box”. Meminjam visi misi Presiden Joko Widodo (Jokowi), orang-orang Jawa Kristen diajak melakukan revolusi mental. Konkretnya, orang Jawa Kristen diajak untuk berani mengubah mental “priyayi” menjadi mental pendobrak (pembaru).

Adalah Ketua Umum Badan Pelaksana Sinode GKJ, Pdt Andreas Untung Wiyono, yang mengajak umatnya di GKJ melakukan revolusi mental. Dalam khotbahnya saat Ibadah Raya HUT ke-83 Sinode di Istora Senayan, Sabtu (29/11) pagi, dia berharap umat Kristen Jawa jangan cuma berpuas diri – lalu merasa sudah menjadi kristiani – karena rajin atau aktif dalam persekutuan-persekutuan doa.

Menurut Andreas Untung, persekutuan doa semacam itu semakin sempurna jika umat Kristen Jawa yang bergereja di Gereja Kristen Jawa (GKJ) juga melakukan persekutuan dompet, tas, dan rekening. Maksud Pdt Untung adalah sudah saatnya orang-orang GKJ bertemu (mengadakan “persekutuan”) untuk melakukan kemitraan bisnis dan rela membuka dompet, tas, dan rekening guna saling memberi dan menerima. “Jika orang-orang GKJ mau mengadakan ‘persekutuan’ dompet, tas dan rekening, saya yakin berkat Tuhan pasti akan semakin tercurah ke GKJ,” katanya.

Pdt Andreas Untung
Berdasarkan pengamatan saya, warga GKJ yang ikut GKJ Expo di Istora Senayan, punya potensi luar biasa. Ada komunitas GKJ di daerah yang punya usaha ternak, makanan ringan, budi daya sayur-sayuran hydroponic, dan sebagainya.

Sayangnya, mereka masih berusaha sendiri-sendiri, belum punya kemitraan dengan sesama komunitas GKJ. Maka logis jika “pemerataan berkat Tuhan” belum bisa dinikmati sama oleh gereja-gereja Kristen Jawa di banyak tempat. Faktanya, ada GKJ yang “kaya” (terutama di kota-kota besar), dan GKJ yang benar-benar “melarat” yang dalam bahasa Jawa disebut “sekeng”.

Bisakah mereka bersinergi? Jawabnya susah-susah gampang, sebab masing-masing GKJ punya ego sendiri-sendiri. Pdt Em Nugroho Adi dari GKJ Joglo Jakarta dalam sebuah perbincangan singkat dengan saya di lokasi acara mengungkapkan, ada dua paham besar yang dianut komunitas GKJ.

Paham pertama adalah yang dianut GKJ yang merasa dirinya sudah kaya, dan kedua, GKJ yang merasa dirinya “sekeng” (miskin). GKJ yang merasa kaya lazimnya menjunjung tinggi kemandirian, sedangkan GKJ yang merasa miskin menjunjung tinggi semangat kebersamaan. Prinsip ini, menurut Pdt Nugroho Adi, tak pernah nyambung di komunitas GKJ. Akhirnya mereka berjalan sendiri-sendiri.

Hajatan GKJ Expo tampaknya mau mengubah cara pandang sempit seperti itu. Tak cuma dalam soal menemukan berkat Tuhan, tapi juga dalam beribadah. Dalam GKJ Expo, anak-anak muda GKJ mencoba melakukan revolusi mental dalam berekspresi menyembah dan memuliakan Tuhan.

Anak muda GKJ berekspresi dalam GKJ Bermazmur
Lewat kegiatan GKJ Bermazmur bersama dengan sejumlah artis ibukota di forum tersebut, mereka bernyanyi sambil bertepuk tangan, menari dan berjingkrak-jingkrak. Mereka bebas berekspresi. Sesuatu yang selama ini seolah tabu dilakukan di Gereja Kristen Jawa.

Selamat ulang tahun ke-83 Sinode GKJ, semoga GKJ melalui Sinode GKJ bisa ikut ambil bagian memberikan pelayanan dalam arti sesungguhnya tidak saja bagi komunitasnya sendiri, tapi juga bagi negeri, mumpung pemerintahan baru belum berusia 83 hari.[]

*) Penulis adalah dosen, mantan wartawan Media Indonesia dan anggota tim Media Center Jokowi-Jusuf Kalla.

1 Comment
  1. Yosafad says

    Mantap. Salut. sukses selalu

Reply To Yosafad
Cancel Reply

Your email address will not be published.