Catatan Gantyo

Syafruddin Pengganti BG? Langkah Jokowi Bakal Serba Salah

0 275
TIM 9 yang ditugaskan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan rekomendasi kepada presiden menyangkut kisruh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)-Polri langsung bergerak cepat. Siang tadi (Rabu 28 Januari), tim ini memberikan rekomendasi agar Jokowi tidak melantik Komjen Budi Gunawan (BG) sebagai Kapolri.
Jika rekomendasi tersebut yang diinginkan Jokowi, maka mantan Gubernur DKI Jakarta ini, bisa sedikit bernapas lega, sebab ia bisa menunjuk calon Kapolri alternatif, meskipun Jokowi harus menelan ludahnya sendiri, sebab ketika BG ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, Jokowi pernah berkata: “Pelantikan Budi Gunawan tidak dibatalkan, tetapi ditunda.”
Bereskah urusan? Jelas belum, sebab Jokowi pasti akan diganggu para anggota DPR di Senayan yang terlanjur memberikan persetujuan atas penunjukan BG sebagai Kapolri. Begitu Tim 9 mengeluarkan rekomendasi “jangan lantik BG”, Bambang Susatyo, anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar langsung mengeluarkan ancaman, “jika Jokowi tetap melantik BG, DPR akan melakukan impeach (pemakzulan).”
Irjen Pol Syafruddin (metrotvnews)
Kasus pencalonan Kapolri yang berefek pada gerakan “politisasi hukum” yang dilakukan Polri (menjadikan Bambang Widjajanto sebagai tersangka) dan KPK (menjadikan BG tersangka) memang menjadi semakin ruwet, sebab aksi itu dilakukan dengan tenggat waktu yang amat singkat. Dengan demikian sulit bagi kedua pihak, termasuk lembaga kepresidenan, memikirkan dan melakukan “proses komunikasi dan koordinasi” sebagaimana diatur dalam konstitusi dan kesepakatan bersama.
Saya sengaja menggunakan istilah “politisasi hukum”, sebab istilah “kriminalisasi” yang disebarluaskan media massa tidak tepat. Pasalnya, ditinjau dari sudut pandang bahasa, imbuhan “isasi” mengandung makna menjadikan sesuatu yang tidak ada menjadi ada (proses menjadikan). Contoh: kaderisasi (melakukan pengkaderan: dari tidak ada kader menjadi ada kader). 
Dalam kasus Bambang Widjojanto (BW), menurut saya, polisi tidak melakukan kriminalisasi terhadap BW, sebab polisi menganggap (berdasarkan pengaduan), BW melakukan perbuatan tindak pidana (menyuruh saksi berbohong). Karena dugaan yang dilakukan BW masuk dalam ranah kriminal, maka tidak pas kalau polisi dituding melakukan kriminalisasi terhadap BW. Istilah itu baru tepat kalau BW tidak melakukan apa-apa. Karena itu istilah “politisasi hukum” jauh lebih tepat daripada “kriminalisasi”.
Nah, gerakan “politisasi hukum” itulah yang membuat posisi semua pihak, terutama Jokowi serba sulit dan salah. Bayangkan, KPK menetapkan BG sebagai tersangka saat surat pencalonan BG sudah masuk ke DPR dalam rangka fit and proper test. KPK sama sekali tidak memberikan kesempatan atau ruang kepada Presiden Jokowi untuk menarik surat yang sudah terlanjur masuk ke DPR padahal pada saat KPK menetapkan BG sebagai tersangka, DPR sudah melakukan proses fit and proper test. 
Dalam proses ketatanegaraan, sahkah Presiden Jokowi mengambil keputusan menarik kembali pencalonan BG hanya mengacu kepada konferensi pers yang digelar Ketua KPK Abraham Samad dan disiarkan televisi? Jokowi dan Samad baru bertemu secara formal guna membicarakan soal BG beberapa hari kemudian di Istana Bogor saat kasus tersebut memanas.
Dihadapkan pada persoalan yang sangat pelik dan genting, Jokowi tiga hari lalu akhirnya membentuk tim independen yang kemudian dikenal dengan Tim 9. Bergerak cepat, tim ini kemudian memberikan rekomendasi agar Jokowi jangan melantik BG.
Meskipun para petinggi parpol pendukung Koalisi Indonesia Hebat (KIH) tidak nyaman dengan rekomendasi Tim 9, Jokowi tetap harus membatalkan pencalonan BG.
Persoalannya, siapa calon baru Kapolri yang akan diajukan Jokowi? Delapan nama calon Kapolri tersisa yang pernah direkomendasikan Komisi Kepolisian Nasional tempo hari ditengarai juga punya rekening obesitas seperti BG. 
Jika Jokowi mengambil salah satu dari mereka untuk menggantikan BG, sangat mungkin, KPK juga akan melakukan manuver serupa, sehingga akan muncul kasus BG jilid II.
Politisasi hukum yang akan dilakukan Polri boleh jadi akan berlanjut dengan menjadikan semua komisioner KPK tersangka. Fakta sudah di depan mata, setelah BW, Bareskrim akan menjadikan wakil ketua KPK lainnya menjadi tersangka, seperti Adnan Pandu Praja dan Zulkarnaen, karena diadukan ke Mabes Polri punya dosa masa lalu. Jika ini benar-benar dilakukan Polri, maka KPK benar-benar bakal lumpuh tak berdaya.
Tapi jika Jokowi nekat mencalonkan salah satu atau beberapa dari delapan komjen polisi tersebut, maka persoalan akan bertambah panjang. Karena itu besar kemungkinan Jokowi tidak mengambil satu pun dari delapan perwira polisi itu sebagai calon Kapolri.
Langkah aman yang bisa dilakukan Jokowi adalah mencalonkan Irjen Polisi Syafruddin. Dari sisi kepangkatan, yang bersangkutan memang belum memenuhi syarat, karena syarat seorang Kapolri minimal di pundaknya harus ada bintang tiga, sementara Syafruddin baru berbintang dua.
Oleh sebab itu untuk mengatrol Syafruddin, ia akan ditempatkan dulu di posisi yang dulu ditinggalkan BG, yaitu sebagai kepala Lembaga Pendidikan dan Latihan Polri, lalu dinaikkan pangkatnya menjadi Komjen. Setelah itu baru ia dipromosikan menjadi Kapolri.
Syafruddin saat ini berusia 53 tahun. Ia lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 14 April 1961. Ia kini menjabat sebagai Kadiv Propam Polri. Laki-laki ini pernah menduduki sejumlah jabatan penting, antara lain pada tahun 2004 menjadi ajudan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Kemudian akhir 2009, dia menjabat Wakapolda Sumut dan Kapolda Kalimantan Selatan.
Apakah setelah Jokowi mencalonkan Syafruddin urusan perkapolrian lantas beres? 
Jelas tidak. Dia akan dirongrong DPR, karena Jokowi dianggap mempermainkan lembaga itu. Rakyat, terutama yang tidak memilihnya dalam pilpres tempo hari, juga akan menganggap Jokowi sebagai presiden yang tidak tegas, karena dikendalikan oleh orang-orang yang punya kepentingan politik sesaat.
Apa pun yang dilakukan Jokowi selalu dianggap salah. Maklumlah banyak orang di negeri ini yang menganut prinsip sedih melihat orang lain senang dan senang melihat orang lain sedih. Mereka tak peduli Jokowi sedang sedih.[]

Leave A Reply

Your email address will not be published.