Jelang Paskah, Bos Pesantren ‘Khotbah’ Soal Iman di Gereja

0 323
HARI ini (Minggu 5 April), umat Kristen di seluruh dunia merayakan Paskah yang dipercaya sebagai hari kemenangan karena Yesus Kristus terbukti benar-benar bangkit dari kematian-Nya.
Paskah adalah puncak dari episode kehidupan Yesus yang malang melintang dan bahkan mengalami penderitaan yang amat sangat, sehingga harus merelakan diri-Nya disalib dan mati. Dalam budaya dan tradisi Yahudi, salib adalah tempat siksaan bagi orang yang dianggap paling hina.
KH Affif Afifi (tengah)

Banyak gereja, baik Kristen Protestan dan sekte-sektenya, maupun Katolik yang memperingati momentum Paskah sejak awal Maret lalu. Sebelum Paskah, umat Kristen memperingati Jumat Agung, yaitu saat Yesus wafat tergantung di bongkahan balok bersilang yang kemudian populer dengan salib.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan banyak gereja, di antaranya adalah pemahaman Alkitab, persekutuan doa keluarga, dan sarasehan (diskusi). Panitia Paskah Gereja Kristen Jawa (GKJ) Tangerang, Sabtu (21 Maret) yang lalu meminta saya memandu diskusi/sarasehan bertajuk “Tuhan Menurunkan Agama untuk Kedamaian Semua Umat.”
Yang diundang menjadi pembicara dalam acara tersebut bukan seorang pendeta, melainkan KH Afif Afifi, pemimpin Pondok Pesantren Darul Hikmah, Pekayon, Mauk, Tangerang. Selain memimpin sekolah teologia Islam tersebut, Afif kini juga menjabat ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Pesantren modern yang diasuh mempunyai 600 santri.
Meskipun kami berbeda keyakinan (agama), saat memandu diskusi tersebut, saya tidak berjarak dengannya, sebab KH Afif berbicara secara terbuka tentang keyakinannya. Dia sendiri tidak canggung berdiskusi yang berlangsung di dalam ruang ibadah. Baginya, masuk gereja bukanlah sesuatu yang haram. “Yang penting saya tidak ikut ritual peribadahan, sebab ibadah berkaitan dengan akidah,” katanya.
“Kalau saya masuk gereja dan ikut beribadah, ini yang tidak dibolehkan Islam. Jangankan Islam, agama Kristen pun pasti tidak membolehkan umatnya mengikuti ritual peribadahan di masjid. Tapi kalau sekadar datang ke acara kenduri, kan tidak apa-apa,” tambah kiai haji ini.
Lazimnya kalau ada dialog antaragama dan pembicaranya dari kalangan Islam, warga gereja pasti mengajukan pertanyaan yang sangat klasik, seperti mengapa umat Islam diharamkan mengucapkan selamat Natal kepada umat Kristen, mengapa di dalam Islam, kok ada aliran berhaluan ekstrem, memusuhi orang yang tidak berkeyakinan sama dan intoleran  model ISIS?
Menanggapi pertanyaan-pertanyaan seperti itu, Affif Afifi mengatakan, kalau mereka paham dengan Islam, mereka pasti akan toleran. Islam sangat menghormati keyakinan orang lain. “Bumi boleh saja runtuh, tapi iman apa pun, jangan sampai runtuh. Agama bukan untuk main-main,” katanya.
Affif  lalu menceritakan bahwa ia punya anak angkat (perempuan) yang sebelumnya penganut Katolik. Suatu kali sang anak angkat ingin memeluk Islam. “Mendengar niat itu saya tidak serta merta senang. Saya minta dia mempertimbangkan masak-masak dan mempelajari kehidupan keluarga saya selama enam bulan. Saya bilang ke dia, jika kamu tidak cocok, jangan memaksakan diri harus jadi Islam,” katanya.
Affif mengakui menciptakan toleransi memang tidak mudah karena masing-masing agama apa pun punya ego. Di kalangan Islam sendiri, menurut Affif, ada fakta tentang kisah Nabi Muhammad yang ditutup-tutupi. Pada suatu ketika, masih menurut Affif, Nabi Muhammad pernah dibantu Abdullah yang Kristen saat sang nabi akan  ke Medinah.
Alquran sendiri, tegas Affif, mengajarkan toleransi. Ia lalu menunjuk Surat Yunus pasal 99. Isinya seperti ini: “Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?”
Iman adalah hak setiap orang. Jadi tiada seorang pun yang bisa memaksa. Tuhan menurunkan agama (pengikut iman tertentu dan berbeda-beda) adalah untuk kedamaian semua orang apa pun keyakinannya.
Kristen juga mengajarkan toleransi. Yesus jelas-jelas mengajarkan kepada para pengikut-Nya saat para murid-Nya bertanya bagaimana harus bersikap kepada orang yang tidak seiman? Yesus lalu bercerita tentang orang Samaria yang murah hati. Cerita itu adalah sebuah perumpamaan yang diajarkan oleh Yesus kepada murid-murid-Nya. 
Lewat perumpamaan itu, Yesus ingin menunjukkan bahwa cinta kasih sebenarnya tidak terbatas, bahkan kepada orang yang membenci sekalipun. Cerita inilah  yang menjadi salah satu asas atau dasar agama Kristen, yaitu kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.
Selamat Paskah. Terimakasih Pak Haji Affif atas pencerahannya. God bless you! 
Leave A Reply

Your email address will not be published.