Catatan Gantyo

WASPADA DALAM MEMILIH KAWAN

3 310
APA jawaban kita jika kita ditanya, siapa sebenarnya teman sejati Anda? Banyak di antara kita yang akan menjawab, “Teman sejati saya adalah kawan di kantor yang mau diajak ngobrol dan yang mau menemani makan siang.”

Nggak salah sih. Sangat mungkin, teman seperti yang disebutkan di atas akan semakin terasa “pertemanannya” apabila sama-sama doyan membicarakan kekurangan atasan atau rekan kerja kita di kantor. Dia semakin menjadi teman Anda apalagi kalau senasib dan sepenanggungan.

Hati-hati! Belum tentu tafsir Anda tentang pertemanan itu menghasilkan nilai positif buat Anda. Bahkan bukan tidak mungkin, menurut Arvan Pradiansyah, penulis buku Life is Beautiful, teman Anda tersebut sewaktu-waktu akan menjadi musuh Anda. “Kalau dia suka membicarakan hal-hal buruk tentang orang lain, bisa saja suatu kali dia akan membicarakan kejelekan Anda di depan orang lain saat Anda tidak bersamanya,” katanya dalam acara Friday Spirit di Radio Ramako, Jumat (2 Mei 2008).

Di tempat pekerjaan, sering kita berhadapan dengan teman yang selalu mematahkan ide-ide kita. Banyak alasan yang dikemukakan kawan kita itu yang seolah masuk akal. “Sudahlah, ngapain mikiran perusahaan, mikir saja diri sendiri dulu,” sering kita mendengar lontaran kalimat seperti itu.

Kali lain, saat kita melontarkan gagasan, teman kita mungkin akan berkata seperti ini: “Ngapain repot bikin ide, kalau ide itu diwujudkan, yang nikmati hasilnya paling atasan kita. Lha dia sendiri nggak ngapa-ngapain. Memangnya kamu akan dapat apa?”

Lalu bagaimana sikap kita terhadap teman-teman yang punya kebiasaan seperti itu? Arvan dengan tegas mengatakan, “Segera tinggalkan, sebab dia bukan kawan baik kita meskipun kita akrab dengannya.”

Menurut Arvan, kawan seperti itu sesungguhnya tidak menghendaki diri kita menjadi besar. “Jika kita punya ide dan ide itu dipatahkannya, bukankah itu sama saja dia mengecilkan kita,” katanya.

Menghadapi teman “sejati” seperti itu, menurut Arvan, ada baiknya kita berprinsip EGP (emang gua pikirin). Dalam soal ini ada baiknya kita simak cerita kawanan katak yang terjebak di dalam sumur. Sebagian katak berusaha meloncat keluar sumur, namun menjelang sampai di bibir sumur, katak lain berteriak: “Turun! Ngapain keluar!” Mendengar teriakan temannya, katak-katak yang sudah berusaha keras itu pun meloncat turun.

Namun dalam suasana seperti itu, ada seekor katak yang terus meloncat dan merangkak naik, sehingga dia berhasil keluar dari sumur. Mengapa dia berhasil keluar? Usut punya usut, katak yang satu ini ternyata tuli.

Hanya menyenangkan

Arvan mengingatkan, sesungguhnya teman bisa menentukan masan depan kita. Namun sayangnya banyak di antara kita yang tidak tahu, sehingga kita sudah merasa puas manakala kita punya seorang atau beberapa kawan yang bisa menyenangkan kita. Mereka kita anggap sebagai teman, sebab kita sering berkeluh kesah kepadanya, atau kita jadikan sebagai mitra untuk membicarakan keburukan orang lain.

Terbiasa dengan pola hubungan komunikasi seperti itu, kita pun kemudian menyimpulkan teman itu sangat cocok dengan diri kita, padahal, menurut Arvan, teman seperti itu sesungguhnya tidak menghasilkan apa-apa buat kita, apalagi masa depan kita.

Dalam realita sehari-hari, terhadap orang yang kita anggap “musuh”, kita sering dinasihati agar berhati-hati. Tapi jarang, bahkan hampir tidak pernah orang lain menasihati kita agar berhati-hati dengan teman sendiri. Padahal, kata Arvan, teman yang paling dekat dengan kita itulah yang justru sering menjadi “musuh” dan menghancurkan kita. Oleh sebab itu pandai-pandailah dalam mencari teman, karena besar atau kecil, lingkungan pasti akan mempengaruhi kita.

Ulasan di atas tentu bukan dimaksudkan agar kita membatasi pergaulan. Sama sekali tidak. Sebaliknya, semua itu kita perlukan untuk kita jadikan pedoman dalam memilih kawan. Arvan menyebut ada empat hal (perenungan) yang perlu diperhatikan dalam memilih teman, sebagai berikut:

1. Apakah teman kita mampu mempengaruhi kita menjadi orang sukses; setidaknya ada proses pertumbuhan atas sukses yang telah kita tetapkan?

2. Apakah teman kita membuat kita lebih bahagia; bukan sekadar senang yang sifatnya sementara? Bahagia berjangka waktu panjang, bahkan kekal.

3. Apakah teman kita membuat mimpi-mimpi kita menjadi mungkin untuk dilakukan. Ingat, banyak teman yang justru sering memupus impian-impian kita?

4. Apakah teman kita menjadikan diri kita semakin besar?

Bagaimana kita bisa mengenali teman yang mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas? Arvan menyebut ada tiga cara melihat kawan, yaitu dengan memerhatikan materi apa yang dibicarakan:

1. Sering membicarakan hal-hal yang menyangkut peristiwa (lalu lintas macet, suasana di tempat pekerjaan, cuaca, dll), maka status teman kita yang seperti ini adalah “orang biasa.”

2. Sering membicarakan orang lain. Hati-hatilah dengan teman dengan “kualitas” seperti ini, sebab sangat mungkin atau hampir dapat dipastikan suatu ketika dia akan membicarakan diri kita (yang buruk) jika kita tidak bersamanya.

3. Sering membicarakan gagasan-gagasan baru dan antusias jika dia mendengar ide-ide orang lain. Nah, ini teman luar biasa. Carilah teman yang seperti ini, sebab dia bisa mencerahkan kita.

Oleh sebab itu, saran Arvan, agar kita meraih sukses, bertemanlah dengan mereka yang posisi atau levelnya di atas kita. Jangan berteman dengan mereka yang setara dengan kita.

Maksud Arvan, kalau kita ingin maju, bertemanlah dengan mereka yang tingkat kesabaran, ketekunan, disiplin, keuletan, ketabahan dan nilai-nilai positif lainnya lebih tinggi daripada kita.*

Gantyo Koespradono

3 Comments
  1. Anonim says

    kebetulan saya punya seorang teman yang egonya tinggi, hanya mementingkan diri sendiri, dan benar-benar sangat susah diminta bantuan kalo kita butuh. tetapi anehnya saya bisa akrab beneer dengan dia.kami selalu bersama selama 2 hampir 2 tahun. yang membuat saya bingung kenapa saya masih terus bersama dia walau saya sering kesal?memang kami sering bercerita bersama dan tertawa bersama.yang lebih anehnya dia punya banyak teman.menurut pendapat
    bapak gimana ya?

  2. Berarti Anda adalah kawan baik buat dia.Banyak memang orang menyebalkan di sekitar kita. Tapi, mengutip Mario Teguh, bila kenyataan itu bisa membuat Anda menjadi manusia berkelas, maka sesungguhnya teman Anda itu adalah baik buat Anda. Berapa banyak di antara kita yang tidak bisa membedakan antara perbuatan/masalah dan manusia yang membuat masalah. Bahwa sampai sekarang Anda masih bisa tertawa dan bercanda dengan teman Anda itu, maka itu berarti Anda telah meraih sukses. Selamat.

  3. Anonim says

    wah benar-benar baru tahu nih saya, ternyata mungkin teman saya itu baik buat saya…
    menarik sekali mengerti hal2 yang jarang kita ketahuin ini.
    -ardi-

Reply To Anonim
Cancel Reply

Your email address will not be published.