Catatan Gantyo

HEE AH LEE SI PEREMPUAN ‘KEPITING’

2 304


KICK Andy dalam episode ‘Ada Asa Dalam Nada’ yang disiarkan Kamis (1 Mei 2008) menampilkan penyandang cacat yang mampu menginspirasi kita, satu di antaranya adalah Hee Ah Lee, gadis 22 tahun asal Korea Selatan yang mahir memainkan piano padahal dia hanya memiliki total empat jari pada kedua belah tangannya.

Sebelum menampilkan Hee Ah Lee yang saat itu hadir bersama ibu tercintanya, Kick Andy menampilkan dua orang tunanetra, masing-masing Agus Putranto dan Eddy. Agus piawai bernyanyi sambil memainkan alat musik keyboard, sedangkan Eddy mahir meniup saksopon.

Setelah itu, Kick Andy menampilkan pria-pria yang tergabung dalam grup acapela Jamaica Café. Salah seorang anggotanya, Anton, mempunyai tubuh yang tidak sempurna. Kedua tangan Anton tumbuh tidak lengkap sejak lahir, sementara kaki kirinya sebatas lutut tidak ada. Namun keadaan ini tidak menghalangi Anton untuk berprestasi. Dia punya suara bagus dan menjadi andalan grup yang bernyanyi tanpa alat musik ini.

Hee Ah Lee tampil di segmen ketiga. Sebelum berdialog dengan Andy Noya, host Kick Andy, Hee dengan jemarinya yang cuma empat — itu pun bentuknya tidak karuan — memainkan piano dengan lagu Ballade Pour Adeline. Sedangkan di akhir segmen, dengan lincah, Hee memainkan lagu Song of Joy. Hee bukan saja cacat pada kedua belah tangannya, tapi juga kedua kakinya.

Karena bentuk jarinya yang seperti itu, Hee dijuluki sebagai wanita kepiting. Hee tahun lalu pernah datang ke Jakarta dan bermain piano di sebuah hotel. Di sini Hee memainkan lagu berjudul Ode to Joy karya Beethoven, Ballade Pour Adeline, Hungarian Dance dari Brahms, sampai karya Chopin Fantasie Impromptu. Menjawab pertanyaan Andy Noya, Hee mengaku sangat terkesan dengan Indonesia dan berharap suatu saat bisa tampil lagi di Indonesia.

Malukah Hee Ah Lee punya jari mirip japit kepiting? Tidak. “Bagiku, ini merupakan anugerah spesial dari Tuhan,” kata pianis asal Korea Selatan ini sebagaimana pernah ditulis Kompas, Maret 2007.

Banyak orang yang kagum melihat dan mendengarkan dentingan piano yang dimainkan Hee Ah Lee dengan keempat jarinya itu.

Mengapa Hee Ah Lee cuma punya empat jari? Dia menderita lobster claw syndrome. Pada masing-masing ujung tangan Hee terdapat dua jari yang membentuk huruf V seperti capit kepiting. Bukan cuma itu, kakinya hanya sebatas bawah lutut hingga tidak dapat menginjak pedal piano standar. Untuk bermain piano, pedal piano harus ditinggikan agar bisa diinjak oleh kakinya yang pendek. Ia juga mengalami keterbelakangan mental.

Kondisinya yang seperti itu mungkin banyak di antara kita yang menyebut Hee Ah Lee sebagai orang yang serba kekurangan. Tetapi tidak demikian dengan si perempuan kepiting ini. Hee menyebutnya sebagai, “Ini merupakan hadiah spesial dari Tuhan.”

Ia bisa memainkan Piano Concerto No 21 dari Mozart bersama orkes simfoni. Ia mendapat sederet penghargaan atas keterampilan bermain piano. Ia berkeliling dunia, termasuk bermain bersama pianis Richard Clayderman di Gedung Putih, Washington, Amerika Serikat.

“Aku berkeliling dunia. Aku bermain piano dari sekolah ke sekolah untuk memberi motivasi kepada kaum muda bahwa mereka bisa melakukan apa pun kalau berusaha. Kita harus bisa menjadi pemain, jangan maunya jadi penonton terus,” kata Hee.

Hee terlahir sudah cacat dari seorang ibu bernama Woo Kap Sun (51). Woo telah mengetahui sejak awal bahwa anaknya akan terlahir cacat. Ayah Hee adalah bekas tentara Korea.

“Sanak keluarga kami menganggap itu sebagai aib. Mereka bahkan menyarankan agar jika kelak lahir, bayi itu dikrim ke panti asuhan, atau dibuang,” kata Woo.

Woo menolak saran tersebut. Ia menerima Hee sebagai kenyataan dan anugerah. Ia pun menamai anaknya dengan nama indah. Hee dalam bahasa Korea berarti suka cita. Sedangkan Ah artinya tunas pohon yang terus tumbuh, sedangkan Lee nama marga. Hee Ah Lee adalah suka cita yang terus tumbuh bagai pohon.

“Ketika lahir saya melihat, ah betapa cantiknya dia. Ini anugerah Tuhan,” kata Woo.

“Saya bacakan cerita-cerita sebelum tidur. Saya nyanyikan lagu-lagu untuk dia dalam buaian,” lanjut sang ibu.

Nggak kuat angkat pensil

Woo merawat, mendidik dan memperkenalkan Hee pada kehidupan nyata. Ia memperlakukan Hee sebagaimana anak-anak lain. Untuk melatih kekuatan otot tangan, Hee diajarinya bermain piano sejak usia 6 tahun. Saat itu, jarinya belum mampu mengangkat pensil.

Hee mengenang guru piano pertamanya yaitu Cho Mi Kyong sebagai guru yang keras. Sang guru memperlakukan Hee sebagai murid dengan sepuluh jari. Ia tidak melatih Hee dengan pertimbangan rasa kasihan karena kondisi fisiknya.

“Guru saya bilang, jangan bersikap sebagai orang cacat. Tapi bermainlah sebagai orang normal,” kenang Hee yang selalu ramah dalam bertutur.

“Aku berlatih terus hingga lelah dan menangis. Betapa sulit bermain dengan empat jari. Susah sekali bagiku memainkan notasi yang bersambungan,” kata Hee lagi.

Ketika Hee memainkan arpeggio atau memainkan chord secara melodik dan runut, memang terdengar ada not yang terlompati. Tapi, itu tidak merusak melodi ataupun mengubah bangun komposisi. Ia mengaku 70 persen bermain dengan hati dan sisanya dengan teknik yang ia kondisikan untuk empat jari.

Pernah menyerah? Patah semangat?

“Bayangkan kita makan satu jenis makanan terus menerus. Aku pernah bosan. Tapi, aku memakannya terus. Aku berlatih terus menerus,” kata Hee.

Begitulah, diam-diam sang ibu menanamkan rasa percaya diri. Ia menggembleng Hee agar tumbuh mandiri, penuh percaya diri dan bersemangat baja menghadapi hidup. Bayangkan, untuk bisa memainkan karya Chopin Fantasie Impromptu, Hee berlatih lima sampai sepuluh jam sehari selama lima tahun. Hasilnya memang luar biasa. Umur 12 tahun, Hee telah menggelar resital piano tunggal.

“Ibu menanamkan rasa percaya diri padaku. Bahwa aku harus bisa melakukan segalanya sendiri. Bahwa kalau aku bisa main piano, aku bisa melakukan apa saja. meski aku tahu itu makan waktu banyak,” ungkap Hee.

Piano menjadi sahabat dan jendela bagi Hee untuk melangkah di pentas kehidupan. Ia lalui masa kecil dengan bahagia seperti kebanyakan anak-anak. Ketika ada cercaan orang, Hee menghadapinya secara dewasa.

“Teman-teman ada yang mengatai aku sebagai hantu atau monster. Tetapi, aku menerima itu,” kata Hee, tetap dengan senyum.

Musisi Dwiki Dharmawan yang hadir dalam acara Kick Andy mempertanyakan, yang sebenarnya sempurna dan tidak sempurna itu siapa. Pasalnya, menurut Dwiki, orang yang katanya sempurna alias mempunyai anggota tubuh yang lengkap malah sering menemui kesulitan memainkan piano dengan not-not balok yang rumit. Namun bagi Hee Ah Lee dan Anton, mereka bisa memainkan piano dan bernyanyi dengan sempurna.

Yang menarik, para panyandang cacat yang ditampilkan di Kick Andy tersebut bisa tampil percaya diri karena mereka tidak diistimewakan oleh orangtuanya dalam kehidupan nyata. Yang diberikan oleh para orangtua mereka, terutama sang ibu hanya cinta dan kasih. Anugerah inilah yang membuat mereka lebih sempurna daripada kita yang mengklaim sempurna.*

Gantyo Koespradono

2 Comments
  1. Anonim says

    Sayang saya tidak menonton episode ini. Namun seperti episode-episode yang lain yang pernah saya tonton, program kick andy selalu membuat mata saya berkaca-kaca terharu, bangga, kagum dan membangkitkan keinginan untuk berbuat banyak untuk membantu sesama.
    Terima kasih Pak Gantyo yang telah menyusun buku kick andy. Ditunggu buku kick andy dengan kumpulan-kumpulan kisah yang lainnya.

  2. Wen Guang says

    Salam….
    Saya sudah membaca ulasan anda ttg KickAndy di buku Kickandy. Sangat menyentuh dan hidup. Terimakasih.

    Kapan kira2 dibuat buku kedua? Atau sudah to? hehehe

    RUDI
    http://aizhongwen.blogspot.com

Leave A Reply

Your email address will not be published.