Nama “Vitamin” Itu “Tidak Profesional”
KAMIS, 30 Agustus 2012. Jam sudah menunjukkan pukul 00.20 ketika kami akan keluar dari gedung The City Tower (TCT), Jl Thamrin, Jakarta, tempat Bank ICBC berkantor. Kami berada di gedung itu sejak Rabu (29 Agustus 2012) pukul 09.00.
Di gedung itu, tepatnya di lantai 33, kami tengah melakukan editing akhir atas buku “Never Give Up” guna memperingati keberadaan Bank ICBC di Indonesia tahun yang kelima.
Karena ditulis dalam bahasa Inggris, kami memang agak mengalami kendala, terutama menyangkut peristilahan, pemilihan kata, dan tata bahasa, apalagi kami dikejar “deadline”, sehingga di sana sini masih muncul istilah yang tidak tepat dengan teks yang ditulis dalam bahasa Indonesia yang sebagian saya tulis dan edit.
Tapi, kami berusaha semaksimal mungkin untuk membereskan proses editing dalam hitungan jam ke jam, apalagi klien kami (ICBC) menetapkan waktu meeting untuk checking kerap berubah-ubah.
Pada Selasa 28 Agustus 2012 di Media Indonesia, kami lagi-lagi urun rembuk guna menyelesaikan buku tersebut hingga malam hari. Translator kami undang untuk mensinkronkan terjemahan yang dia susun. Sayangnya, Reza, editor (bahasa Inggris) buku tidak bisa hadir dalam urun rembuk tersebut, padahal finalisasi editing naskah, termasuk foto dan desain buku harus kami presentasikan kepada klien hari Kamis, 30 Agustus 2012.
Tiba-tiba klien, melalui Andy Witanto (koordinator proyek ini) minta pertemuan untuk checking diajukan hari Rabu, 29 Agustus 2012 pukul 09.00. Pasalnya, bos besar ICBC punya waktu hari itu. Kami agak tenang, sebab bos besar hanya ingin tahu berkembangan akhir desain (layout) buku yang selama ini dikerjakan “habis-habisan” oleh Diana Kusnati dan Rico Waas, sehingga keduanya kerap tidak tidur sejak menggarap buku tersebut.
Saya salut dengan kedua teman saya ini, sebab pukul 02.00, bahkan pernah pukul 04.00 masih beremail-emailan dengan anggota tim, termasuk saya, mengirimkan revisi desain/layout baru buku setelah mendapat masukan dari klien.
Meskipun klien (katanya) hanya mau mengecek desain, kami tetap berusaha semaksimal mungkin untuk membereskan proses editing naskah dalam bahasa Inggris. Jerome, redaktur internasional Media Indonesia melalui Direktur Pemberitaan Media Indonesia Usman Kansong, diminta untuk membantu proses editing.
Sayang, Jerome tidak bisa berbuat maksimal. Beralasan waktu terlalu mepet dan “kesalahan” terjemahan naskah terlalu banyak, dia hanya bisa mengedit seperlunya. Dia menyerahkan naskah hasil editingnya ke Diana, berdasarkan data di emailnya pada Rabu 29 Agustus 2012 pukul 01.20. Pukul 06.00, Diana dan Rico melayout naskah “yang telah diedit” Jerome ke dalam buku setebal 180-an halaman untuk bekal presentasi ke bos besar ICBC pada hari yang sama pukul 09.00.
Saya tiba di gedung ICBC di Jl Thamrin No 81 pukul 08.20 (Rabu 29 Agustus 2012) diantar Transjakarta. Pada pukul 09.10, kami “menghadap” bos besar ICBC didampingi Sumi Yang, presenter Xin Wen Metro TV yang juga setia menemani kami saat presentasi. Bos besar pada prinsipnya sudah oke dengan hasil kerja kami.
Tapi, tidak demikian dengan wakil sang bos besar. Dia menanyakan perihal editing naskah Inggris yang menurutnya belum sempurna. Dari bahasa tubuh dan kata-katanya, kami berkesimpulan dia kecewa. Percuma kami menjelaskan dengan kalimat berbusa-busa tentang apa yang sudah kami lakukan, sebab “kecewa” adalah hak klien (konsumen). Kewajiban kami adalah terus melayani. Saya sendiri berprinsip “kekecewaan” klien adalah pemicu bagi kami untuk berbuat lebih baik lagi. Dari sini, saya juga bisa belajar mengenai karakter seseorang.
Hari itu, kami bahkan mendapat “vitamin” yang sangat menyehatkan, karena kami dianggap tidak profesional. Info ini saya dapatkan dari Andy Witanto setelah menerima BBM dari atasannya. Ah, wow, asyik, rupanya “fakta” di ruang Beijing gedung ICBC di lantai 33 telah disampaikan ke pimpinan di Media Indonesia.
Demi kesehatan, “vitamin” tersebut menjadi suplemen bagi kami pada hari itu. Mencoba menaati jadwal, atas desakan Diana, kami menyelesaikan proses editing naskah buku. Reza (editor) kami undang. Kami bagi-bagi tugas.
Dibantu tim dari ICBC, kami melakukan proses editing naskah disesuaikan dengan foto dan layout. Jika ada kalimat Inggris yang tidak jelas, teman-teman mengonfirmasi kepada saya menyangkut apa maksudnya dalam bahasa Indonesia.
Kami akhirnya menyelesakan proses editing naskah sekitar pukul 00.10 (sudah masuk hari Kamis 30 Agustus 2012). Naskah masih harus diskrining lagi grammar-nya oleh Reza sebelum dilayout ulang (entah sudah yang ke berapa kali) oleh Diana dan Rico.
Saat kami meninggalkan gedung TCT pukul 01.30, lampu-lampu gedung sudah dimatikan. Di lantai dasar, tidak ada lagi petugas keamanan (satpam), padahal KTP kami ada di rerepsionis. Diterangi sinar dari ipad milik Andy kami “browsing” KTP kami di ruang resepsionis, mirip pencuri. Saya berpikir, andai saja ada kehilangan barang berharga yang ada di gedung itu, pastilah kami yang bakal jadi tersangka.
Hanya KTP saya, yang entah disimpan di mana, saya tidak menemukannya. Kartu akses masuk ke gedung, mau tidak mau saya bawa pulang sebagai “jaminan” atas KTP saya yang masih tertinggal di gedung tersebut. Yah, capek deh, hari ini (Kamis 30 Agustus 2012) saya harus ke gedung itu lagi, hanya untuk mengambil KTP.***