Catatan Gantyo

Mahasiswa Saya Berbakat Jadi Paranormal

1 530

DASAR atau roh bagi seorang wartawan dalam menulis berita adalah fakta. Wartawan yang baik adalah jika ia mampu menunjukkan sesuatu, bukan mengatakan sesuatu. Wartawan harus mampu merangkai kata-kata yang bahan bakunya adalah fakta, bukan untaian kata-kata yang bersumber dari imajinasi atau karangan sendiri.
Itulah pelajaran dan pengetahuan yang saya berikan kepada para mahasiswa ketika saya mendampingi mereka mengikuti mata kuliah penulisan berita yang saya ajarkan di kampus Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta, Senin (17 September 2012).
Mengutip Kamus Besar Bahasa Indonesia, saya menjelaskan kembali kepada mahasiswa apa itu fakta. Menurut kamus itu, fakta adalah  sesuatu (keadaan, peristiwa) yang merupakan kenyataan; sesuatu yang benar-benar ada atau terjadi.
”Fakta itu suci,” kata Jakob Oetama, CEO Kompas Group. Artinya, ibarat seorang gadis, kesuciannya tidak boleh ”diganggu gugat” sebelum ia masuk ke jenjang pernikahan. ”Oleh sebab itu, kalau ada yang coba-coba mengganggu kesucian sang gadis, maka ia (laki-laki) harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Ada konsekuensinya. Ia harus siap dituntut,” kata saya.
Saya berkata demikian untuk meyakinkan kepada mahasiswa agar jangan coba-coba mempermainkan fakta dalam menulis berita. Jangan mencampuradukkan fakta dan opini.
Dalam Kode Etik Jurnalistik pasal 3 ayat (30) dijelaskan antara lain, “di dalam menyusun suatu berita, wartawan Indonesia harus membedakan antara kejadian (fact) dan pendapat (opini), sehingga tidak mencampuradukkan yang satu dengan yang lain untuk mencegah penyiaran berita-berita yang diputarbalikkan atau dibubuhi secara tidak wajar.”
Jika wartawan melanggar kode etik di atas, maka dijamin, apa yang ditulisnya akan mendatangkan persoalan hukum atau sosial. Kalau sudah begini, siapa yang harus bertanggung jawab?
Ini kasus yang paling baru. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Rabu (19 September 2012) ke Dewan Pers melaporkan media yang memberitakan penangkapan dua ”pelacur” ABG. Dewan Pers diminta mempelajari berita tersebut, karena diduga akibat pemberitaan tersebut, salah seorang ABG bunuh diri dengan cara menggantung diri. Kasus ini terjadi di Aceh.
Lead (paragraf pertama) berita yang mengabaikan fakta itu seperti ini: Dua wanita yang masih di bawah umur ditangkap di Lapangan Merdeka Langsa, ketika menunggu lelaki hidung belang, Senin (3/9) menjelang subuh. Diduga, mereka sengaja diperdagangkan sebagai pelacur.
Kedua pelacur dimaksud dibeureukah saat razia Syariat Islam lanjutan yang digencarkan Dinas Syariat Islam bersama Wilayatul Hisbah (WH) Langsa, sekira pukul 03.00 WIB. Kedua remaja putri yang berumur 16 tahun itu masing-masing berinisial PE, warga Aceh Timur, dan IT, warga Kota Langsa.
Keduanya ditangkap personel WH ketika berada di antara kumpulan anak muda di sekitar Lapangan Merdeka Langsa. Bahkan, kepada penyidik, mereka secara gamblang menyatakan, selama ini kerap beraktivits melayani lelaki hidung belang.
Namun dalam menjalankan perannya, kedua remanja bau kencur itu mengaku diarahkan oleh tante girang (germo-red), yang namanya telah dikantongi oleh pihak Dinas Syarkiat Islam.
Sebelumnya, pihak Dinas Syariat Islam tengah mendapat informasi mengenai praktik pelacur di bawah umur ini. Namun, pihak dinas dan penyidik WH sulit membongkar jaringannya karena para germo menjalankan aktivitas tersebut secara terselubung.
“Sangat kami sayangkan, germo ini memanfaatkan anak perempuan masih di bawah umur dengan menjualnya kepada lelaki hidung belang demi meperoleh uang,” kata Kadis Syariat Islam (SI) Langsa, Ibrahim Latif, kepada Prohaba, Senin (3/9) pagi.
Ibrahim menambahkan, ketika anggota WH menggrebek malam itu, sejumlah pelajar yang berada di kawasan itu lari kocar-kacir menyelamatkan diri dari penangkapan. WH hanya menangkap dua lelaki, masing-masing berinisial AZ (16) dan IZ (20), warga Aceh Timur. Mereka mengaku, malam itu hendak pulang ke rumahnya di kawasan Aceh Timur, selepas berkunjung ke rumah saudaranya di Langsa.
Akan tetapi, karena malam telah larut, pemuda tanggung dan seorang pelajar SMA ini membatalkan niatnya pulang ke rumah. Akhirnya, mereka ikutan bergabung menghabiskan malam di Lapangan Merdeka Langsa dengan temannya.
Naas bagi mereka, ketika WH merazia, keduanya ditangkap dan diamankan ke Kantor Syariat Islam Langsa. Kepada penyidik, mereka mengaku tak mengenal dua wanita yang ikut ditangkap bersama mereka tersebut. Kata AZ dan IZ, kedua wanita itu baru datang sekitar beberapa puluh menit ke Lapangan Merdeka Langsa. Kemudian ikut bergabung dengan mereka di sana.
“Awalnya, dari mana mereka datang, dua lelaki ini tak mengetahuinya. Dari keterangan dua lelaki dan dua wanita ini, memang benar mereka saling tak mengenal,” ujar Ibrahim.
Setelah dipanggil orang tuanya dan menandatangani surat perjanjian tak akan mengulangi perbuatannya, dua remaja putri serta dua lelaki ini diserahkan kembali kepada orang tua mereka masing-masing. “Kami mengingatkan terutama kepada orang tua yang memiliki anak perempuan, untuk benar-benar mengawasinya agar tidak terjerumus ke perbuatan menyesatkan,” imbau Ibrahim.
Silakan Tulis Fakta
Guna membiasakan para mahasiswa mengenal fakta, saya lalu minta salah seorang mahasiswi berdiri (lihat foto). Para mahasiswa saya minta mengungkap fakta mengenai mahasiswi tadi. Ada yang mengatakan rekan mereka yang berdiri itu dengan kata-kata ”kalem”, ”tenang”, ”bersahaja”, dan sebagainya. Tapi, ada juga yang menyebut dengan kata-kata ”perempuan”, ”mengenakan pakaian berwarna hitam”, ”dia mengenakan pita rambut.”
Sebelumnya, saya minta kepada mahasiswa agar menulis fakta-fakta apa yang mereka lihat dan dengar (bukan yang dirasakan) sejak mulai bangun tidur hingga mengikuti kuliah.
Hasilnya? Ehmm, sebagian mahasiswa mengalami kesulitan mengamati dan menemukan fakta. Sebagian lagi sulit membedakan antara fakta dan opini. Berikut sebagian ”fakta” yang mereka tulis:
(Catatan: saya kutip sebagaimana adanya, termasuk penggunaan huruf besar/kecil, tanda baca dan sebagainya)
  1. Suasana pagi di beji depok terlihat lengang dan tidak terjadi kemacetan lalulintas.
 Komentar dosen: Yang lengang itu apa? Sang mahasiswa rupanya berharap ada kemacetan lalu lintas.
  1. Saya rapih-rapih, lalu melihat kedua orang tua saya masih tidur.
Komentar dosen: Apa hubungan antara ”saya” dan ”rapih-rapih”? Dari mana mahasiswa ini tahu dan yakin bahwa orang tuanya masih tidur? Siapa tahu kedua orang tuanya cuma memejamkan mata sambil merebahkan badan? Tapi, siapa tahu mahasiswa ini benar, karena dia seorang paranormal.
  1. Dipejalan melihat sekeliling jalanan yang penuh dengan kendaraan. Ke kampus menaiki angkot.
Komentar dosen: Jalanan penuh dengan kendaraan? Penuhnya berapa meter kubik, ya? Hah?! … ke kampus menaiki angkot? Hebat betul, ya, bagaimana caranya?
  1. Terlihat jalanan macet. Terlihat orang mengejar bis supaya cepat sampai tujuan. Banyak pengendara motor yang melanggar lalu lintas. Terlihat banyak mahasiswa yang masih nongkrong di dpn kelas malas utk masuk kelas.
Komentar dosen: Mahasiswa yang satu ini rupanya juga berbakat menjadi paranormal, karena tahu apa yang dilakukan orang lain. Coba perhatikan, orang mengejar bis supaya cepat sampai tujuan. Apa iya? Siapa tahu, orang itu mengejar bus, karena HP-nya tertinggal di dalam bus, atau ada copet yang merampas dompetnya dan naik bus yang disebut sang mahasiswa dikejar. Sang mahasiswa rupanya juga tahu (?) ternyata teman-temannya malas masuk kelas.
  1. Saya mendengar seorang ibu memarahi anaknya karena si anak belum bangun sampai jam 6 pagi. Saya mendengar Satpol PP memarahi supir angkoit karena berhenti seenaknya.
Komentar dosen: Mahasiswa yang satu ini juga punya bakat jadi paranormal. Buktinya, begitu yakin bahwa sang ibu marah, karena anaknya belum bangun sampai pukul 06.00. Juga Satpol PP yang marah, karena pengemudi angkot berhenti seenaknya. ”Seenaknya” itu seperti apa sih?
Masih banyak contoh lain yang intinya mahasiswa mengalami kesulitan membedakan antara fakta dan opini, sehingga belum mampu ”menunjukkan sesuatu.” Oleh sebab itu, banyak di antara mereka yang menulis fakta yang kandungannya adalah ”kira-kira” dan memerankan diri sebagai jaksa (menuduh) dan hakim (menghakimi), atau, ya itu tadi, seperti paranormal (seolah serba tahu).
Yuk, berlatih lagi.***  
1 Comment
  1. Jeram LIAR says

    saya masih belum paham dengan artikel yang ini Pak.
    Bisa dijelaskan tidak mengenai hubungan judul artikel ini dengan isi dari artikel ini?
    terimakasih

Reply To Jeram LIAR
Cancel Reply

Your email address will not be published.