Rakor NasDem, Meskipun ‘Ditembak’ Tetap Tenang

0 257
HARI Sabtu-Minggu  (25-26 Januari), saya berkesempatan mengikuti Rapat Koordinasi Pemenangan Pemilu Partai NasDem, sebuah partai baru, namun keberadaannya belakangan ini mulai “mengganggu” eksistensi partai-partai lain. Apalagi setelah Litbang Kompas melakukan survei dan menghasilkan fakta bahwa ternyata Partai NasDem masuk dalam lima besar.

Maka saya bisa pahami jika tokoh Partai Bulan Bintang sekaliber Yusril Ihza Mahendra langsung “menembak” Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh yang disebut Yusril tidak memahami UUD 1945 karena menyarankan agar Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan Yusril yang menuntut agar pemilu legislatif dan pemilihan presiden disatukan dan dilaksanakan pada 9 April 2014.


Beruntung para hakim di MK (salah seorang di antaranya adalah teman Yusril-Hamdan Zoelfa) masih punya nalar dan memutuskan gugatan Yusril pada prinsipnya diterima namun pelaksanaannya baru bisa dilakukan pada Pemilu 2019. Masyarakat membaca keputusan MK itu sebagai “habislah ambisi Yusril untuk menjadi calon presiden tahun ini.”

Seketika itu juga melalui akun Twitter-nya, Yusril mengumpat Surya Paloh sebagai tokoh yang tidak mengerti UUD 1945, fasis, otoriter, dan sebagainya, lalu mengait-ngaitkan Surya Paloh memanfaatkan (menyalahgunakan ?) Metro TV dan Media Indonesia sebagai media untuk mempengaruhi/membentuk opini publik agar mendukung Surya Paloh (NasDem).

Saya menduga ketika membuka dan menutup Rakor Pemenangan Pemilu, Surya Paloh membalas balik serangan Yusril Ihza dan isu-isu miring menyangkut NasDem. Dugaan saya meleset. Dalam rakor, soal-soal itu sama sekali tidak disinggung. “Balasan” atas serangan Yusril rupanya sudah cukup disampaikan oleh Sekjen Partai NasDem Patrice Rio Capella dan Ketua Bappilu Ferry Mursyidan Baldan sebagaimana diberitakan pers.

Partai pengusung perubahan melalui gerakan restorasi ini tampaknya sadar jika melayani umpatan-umpatan ala warung kopi itu, selain menghabiskan energi, juga tidak ada manfaatnya. Pasalnya, masih banyak urusan besar menghadapi pemilu yang tinggal “menghitung hari.”

Oleh sebab itu selama dua hari rakor, praktis saya tidak mendengar para peserta menjelek-jelekkan partai lain, apalagi menyudutkannya atau merancang strategi melakukan kampanye hitam (black campaign). Sama sekali tidak.
Di dalam rakor, para ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) lebih banyak melaporkan mengenai kesiapan mereka dalam hal saksi di Tempat Pemungutan Suara (TPS), pemasangan spanduk/baliho dan konsolidasi bagaimana menghidupkan mesin partai untuk meraih suara, sehingga target minimal 100 kursi di DPRRI tercapai.

Sejak awal, NasDem tampaknya ingin meraih kemenangan secara elegan atau menang tanpa harus membuat malu pihak lain, meskipun manuver yang dilakukan belakangan ini soal saksi parpol sempat membuat malu partai lain.

Sebagaimana diberitakan, partai ini menolak jika honor untuk para saksi parpol menggunakan uang negara yang telah dianggarkan dalam APBN. Untuk diketahui, setiap parpol mendapat jatah Rp 58 miliar guna membiayai saksi-saksi mereka di TPS.

Alasan NasDem menolak biaya saksi tersebut, sebagaimana diungkap Rio Capella dan Surya Paloh, rasanya tidak etis Partai NasDem menerima dana tersebut, karena ketika memutuskan mata anggaran tersebut, NasDem tidak terlibat, karena memang tidak ada wakilnya di DPR. “Tidak fair kalau kami menerimanya,” kata Rio Capella kepada wartawan sesaat sebelum rakor dibuka.

Alasan lain yang menurut saya lebih masuk akal adalah Partai NasDem merasa risih menerima dana tersebut, sementara banyak di antara anak bangsa ini yang sengsara, karena bencana alam. “NasDem usul agar dana honor saksi itu diserahkan untuk para korban bencana,” kata Surya Paloh.

Penolakan NasDem disambut PDI Perjuangan yang belakangan juga menolak dana saksi menggunakan uang negara. Sementara tokoh atau partai lain menganggap NasDem arogan. Harry Tanoesoedibyo (Hanura) secara terbuka bahkan menyebut, sebenarnya Partai NasDem tidak punya modal. Ia minta agar kader Hanura jangan khawatir kalah.

Dalam rakor, lagi-lagi Surya Paloh menegaskan bahwa partai yang dimpinnya harus tahu diri. Artinya, jika tidak masuk dalam tiga besar, Partai NasDem tidak akan mengajukan nama calon presiden.

Dia juga menyatakan optimismenya bahwa partai restorasi ini akan mendapatkan minimal 100 kursi di DPR. Optimisme Surya Paloh rasanya tidak berlebihan jika para caleg konsisten dan konsekuen dengan program rekrutmen anggota melalui program Operasi 250 yang populer dengan sebutan O250. 

Operasi O250 merupakan gerakan merekrut anggota secara mandiri (online) semacam multi level marketing (MLM). Sampai sedemikian jauh, anggota NasDem yang tercatat di database O250, sebanyak 14.500.000 orang. Katakanlah dari jumlah itu ada error-nya 4.500.000, secara kasat mata perolehan suara NasDem pada Pemilu 2014 tetap akan dua digit.

Maka beralasan jika salah seorang calegnya, Sarwoto (Dapil 5 Jawa Tengah) yakin ia bisa mendapatkan satu kursi hanya mengandalkan O250. “Saya akan buktikan saya adalah satu-satunya caleg NasDem yang duduk di Senayan hanya dengan O250,” kata mantan Dirut PT Telkomsel ini kepada saya.

Oleh sebab itu, saya bisa memahami jika partai ini tidak terlalu gembar gembor menghadapi Pemilu 2014. Segalanya telah dipersiapkan dengan matang dan menggunakan strategi yang terukur. Banyak pihak “menembak” partai dan tokohnya melalui media sosial, tapi ditanggapi secara dewasa.

Jika tidak ada aral melintang, berdasarkan informasi selintas yang saya dengar dari Surya Paloh, partai ini akan melakukan rapat besar di Gelora Bung Karno pada 23 Februari mendatang. Rapat besar ini disebut-sebut akan dihadiri sedikitnya 100.000 kader NasDem. Kita lihat saja nanti niat itu akan menjadi kenyataan atau tidak.

Pada pemilu tahun ini, masyarakat Indonesia hanya dihadapkan pada dua pilihan, mau memilih partai lama atau partai baru. Rakyat pastinya sudah sangat paham dengan performa partai lama yang para anggotanya duduk di DPR dan hampir semuanya mencalonkan kembali menjadi caleg. Jika memang rakyat setia kepada mereka, maka sangat mungkin para incumbent itu kembali akan melenggng ke Senayan. Tapi jika rakyat sudah bosan melihat ulah mereka selama ini, maka mereka  hanya punya satu alternatif pilihan, yaitu satu partai baru (NasDem). Tidak ada yang lain.

Bagaimana kenyataannya? Kita tunggu 9 April 2014.[]  

Leave A Reply

Your email address will not be published.