Hoax dan Berpikir Positif atas Cuitan SBY
Foto: metrotvnews |
MENUAI olok-olok, pekan lalu, bekas Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di akun Twitter-nya menulis seperti ini: Ya Allah, Tuhan YME. Negara kok jadi begini. Juru fitnah & penyebar “hoax” berkuasa & merajalela. Kapan rakyat & yang lemah menang?
Banyak orang menafsirkan tidak-tidak atas cuitan SBY. Sebagian besar bernada negatif. Ada yang bilang SBY lebay.
Siapa yang paling tahu motif kalimat di atas? Siapa lagi kalau bukan SBY. Ya, beliaulah yang paling tahu, pesan melalui cuitan di atas ditujukan kepada siapa.
Saya coba memaknakan secara positif cuitan SBY. Fakta tidak terbantahkan bahwa hoax kini hadir setiap hari di sekitar kita. Bangun tidur, di HP kita sudah hadir informasi hoax. Menjelang tidur pun demikian.
Juru fitnah dan penyebar hoax, seperti ditulis SBY dalam cuitannya, memang sedang berkuasa dan merajalela.
Mereka menjejali siapa pun dengan info palsu, fitnah, kebencian, dan pelintiran berita tanpa ampun.
Saya bisa pahami jika SBY lantas bertanya, “kapan rakyat dan yang lemah menang?”
Menghadapi hoax, rakyat yang tidak tahu apa-apa, memang tidak bisa berbuat apa-apa. Setiap hari masyarakat yang tidak tahu apa-apa itu dikungkung dalam kebimbangan karena mendapatkan informasi yang membingungkan.
Bahwa SBY kemudian (seolah-olah) menyalahkan negara lewat kata-kata “negara kok jadi begini”, maaf, saya tidak mampu menafsirkannya.
Lagi-lagi hanya SBY yang paling tahu. Bahwa dia (mungkin saja) terpengaruh dosen UI Rocky Gerung yang mengatakan bahwa negaralah yang paling jago membuat hoax, saya juga tidak berani berkesimpulan demikian.
Namun, saya sependapat dengan SBY bahwa rakyat yang lemah memang tidak pernah menang untuk mendapatkan informasi yang benar.
Pagi tadi (Selasa 24 Januari), ada seorang ibu rumah tangga yang bertanya kepada saya menyangkut “berita” (saya sengaja menggunakan tanda kutip) pengakuan sekjen sebuah organisasi kemahasiswaan yang (katanya) dibayar Rp 500.000 saat akan mengikuti unjuk rasa 4 November 2016 lalu.
Lewat WA, sang ibu menyertakan link “berita” tersebut. Setelah link tersebut saya buka, isinya memang ada pengakuan seperti itu. Ada info lain, sang mahasiswa dan organisasinya akan mendapatkan tambahan uang Rp 2 miliar dari “aktor politik” jika mereka bisa membuat kerusuhan pascademo.
Setelah membaca “berita” lewat link di atas, kepada sang ibu, saya hanya menjawab bahwa “berita tersebut belum tentu benar.”
Bersikap bijak atas berita hoax jauh lebih baik daripada bereforia dan kemudian menyebarluaskan dan akhirnya tak terkendali.
Menindaklanjuti cuitan SBY, sebaiknya kita hati-hati dengan hoax. Pasalnya, diakui atau tidak, ada pihak-pihak yang sekarang ini berusaha memecah belah bangsa dan kebinekaan kita lewat hoax. Sang pembuat hoax biasanya mengusung materi SARA guna meyakinkan konsumen hoax, karena mereka yakin sebagian besar masyarakat kita “miskin” nalar.
Dampak bermain-main hoax berdasarkan pengalaman benar-benar tak sedap seperti yang dialami seorang anak muda di Medan bernama WH.
Minggu pertama Januari 2017 lalu, laki-laki berusia 23 tahun itu ditangkap polisi karena meneror akan meledakkan bom di Studio DAAI TV Jakarta. Teror itu disampaikan lewat media sosial. WH sendiri bermain-main dengan hoax menggunakan akun palsu.
Di laman Facebook DAAI TV, iseng, HW menulis pesan seperti ini: “I love ISIS. Kami telah beri kejutan di 5 titik di gedung DAAI TV. Hitungan 10 menit mulai dari sekarang.”
Selain menuliskan ancaman di laman Fanpage DAAI TV, WH juga menulis note di akun Facebook bernama Andrew dengan judul “Bom akan meledak”.
Polisi sekarang pintar-pintar. Saat akan membekuk HW, polisi mengirim surat ke Facebook untuk membuka IP address akun Facebook atas nama Andrew tersebut. Hasilnya, IP address itu tercatat di Jalan Langkat, Medan, Sumatera Utara, tempat WH dibekuk.
Layaknya maling dan juga koruptor, awalnya HW membantah. Namun setelah polisi menunjukkan bukti, HW tak berkutik, menyerah.
Dua pekan lalu, Metro TV menayangkan kasus hoax yang melibatkan HW dalam acara “Target Operasi”.
Alamak, HW ternyata rakyat biasa. Ya, rakyat lemah seperti yang dimaksud SBY. Niat HW mau menang, tapi malah kalah.
Diwawancarai reporter Metro TV, HW mewek dan minta ampun, karena ia melakukannya cuma iseng. “Benar, Mbak, saya cuma iseng. Nggak nyangka jadi begini,” katanya.
Anggota keluarga HW, seperti ibu, bapak dan nenek HW juga menangis-nangis. Hoax benar-benar telah membawa korban. Niatnya mau membangga-banggakan ISIS, malah berakhir tragis.
Kalau begitu ayo kita kembali ke media mainstream. Lebih dari itu seperti yang diharapkan Jokowi, “jangan menghasut, jangan memfitnah, jangan menyebarkan kabar bohong, jangan menyebarkan ujaran kebencian.”[]