Dengan Memberi, “Surga” Sudah Ada di Sini
SUATU hari saya berselancar di Google mencari hari besar apa saja yang diperingati pada bulan Mei. Saya kemudian menemukan ada “Hari Memberi” yang diperingati setiap tanggal 30 Mei.
Namun, ketika hari ini, Senin 30 Mei 2022, saya mencoba mencari informasi tentang sejarah Hari Memberi, saya tidak menemukannya di sumber-sumber resmi (media arus utama).
Lazimnya, hari-hari besar/penting berskala nasional dan internasional diulas atau pernah ditulis di media arus utama. Hari besar biasanya ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) atau negara/pemerintah.
Penasaran, dengan menggunakan kata kunci “memberi” dengan berbagai variasinya, saya akhirnya menemukan informasi tentang hari tersebut di laman Facebook.
Rupanya Hari Memberi dicanangkan secara lokal oleh sebuah pemerintah daerah (kota) di Jawa Barat.
Di sana disebutkan bahwa Hari Memberi adalah hari di mana setiap orang dapat memberikan sesuatu kepada orang yang dicintai dan orang yang mebutuhkan di sekitar kita.
Disebutkan pula Hari Memberi adalah hari di mana setiap individu berani berbuat hal yang terbaik bagi sesama.
Hari Memberi adalah hari yang katanya, didedikasikan bagi lembaga swadaya masyarakat (LSM), perusahaan, lembaga sosial sebagai wujud kepedulian kepada sesama.
Lalu apa tujuannya? Saya mendapatkan informasi Hari Memberi merupakan momentum penting guna meningkatkan kesadaran kepada warga masyarakat untuk memberi kepada siapa pun dalam bentuk apa pun.
Bagi perusahaan, merupakan sarana untuk memberikan perhatian kepada masyarakat/konsumen secara langsung melalui program CSR.
Baiklah, Anda mengakui atau tidak, keberadaan kita sekarang ini adalah hasil dari sebuah atau aksi pemberian.
Pemberian dalam ajaran agama apa pun sering disebut dengan karunia atau berkat. Siapa yang menghadirkan karunia dan berkat kepada kita. Siapa lagi kalau bukan Allah?
Segala yang bersumber dari Allah, semuanya baik. Dari realita itu, mestinya secara otomatis, diri kita mengcopy-paste apa yang telah dilakukan Allah kepada manusia.
Konkretnya sesuatu yang baik pula yang kita berikan kepada manusia. Jika kita melakukan perbuatan yang bertolak belakang dengan Sang Illahi, selayaknya kita introspeksi dari mana asalnya? Siapa yang menyuruh (iblis?).
Dalam kehidupan yang lebih kecil tapi konkret, orang tua kita juga telah melakukan aksi memberi kepada kita. Memberi perhatian. Kasih sayang. Bahkan harta benda, uang (biaya pendidikan).
Lembaga pendidikan melalui para guru dan dosen juga telah memberikan ilmu pengetahuan kepada kita, sehingga di tempat pekerjaan, kita bisa memperoleh posisi seperti sekarang.
Lembaga keagamaan melalui para pemuka agama kita juga mendapatkan ajaran akan cinta kasih dan dengan cinta kasih itu, kita peduli dan berbagi (memberi) kepada sesama.
Saya percaya semua agama mengajarkan kebaikan dan mendidik umatnya untuk berani memberi karena Tuhan lebih dulu memberi.
Dalam Kristen yang Minggu 5 Juni 2022 akan memperingati Hari Pentakosta misalnya.
Pada mulanya hari tersebut ditandai dengan peristiwa turunnya Roh Kudus Allah kepada murid-murid Yesus.
Pendeta kami dalam khotbahnya Minggu 29 Mei 2022 kemarin mengingatkan bahwa Roh Kudus merupakan pemberian Allah kepada manusia agar keberadaan Allah tetap tinggal di dalam manusia sehingga manusia bisa melanjutkan karya-karya Allah demi kebaikan bersama dan sesama.
Jika “keberadaan” Allah ada pada diri manusia, maka logikanya, manusia pun pasti akan dengan sukacita berbagi atau memberi.
Berbagi dan memberi kepada sesama tidak harus berwujud uang atau harta benda, tapi bisa berupa perhatian, kepedulian, atau pemikiran/gagasan baik. Dalam Kristen, Tuhan bahkan minta kita memberikan (mempersembahkan) tubuh kita.
Saya percaya semua agama juga mengajarkan para pengikutnya untuk memberi dengan “kemasan” ayat-ayat yang berbeda.
Andai semua itu diwujudkan dengan tindakan sesederhana apa pun, dunia ini pasti indah. Surga tidak berada jauh di sana, tapi sudah ada di sini. Ya, di sekitar kita.[]