‘Kami Tidak Hebat, tetapi Terlatih’
MENGAWALI semester genap 2015/2016 pekan lalu saya kembali mendampingi mahasiswa belajar hal ihwal jurnalistik dalam mata kuliah editing dan produksi media cetak di kampus Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta. Tercatat ada 32 mahasiswa yang hadir pada kuliah pertama tersebut.
Seperti biasa, dalam setiap kali kuliah, saya selalu memotivasi para mahasiswa agar mereka menjadi mahasiswa hebat dengan membiasakan berlatih. Kepada mereka saya memerkenalkan kata-kata mutiara: “Kami tidak hebat, tetapi terlatih.”
Kata-kata itu saya dapatkan secara tidak sengaja saat saya mengendarai mobil di jalan raya tahun silam. Saya membaca kata-kata itu pada sebuah kaca belakang mobil antar jemput anak-anak sekolah di Tangerang. Saya sendiri termotivasi dengan kata-kata tersebut. Konkretnya, jika kita terlatih dan membiasakan diri berlatih terus menerus (apa pun bidangnya), maka kita akan menjadi orang hebat.
Mata kuliah editing dan produksi media cetak adalah bagian dari ilmu jurnalistik. Dia adalah ilmu praktika, bukan ilmu teoritika. Oleh sebab itu jika mahasiswa ingin terampil mengedit atau menyunting produk jurnalistik media cetak, seperti berita atau feature (karangan khas) misalnya, maka mereka harus banyak berlatih. Ya, banyak berlatih.
Agar mereka bisa mengedit naskah berita, maka para mahasiswa harus terampil menulis berita. Mau tidak mau, mereka harus belajar lagi mata kuliah penulisan berita. Tak cuma itu, mereka juga harus belajar lagi bahasa Indonesia jurnalistik yang antara lain memiliki karakter singkat, jelas, padat, ekonomis, demokratis, dan logis.
Bagaimana menulis produk jurnalistik yang baik dan benar, saya sudah membeberkannya dalam sebuah buku digital berjudul Merekayasa Fakta Menjadi Berita yang bisa diunduh di wayangforce. Aplikasi wayangforce ada di Play Store (Android Market). Buku tersebut juga bisa diakses di www.wayang.co.id. Saya minta kepada para mahasiswa agar membaca buku tersebut.
Lebih dari seperempat abad mengajar jurnalistik di sejumlah perguruan tinggi, saya menyimpulkan, banyak mahasiswa yang mengalami kesulitan dalam menulis berita. Mereka hampir selalu mengabaikan hal-hal sepele seperti tanda baca, huruf besar/kecil, logika kalimat dan efisiensi kata.
Pada kuliah pertama itu, saya lagi-lagi meminta mahasiswa agar menulis berita yang bersumber dari peristiwa kuliah pertama editing dan produksi media cetak. Saya memberikan kebebasan kepada para mahasiswa untuk menulis peristiwa itu dari berbagai sudut pandang.
Nah, betul, kan? Sebagian besar mahasiswa mendapat nilai D dan E. Hanya beberapa mahasiswa saja yang memeroleh nilai B. Seingat saya, hanya satu mahasiswa yang mendapat nilai A.
Halo para mahasiswa, mohon pelajari lagi bahasa Indonesia jurnalistik, terutama karakter-karakternya. Praktikkan ilmu jurnalistik dengan banyak menulis. Kalau Anda belum punya blog, silakan segera buat. Gampang, kok. Jika Anda menulis status di Facebook, biasakanlah merangkai kata-kata menggunakan prinsip jurnalistik yang singkat, padat namun jelas. Buang jauh-jauh kata-kata alay. Silakan Anda baca catatan dosen Anda di blog ini.
Sebagai langkah awal mengenal mata kuliah ini, saya kemudian minta para mahasiswa agar mengedit naskah berita (terutama lead) rekan-rekan mereka. Satu mahasiswa mengedit satu berita. Ini tugas pertama yang saya berikan kepada para mahasiswa.
Hasilnya, dari 32 mahasiswa, empat mahasiswa memeroleh nilai A (12,5%), delapan mahasiswa (25%), mendapat nilai B; nilai C ada 11 mahasiswa (34,3%), nilai D ada tujuh orang (21,9%), dan bernilai E ada dua mahasiswa (6,2%).
Dari prosentase di atas, saya simpulkan kemampuan editing sebagian besar mahasiswa berada di wilayah sedang-sedang saja (nilai C = 34%), sedangkan yang mendapat nilai baik (B) ada delapan mahasiswa (25%).
Saya menjelaskan kepada para mahasiswa bahwa seorang editor (redaktur) yang bekerja di media massa cetak (surat kabar atau majalah) harus mampu mengedit/menyunting naskah berita para reporter yang semula bernilai C, D, maupun E menjadi A. Artinya, semua berita yang termuat di surat kabar atau majalah harus berkualitas prima, baik dilihat dari sudut pandang bahasa, maupun isi atau kedalaman/kelengkapan berita.
Saya memberikan nilai hasil editing para mahasiswa di atas belum terlalu ketat. Unsur yang saya nilai baru dari sisi bahasa dan logika, belum dari unsur pemilihan sudut pandang, data, dan sebagainya.
Para mahasiswa yang belum mendapatkan nilai A dan B, jangan berkecil hati dan sedih atau putus asa. Kita baru memasuki kuliah hari pertama, masih ada 15 kali pertemuan lagi. Masih ada waktu bagi Anda untuk terus belajar dan peduli dengan mata kuliah ini, termasuk penjelasan atas materi kuliah yang disampaikan dosen. Banyaklah membaca. Tulislah apa yang layak Anda tulis.
Saya yakin jika Anda peduli, maka Anda akan menjadi mahasiswa hebat. Percayalah.[]