“Pilihan” Sulit Sang Presiden

0 306
HARI-HARI ini merupakan masa sulit bagi Presiden Joko Widodo setelah ia “memilih” Komjen Budi Gunawan sebagai calon Kapolri untuk menggantikan Jenderal Sutarman yang kini masih menjabat sebagai orang nomor satu di kepolisian.
Saya sengaja tulis kata memilih dengan tanda kutip, sebab sangat mungkin bukan Jokowi yang memilih Budi Gunawan, sebab suara di luar santer menyebut, Budi Gunawan adalah pilihan Megawati. Orang mahfum, sebab Budi adalah mantan ajudan saat ketua umum PDIP itu menjabat sebagai presiden.
Siapa pun yang memberikan masukan dan mengajukan nama Budi Gunawan, saya percaya, Jokowi akan bertanggung jawab atas keputusannya, sebab sesuai dengan aturan main, Presidenlah yang herhak memilih Kapolri untuk kemudian diajukan ke DPR.
Di luar dugaan, beberapa jam setelah Jokowi mengajukan nama Budi Gunawan ke DPR, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Budi sebagai tersangka, karena menyimpan “dosa” memiliki rekening jumbo yang asal usulnya tidak jelas. “Kami punya dua bukti kuat untuk menjadikan BG sebagai tersangka,” ungkap Ketua KPK Abraham Samad.
Masyarakat pun heboh. Bahwa rekening Budi Gunawan “menderita obesitas” sudah diketahui publik empat tahun lalu saat PPATK mengungkapkan rekening obesitas para petinggi Polri.
Saat PPATK melansir info bahwa para petinggi Polri doyan hobi mengoleksi rekening gendut tahun 2010, masyarakat tidak kaget, sebab mereka sangat mahir menjawab pertanyaan seperti ini: “mana ada sih pejabat Polri yang bersih?”
Oleh sebab itu jangan kaget kalau hari-hari ini, Anda menerima info yang disebarkan melalui media sosial atau smartphone adanya 17pejabat dan mantan pejabat tinggi Polri yang rekeningnya berobesitas dengan  kandungan “lemak” paling tinggi Rp 1,2 triliun dan terendah Rp 144 miliar.
Semula banyak orang menduga DPR akan menolak Budi Gunawan setelah yang bersangkutan melakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test). Namun, dugaan itu tidak terbukti, sebab Komisi III DPR yang menguji Budi Gunawan meloloskan yang bersangkutan dan belakangan rapat paripurna DPR menyetujui laki-laki berkumis itu menjadi Kapolri lalu mempersilakan Presiden Jokowi melantiknya.
Sampai di sini, Jokowi tampaknya berada di persimpangan jalan, apalagi para pendukungnya yang selama ini setia kepadanya mulai galau dan melakukan unjuk rasa agar Jokowi tidak melantik Budi Gunawan, sementara para petinggi parpol yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH) menyarankan agar Jokowi melantik Budi.
Dalam situasi seperti itu, Jokowi telah mengadakan pertemuan dengan berbagai pihak. Kamis (15 Januari) petang mantan walikota Solo itu bertemu dengan pimpinan KPK guna membahas status hukum Budi Gunawan. Hari ini (Jumat 16 Januari), ia juga sudah bertemu dengan Budi Gunawan dan Sutarman (Kapolri).
Setelah mengumumkan penurunan harga BBM bersubsidi siang tadi di Istana Presiden, kita menduga Jokowi akan menjelaskan sikapnya menyangkut pelantikan Budi Gunawan. Namun saat wartawan menanyakan soal itu, Jokowi hanya berkomentar: “Sabar, tunggu, belum waktunya.”
Jokowi bingung? Boleh jadi, sebab “drama” pergantian Kapolri dimanfaatkan banyak pihak untuk mengundang simpati publik. Lewat akun Twitternya, mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengajak semua pihak mengamankan Polri, Jokowi dan rakyat. Intinya, Jokowi sebaiknya tidak melantik Budi Gunawan.
Posisi Jokowi memang serba sulit. Aneh rasanya seorang presiden (pertama kali dalam sejarah) melantik seorang pejabat tinggi yang berstatus tersangka, meskipun banyak pihak maklum, selama seseorang belum dinyatakan terbukti bersalah oleh pengadilan, ia tetap dianggap sebagai “orang bersih”, dan karenanya sah-sah saja jika Budi Gunawan tetap dilantik menjadi Kapolri.
Besar kemungkinan Jokowi tetap akan melantik Budi Gunawan sebagai bentuk tanggung jawabnya sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Jokowi bukan tipe pemimpin yang plinplan. Dia mengajukan nama Budi Gunawan setelah mendengar masukan dari Komisi Polisi Nasional (Kompolnas).
Jika pun nanti ia melantik Budi Gunawan, Jokowi tetap minta kepada yang bersangkutan agar legowo manakala KPK melanjutkan kasus rekening jumbonya, dan kelak jika pengadilan menyatakan Budi bersalah, Jokowi siap untuk mengantarkan Budi Gunawan ke penjara.
Tentu akan lebih bagus jika Budi Gunawan tahu diri dan mendengar suara hatinya dan mengundurkan diri dari pencalonan. Polisi adalah abdi hukum. Hormatilah KPK dan ikuti proses hukum yang dilakukan KPK. Jika ia merasa tidak bersalah dan tidak punya rekening gendut – kalau pun ada bisa dibuktikan dengan akal sehat – mengapa takut? Mempraperadilankan KPK bukan barang tabu.
Banyak pihak menduga KPK berpolitik dalam kasus ini, sebab menetapkan Budi sebagai tersangka tanpa pernah memeriksa Budi, baik sebagai saksi, maupun calon tersangka. KPK juga tidak pernah menggeledah rumah Budi dan pihak-pihak terkait untuk memastikan uang puluhan miliar rupiah yang ngendon di rekeningnya halal atau haram.
Naluri kenegarawanan Budi Gunawan diuji. Kepatuhan Budi kepada hukum harus mampu ia buktikan. Jika ia tetap nekat sudi dilantik, maka siapa pun dengan mudah menyimpulkan Budi Gunawan haus kekuasaan dan mengejar  jabatan, atau sekadar menjalankan “amanah” dan “mimpi” sang mantan presiden yang pernah dikawal Budi saat ia jadi ajudan.[]

Leave A Reply

Your email address will not be published.