Tatkala Lembaran Rp 1.000 tak Lagi Berarti
UANG Rp 1.000 mungkin tidak berarti buat Anda. Sejak Bank Indonesia menerbitkan uang kertas pecahan Rp 2.000 beberapa tahun lalu, uang kertas bernominal Rp 1.000 sekarang ini praktis jarang Anda pegang. Tapi jika uang “tak berharga” itu Anda kumpulkan — apalagi secara teratur — untuk tujuan tertentu, hasilnya bisa “amat dahsyat”.
Aktivis Migrant Care dan relawan peduli TKI awal tahun 2011 juga menggelar aksi penggalangan dana Rp 1.000 untuk pemulangan TKI yang telantar di Arab Saudi. Uang miliaran rupiah juga terkumpul lewat aksi ini.
Jauh sebelumnya melalui gerakan pengumpulan koin yang nilainya tak sampai Rp 1.000 (paling banter 500 perak), terkumpul uang yang nilainya lebih dari Rp 2 miliar, digunakan untuk membantu Prita Mulyasari yang didenda pengadilan harus membayar Rp 1 miliar kepada RS Omni Alam Sutera, Tangerang yang merasa nama baiknya dicemarkan.
Andai saja pengumpulan recehan Rp 1.000 dijadikan gerakan nasional, sangat mungkin, uang yang terhimpun bisa digunakan untuk menyejahterakan masyarakat.
Berandai-andai lagi, jumlah penduduk Indonesia 240 juta, jika 100 juta di antaranya mengumpulkan Rp 1.000, maka dalam satu hari akan terkumpul 100.000.000 X Rp 1.000 = Rp 100.000.000.000 (Rp 100 miliar). Jika aksi itu dilakukan selama satu bulan, maka akan terakumulasi 30 X 100.000.000.000 = Rp 3.000.000.000.000 alias Rp 3 triliun!
Andai saja uang Rp 3 triliun itu dipakai untuk program pendidikan atau kesehatan, para siswa bisa sekolah gratis, rakyat berobat ke rumah sakit nggak perlu bayar.
Persoalannya, siapa atau lembaga apa yang dipercaya untuk mengelola dana gerakan Rp 1.000 tersebut, sebab sebagian besar komponen bangsa ini tidak percaya kepada siapa pun yang diserahi tugas untuk mengelola dana masyarakat. Alasannya, apalagi kalau bukan “takut dikorup”.
Karena itu bersyukurlah Anda jika Anda masih menaruh kepercayaan kepada lembaga, tempat di mana Anda berorganisasi, sehingga uang “tak berarti” (Rp 1.000) yang kita kumpulkan tidak sia-sia, tapi benar-benar tepat guna.
Dalam rangka menyambut Natal, komunitas gereja kami di Tangerang tahun ini juga mengadakan aksi “kumpul Rp 1.000”. Dana yang terhimpun nantinya akan digunakan untuk melakukan aksi sosial.
Aksi mengumpulkan uang “seceng” ini dilakukan selama 40 hari. Jumlah warga gereja kami 1.000 orang. Jika dalam satu hari mereka konsisten dengan gerakan “sepele” tapi bisa menghasilkan sesuatu yang luar biasa ini, akan terkumpul dana Rp 1.000 X 1.000 (warga) = Rp 1.000.000. Dalam 40 hari akan terkumpul Rp 40.000.000. Dana lumayan besar (ratusan juta rupiah) tentu akan terkumpul jika anggota komunitas kami mengumpulkan Rp 1.000 per hari selama setahun. Pastinya uang Rp 1.000 yang dikumpulkan secara kolektif itu bisa dipakai untuk membantu komunitas gereja lain yang tidak mampu dan kerap mengajukan permohonan dana kepada komunitas kami.
Buat sebagian kita, uang recehan Rp 1.000 mungkin sudah tidak lagi berarti. Tapi coba perhatikan ketekunan seorang pengemis di Jakarta dan sekitarnya — juga di kota besar lainnya — yang menganggap Rp 1.000 masih punya arti. Karena itu jangan heran kalau penghasilan mereka dalam sehari, seperti kerap ditulis banyak koran, bisa mencapai Rp 200.000 atau Rp 6.000.000 per bulan jika mereka mengemis nonstop selama 30 hari. Lebih besar daripada gaji Anda, bukan?
Karena itu maksimalkan nilai uang Rp 1.000 Anda untuk hal-hal positif lewat “Gerakan Rp 1.000”!
Sudah 6 halaman saya baca dari halaman bapak dan ternyata saya masih lapar sampai akhirnya istri saya memanggil saya untuk sarapan.
( dihalaman yang lain saya minta tolong sama bapak untuk memberikan referensi belajar cepat jurnalistik, mohon di respon, terimakasih)
Terimakasih Bung Fatan atas perhatian Anda terhadap tulisan saya di blog ini.
Tentang referensi belajar cepat jurnalistik, kalau Anda baca rutin catatan-catatan saya, semoga hal itu dapat memenuhi apa yang Anda inginkan.