WRITENOW/MEDIA INDONESIA: DOYO ISKANDAR MEMINTARKAN PETANI
WRITENOW (Jumat 12 September 2008): “Ingin Memintarkan Petani.” Itulah judul tulisan saya yang dimuat koran Media Indonesia yang mengisahkan tentang dedikasi Doyo Iskandar, petani andalan asal Lembang, Jawa Barat yang punya prinsip kemandirian dalam upaya memajukan teman-temannya di Kelompok Usaha Tani Mekar Tani Jaya. Apa yang dilakukan Doyo Iskandar telah membuahkan hasil, anggota kelompoknya yang 523 orang kini telah mampu mamasok sayur mayur ke banyak kota, bahkan ke Singapura.
Tulisan saya yang mengungkap profil Doyo Iskandar itu dimuat dalam edisi khusus Ramadan di Media Indonesia dalam subrubrik Inspirasi edisi Jumat 12 September 2008. Edisi khusus Ramadan secara rutin ada di Media Indonesia pada saat umat Islam menunaikan ibadah puasa. Edisi khusus Ramadan hadir setiap pekan (terbit setiap hari Jumat) berisi informasi berupa tulisan yang diharapkan mampu memberikan inspirasi dan edukasi pembaca Media Indonesia agar menjadikan puasa sebagai ibadah yang benar-benar penuh makna.
Profil Doyo Iskandar muncul di Media Indonesia merupakan kali yang kedua. Sebelumnya dia pernah ditulis saat rekan saya, Rosmery Sihombing berkunjung ke kebunnya di Lembang, tahun lalu ketika Doyo Iskandar menggunakan pupuk/nutrisi yang diperkenalkan Umar Hasan Saputra.
Di luar Media Indonesia, sosok Doyo Iskandar juga sering dimuat di banyak koran, sebab prestasinya memang luar biasa, terutama prinsipnya yang tidak mau bergantung kepada pemerintah yang sering memanfaatkan dirinya untuk mendapatkan proyek. “Ada dinas pertanian yang mengirim tukang ojek ke tempat pelatihan saya. Setelah belajar di sini, dia tidak jadi petani, tapi tukang ojek lagi,” katanya.
Rumah Doyo Iskandar di Lembang, selain digunakan sebagai tempat pelatihan bagi para petani, calon petani atau petugas penyuluh lapangan pertanian, juga digunakan sebagai klinik konsultasi agribisnis. Karena dedikasinya yang begitu tinggi di bidang pertanian — padahal dia lulusan Sekolah Tinggi Tekstil Bandung — banyak pihak yang menjadikannya sebagai nara sumber atau guru. Dia pernah diundang ke DPR.
Namun tidak sedikit pula (terutama para pejabat) yang memanfaatkan dirinya untuk mendapatkan proyek demi keuntungan sesaat. Tahun 2007 dia pernah ikut dalam sebuah tim studi banding ke China. Misi tim adalah memandaikan petani. Tim beranggotakan 16 orang. Namun dari 16 orang ini, hanya satu orang yang benar-benar berprofesi sebagai petani, yaitu Doyo Iskandar. Sisanya, 15 orang pejabat pemerintah, dan sepulangnya dari China tidak berbuat apa-apa untuk memajukan pertanian di negerinya.
Pada prinsipnya Doyo Iskandar terbuka bagi siapa saja yang mau belajar bertani. Namun Doyo Iskandar mengaku lebih senang menjalin kerja sama dan terbuka kepada pihak swasta daripada pemerintah. Pasalnya, pihak swasta lebih kooperatif daripada pemerintah. Oleh sebab itu jangan heran jika sekarang Doyo Iskandar sedang giat-giatnya melakukan uji coba pupuk Ponti untuk meningkatkan produksi pertaniannya.
Pupuk Ponti, disebut Doyo Iskandar, mempunyai pengaruh positif tidak saja untuk tanah, tapi juga tanaman. Selama kerja sama itu berdampak positif dan tidak saling memanfaatkan, Doyo Iskandar sangat terbuka. Tapi kalau untuk tujuan kepentingan sesaat, apalagi politik, Doyo Iskandar punya prinsip, “Nanti dulu.”
Doyo Iskandar mengaku belum lama ini dia didekati sejumlah tokoh politik dari beberapa partai politik untuk dijadikan
model petani andalan yang peduli kepada dunia pertanian dan kesejahteraan petani. Para pengurus partai-partai itu terang-terangan melamarnya untuk kepentingan kampanye pemilu.
Menerimakah Doyo Iskandar terhadap pinangan partai-partai politik itu? Tidak. Doyo Iskandar tidak peduli. “Saya tetap ingin menjadi petani. Rasanya kalau jam enam pagi belum ke sawah, saya bukan petani,” katanya. Itulah pegangan hidup Doyo Iskandar.***
Gantyo Koespradono