Lite is Beautiful: Memilih dan Memilah Teman
Diperlakukan teman-temannya seperti itu, sekarang di kantor, Nita lebih senang menyendiri. “Saya benar-benar kecewa. Saya tidak percaya dengan yang namanya pertemanan,” katanya.
Keluh kesah Nita itu diungkapkan saat sahabat saya Arvan Pradiansyah mengisi acara Lite is Beautiful di Radio Lite FM Jakarta, Jumat (28 November 2008).
Bisa dibenarkankah sikap Nita? Tentu saja tidak, sebab menurut Arvan Pradiansyah, dalam hidup ini kita membutuhkan teman, meskipun untuk mendapatkan teman sejati tidak mudah. Pasalnya, “teman sejati adalah mereka yang senantiasa bersahabat dengan kita meskipun kita tidak punya apa-apa dan sedang punya masalah.”
Siapa sebenarnya yang dimaksud dengan teman? Arvan Pradiansyah mengungkapkan ada empat kriteria, yaitu:
1. Mereka yang tidak punya hubungan darah.
2. Bersifat sukarela.
3. Tidak punya ikatan kontrak legal.
4. Mempunyai hubungan timbal balik.
Ada beberapa manfaat mengapa kita mesti menjalin pertemanan, yaitu tempat kita untuk berbagi pendapat (sharing); tempat untuk mengekspresikan diri; dan tempat bagi kita untuk merasa dimengerti. “Seperti apa kita lima tahun ke depan ditentukan oleh teman-teman kita hari ini,” kata Arvan Pradiansyah.
Benar apa yang dikatakan Arvan Pradiansyah. Namun faktanya, seperti yang dialami Nita, pertemanan sering didasari dengan pamrih. Mereka berteman saat kita punya (uang atau materi), sementara ketika kita tidak memiliki apa-apa, teman-teman kita itu pergi entah ke mana.
Arvan Pradiansyah mengibaratkan pertemanan seperti itu sebagai “satu musuh tidak lebih berbahaya daripada setengah teman.” Maksudnya, banyak di antara teman kita yang statusnya tidak jelas, yaitu setengah teman dan setengah musuh.
Teman yang baik, menurut Arvan, adalah apabila dia berbicara jujur mengenai diri kita (yang buruk sekalipun), namun membicarakan tentang kebaikan kita saat kita tidak berada di dekatnya. Artinya ngomongin kita (yang baik) di belakang, bukan sebaliknya. Teman yang baik adalah mereka yang mau mengkritik kita sebagaimana adanya sebelum kita dikritik oleh mereka yang bukan teman kita.
Lalu bagaimana caranya agar kita mengetahui mana teman yang baik dan teman yang palsu? Teman berkait erat dengan kepercayaan. Arvan Pradiansyah menyarankan, luangkan waktu selama 24 jam bersama dengan teman. Dari sini kita akan mengetahui siapa sesungguhnya dia, sebab dalam 24 jam, dia tidak mungkin akan terus menggunakan topengnya.
Untuk mengetahui siapa sesungguhnya teman, cobalah hubungkan dengan uang. Ketika kita sudah bicara dan berurusan dengan uang, kita akan tahu, dia teman yang baik atau bukan.
Benar apa yang dikatakan Arvan Pradiansyah. Saya sering dikecewakan oleh teman berkait dengan uang. Lebih dari dua orang menipu saya saat mereka mengaku tidak punya uang, sehingga dengan mengiba-iba dan janji muluk, mereka minta kepada saya agar sudi meminjamkan uang. Alasannya selalu untuk modal bisnis atau usaha. Karena untuk modal usaha, jumlahnya pasti besar (menurut saya), jutaan rupiah.
Ya, begitulah, bagi saya satu musuh tidak lebih berbahaya daripada setengah teman. Begitu uang sudah diterima, tak pernah ada kabar. Celakanya, sayalah yang dihantui perasaan malu saat akan menagih. Aneh bukan?
Berteman dengan siapa pun baik. Namun kita harus selektif. Sebagaimana disarankan Arvan Pradiansyah, carilah teman yang bisa mendekatkan mimpi-mimpi kita menjadi kenyataan. “Kalau teman kita justru menjauhkan dari mimpi-mimpi kita, maka dia bukanlah teman yang baik,” katanya.
Konkretnya, kalau Anda bercita-cita menjadi guru, dan teman Anda melarang, sebab gaji guru kecil, maka dia bukanlah teman yang baik
bagi Anda, jauhilah.***
yah, memang sulit cari teman yang bener.
salam kenal.
kita sahabatan yuk.
btw, follow blog q dong
OK, salam kenal kembali. Saya sudah lihat blogmu.Bagus. Berlatihlah terus menulis. Jarang sekali anak seusiamu yang punya blog.
dibilang sama dengan nita .. iya juga. aku sering dideketin teman kalo ada maunya. Makanya sekarang jadi lebih selektif dan cenderung low profile aja. Jadi teman taunya kita biasa2 saja ..
Resikonya, ya sering dianggap nothing, kecuali kalo butuh duit baru pada mendekat. waduh .. jadi mengenali apa kah teman memang pada dasarnya begitu?
Sampai aku nulis puisi aja ..
Karen aku gak percaya sama sahabat. Kalo teman .. masih so so kali ya