0 330
BELUM lama ini saya “dipaksa” oleh teman saya bernama Heru Wibawa untuk mengunjungi peternakan ayam organiknya yang berlokasi di Parung, Bogor, Jawa Barat.

Saya nggak begitu paham apa itu ayam organik. Apalagi jika soal itu dikaitkan dengan peluang bisnis. Maklum, saya cuma seorang wartawan yang bisanya cuma menulis.

Setelah mendapat penjelasan dari dia, ternyata menarik juga dan ada peluang bisnisnya. Namun di koran Media Indonesia yang terbit hari Rabu (15 Juli 2009), saya hanya menulis dari sisi kesehatan.

Eh, ternyata banyak pembaca yang tertarik dengan tulisan saya dan minta untuk dihubungkan dengan Heru Wibawa, karena prospek bisnisnya besar. Terserahlah. 

Untuk referensi Anda, bersama ini saya sertakan tulisan saya di Media Indonesia yang diberi judul: “AYAM ORGANIK RENDAH LEMAK, BEBAS ZAT KIMIA.” Persisnya sebagai berikut:

SADAR bahwa sehat itu sangat berharga, masyarakat Indonesia, terutama yang tinggal di perkotaan belakangan ini merindukan bisa mengonsumsi makanan organik yang benar-benar bebas dari zat kimia. Namun sayangnya, selain mahal, makanan organik itu belum banyak variasinya.

Selain sayur, bahan pangan organik yang selama ini sudah dikenal masyarakat adalah beras. Belakangan daging ayam organik juga mulai diproduksi dan dijual bebas ke pasar. Tapi ya itu tadi, selain masih langka, harganya relatif masih mahal. Harga daging ayam organik di pasar swalayan berkisar Rp35.000-Rp40.000 per kilogram.

Harga makanan organik lebih mahal, sebab pada saat memproduksi dan merawat, petani maupun peternak memang memerlukan waktu dan penanganan khusus. Bukan asal sembarang memberikan makan jika sang peternak kebetulan memelihara ayam organik.

Namun Heru Wibawa, sarjana teknik kimia Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, baru-baru ini menemukan teknologi baru yang mampu memutuskan mata rantai bahwa memproduksi makanan sehat organik identik dengan mahal. Teknologi temuannya itu diberi nama Ponti.

Sementara ini Ponti — semua bahan bakunya mengandung herbal — digunakan untuk makanan ayam dan lele. Mengonsumsi Ponti, ayam broiler yang diternakkan Heru di kawasan Parung, Bogor, Jawa Barat, lebih sehat dan tahan penyakit.

Padahal, kata Heru Wibawa kepada Media Indonesia di Parung kemarin, ayam-ayam itu tidak lagi disuntik dengan vitamin-vitamin tambahan berbahan kimia layaknya yang dilakukan peternak lain.

Menunjukkan bukti, Heru mengungkapkan, belum lama ini para peternak ayam mendapatkan anak ayam (DOC) dari farming yang semuanya berkualitas tidak baik. Hampir semua peternak mengalami kasus 80% ayam mereka mati. Sedangkan ayam yang diternakkan Heru yang mengonsumsi Ponti hanya 10% yang mati.

Itulah bedanya ayam biasa dan organik. Seperti halnya ayam kampung, ayam organik memang lebih tangguh. Dengan Ponti, menurut Heru, biaya pemeliharaan untuk ayam-ayam organiknya lebih efisien. Dengan begitu, harga setiap ekor ayam yang rata-rata berberat badan 1 kg-1,2 kg, bisa ditekan cuma Rp26.000-Rp28.000.

Dengan Ponti, kadar lemak daging ayam organik yang diternakkan Heru berkurang. Tidak amis, rasa dagingnya lebih gurih daripada ayam kampung.

Heru sengaja menjual harga ayam organiknya murah, sebab dia berkepentingan masyarakat Indonesia bisa menikmati hidup sehat di tengah lingkungan yang tidak lagi bersahabat.

Oleh sebab itu, untuk sementara ini, Heru sengaja tidak memproduksi Ponti secara massal, begitu juga jumlah ayam yang diternakkan. Daging ayam organiknya juga belum dipasarkan ke pasar-pasar modern, “sebab saya tidak ingin merusak pasar,” katanya.

Supaya semua orang bisa menikmati makanan sehat, menurut Heru, pendistribusian ayam organiknya juga dilakukan dengan memanfaatkan rumah tangga untuk dijadikan agen. Dengan cara seperti ini diharapkan masyarakat Indonesia tidak saja bisa menikmati makanan sehat, tapi juga mendatangkan nilai ekonomi buat mereka.

Lele organik yang diternakkan dengan Ponti juga berbeda dengan lele yang sekarang beredar di pasar yang rasanya hambar, apalagi lele dumbo. Media Indonesia sempat menikmati makan daging lele yang diternakkan secara organik ini. Rasanya terasa unik. Ada rasa ikan gurame goreng dan belut goreng.

Namun semua produk organik itu tetap tidak akan higienis jika cara memasaknya keliru. Daging lele organik Ponti yang diproduksi Heru tetap saja bakal membawa penyakit jika warung tenda pecel lele Lamongan yang selama ini banyak menyerap lele memasaknya dengan minyak bekas.

Mengonsumsi makanan organik yang tetap higienis memang perlu sosialisasi. “Kewajiban kita untuk menjelaskan kepada masyarakat betapa pentingnya mengonsumi makanan organik,” kata Heru Wibawa.***

Leave A Reply

Your email address will not be published.